Berbagi Pengalaman Dalam Mewujudkan Klinik Berijin Pada Lapas Wanita Palembang

Pagi itu di hari Senin Bulan Juli tahun 2013 sehabis kontrol blok keliling lembaga pemasyarakatan (lapas) tempat dimana saya mengabdikan diri menjalankan amanah sebagai Kepala Lapas (Kalapas), pikiran saya membuat suasana hati gundah, sedih, dan sedikit kecewa. Bagaimana tidak, para Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) belum bisa diberikan pelayanan kesehatan secara maksimal. Turnaround. Kata itu yang tepat untuk saya memulai bersikap. Diawali dengan memetakan masalah, kendalanya apa, dan mengapa para WBP belum menerima layanan kesehatan secara maksimal? Seandainya ada klinik lapas yang berijin dan sesuai standar kesehatan, maka para WBP bisa terlayani perawatan kesehatannya secara optimal dan baik sehingga mereka bisa hidup sehat secara jasmani dan rohani. Oleh karena itu, jika pelayanan kesehatan yang diberikan tidak maksimal, pasti akan berdampak dan bisa mempengaruhi  keamanan dan ketertiban lapas secara keseluruhan. Ada beberapa kendala yang telah teridentifi

Berbagi Pengalaman Dalam Mewujudkan Klinik Berijin Pada Lapas Wanita Palembang
Pagi itu di hari Senin Bulan Juli tahun 2013 sehabis kontrol blok keliling lembaga pemasyarakatan (lapas) tempat dimana saya mengabdikan diri menjalankan amanah sebagai Kepala Lapas (Kalapas), pikiran saya membuat suasana hati gundah, sedih, dan sedikit kecewa. Bagaimana tidak, para Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) belum bisa diberikan pelayanan kesehatan secara maksimal. Turnaround. Kata itu yang tepat untuk saya memulai bersikap. Diawali dengan memetakan masalah, kendalanya apa, dan mengapa para WBP belum menerima layanan kesehatan secara maksimal? Seandainya ada klinik lapas yang berijin dan sesuai standar kesehatan, maka para WBP bisa terlayani perawatan kesehatannya secara optimal dan baik sehingga mereka bisa hidup sehat secara jasmani dan rohani. Oleh karena itu, jika pelayanan kesehatan yang diberikan tidak maksimal, pasti akan berdampak dan bisa mempengaruhi  keamanan dan ketertiban lapas secara keseluruhan. Ada beberapa kendala yang telah teridentifikasi, antara lain tidak adanya sarama prasarana, yaitu ruang bangunan klinik yang memadai serta belum tersedianya alat-alat kesehatan yang memenuhi standar, ijin klinik dan praktek dokter, dan para medis. Struktur organisasi klinik juga belum dibentuk. Sejak dulu sebetulnya tersedia “Poliklinik Lapas,” namun tidak representatif. Artinya, belum mewakili  sebagai sebuah klinik yang berstandar kesehatan guna memberikan layanan kesehatan secara optimal bagi WBP. Di sana tertulis jelas dengan huruf lumayan besar di atas pintu sel hunian blok C lantai bawah “Poliklinik.” Blok tersebut terdiri dari enam ruangan sel hunian, sedangkan sel ke-3 itulah yang diperuntukan sebagai klinik atau balai pengobatan bagi para WBP Lapas Wanita Palembang atau kira-kira bisa disebut usaha alih fungsi bangunan yang tadinya diperuntukan sebagai sel hunian diubah menjadi poliklinik. Memang, jika dilihat beberapa sel hunian pada blok C kosong tidak terisi karena isi lapas pada saat itu hanya berjumlah kurang lebih 220 orang, dibawah kapasitas isi hunian sejumlah 305 orang sehingga lapas tidak mengalami over capacity. Menurut saya sebetulnya sebuah usaha yang cukup baik, ya alih fungsi bangunan untuk memenuhi layanan kesehatan, “good idea.” Kesan pertama melihat kondisi klinik adalah sempit, ruang kurang tertata, serta alat-alat kesehatan dan obat-obatan yang ada tidak memadai. Di depan klinik kotor dan bau karena sanitasi lingkungan kurang terjaga serta adanya selokan di depan klinik menambah kurang sedapnya pemandangan. Selokan di depan klinik airnya terus menggenang meskipun setiap saat didorong sampai kearah ujung saluran, tetapi tetap saja usaha keras itu tidak membuahkan hasil dan selokan tetap kotor karena air tetap tergenang. Alhasil, salah satu sumber masalah ada pada konstruksi bangunan gedung yang salah karena saluran air dibangun lebih rendah dibanding saluran diujung sebagai tempat berakhirnya pembuangan air. Pola bangunan merupakan prototype bangunan rumah tahanan negara (rutan) sehingga keberadaan gedung yang dipakai sebagai peruntukan Lapas Wanita Palembang adalah bekas gedung lama rutan yang lebih dikenal dengan sebutan “Rutan Merdeka” sejak tahun 2007, yaitu berdasarkan nomenklatur organisasi  Lapas Wanita Palembang berada di Jalan Merdeka Palembang. Diketahui bersama bahwa lapas memiliki tugas dan fungsi pembinaan bagi WBP atau narapidana dan Lapas Wanita Palembang memberikan pembinaan khusus bagi WBP wanita. Sayangnya, bidang fasilitatif organisasi lapas tidak berbanding lurus dengan kebutuhan dan fungsi organisasi sebagai wadah pembinaan bagi WBP. Artinya, jika bangunan yang tadinya dibangun dengan fasilitas peruntukan rutan kemudian dialihkan untuk lapas, maka idealnya fasilitas bangunan juga menyesuaikan dengan kebutuhan dan fungsi lapas sebagai tempat pembinaan (given) sehingga dengan adanya fasilitas sarana dan prasarana yang sesuai maka praktik implementatif di lapangan terkait program pembinaan bisa dilaksanakan secara optimal. Prototype bangunan termasuk bidang fasilitatif rutan masih kental melekat pada Lapas Wanita kini. Rutan yang dibangun pada tahun 1917 itu belum mendapat rehabilitasi sesuai kebutuhan program pembinaan. Misalnya saja saat ini Lapas Wanita tidak memiliki ruangan untuk pembinaan yang representatif seperti ruang klinik, ruang bengkel kerja, ruang tempat ibadah, ruang perpustakaan, ruang sidang TPP, ruang konseling, ruang kunjungan, dan aula. Dalam hati saya bergumam, bagaimana mungkin menempatkan manusia yang akan menjalani pidananya tidak diberikan fasilitas sesuai kebutuhan dan fungsi sebuah lembaga pembinaan yang disebut lapas? Lagi-lagi pertanyaan besar muncul dalam benak, tidakkah saya sadar bahwa ini merupakan sebuah tantangan dan ujian bagi saya sebagai seorang leader yang dipercaya memegang amanah oleh negara. Dengan penuh percaya diri, bagi saya “there’s no impossible on the world but you can do something purpose” merujuk firman Allah SWT dalam Surat Al Baqaroh ayat 153 “Ya ayuhalladziina amanustainu bisobri washolati innaallaha maashobirin.” Artinya, hai orang-orang yang beriman, minta tolonglah kalian kepada Allah dengan sabar dan shalat. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar. Intinya, saya harus bersabar dalam arti melakukan ikhtiar dan berdoa minta pertolongan hanya kepada Allah SWT. Saya yakin pasti ada solusi atas masalah yang saya hadapi, wastainu bisobri. Saya sadar bahwa perawatan kesehatan merupakan kebutuhan dasar setiap manusia atau hak dasar manusia yang tidak boleh dikesampingkan (eigible right). Begitu juga dengan narapidana yang berada di lapas karena itu menyangkut hak asasi manusia dan negara wajib memenuhi hak dasar warga negaranya, lebih khusus WBP. Dasar perlindungan dan pemenuhan HAM perawatan kesehatan bagi narapidana juga telah diletakkan dalam Standard Minimum Rules for The Treatment of Offender (SMR). Perlunya perhatian dan pelaksanaan hak-hak WBP dalam hal perawatan kesehatan juga tertuang dalam Undang-Undang Pemasyarakatan pasal 14 bahwa narapidana berhak mendapatkan perawatan, baik perawatan rohani maupun jasmani, dan mendapatkan pelayanan kesehatan dan makanan yang layak. [caption id="attachment_44925" align="alignleft" width="296"] renovasi klinik lapas[/caption] Dengan demikian, negara secara sadar menyanggupi untuk mengakui dan memberikan pelayanan kesehatan bagi WBP secara layak. Jika berbicara layak, maka idealnya perawatan kesehatan yang diberikan sudah berstandar. Artinya, ada relevansi dan rasio yang baik antara ketersediaan dan kebutuhan. Terpenuhinya secara seimbang kebutuhan jumlah perawatan kesehatan narapidana dengan tempat pelayanan, peralatan/alat dibutuhkan untuk menunjang kegiatan pelayanan kesehatan dan obat pada klinik lapas. Artinya, ketersediaan klinik bukan hanya sebagai syarat bahwa di lapas sudah ada klinik, namun lebih penting apakah klinik lapas sudah memenuhi syarat sebagai sebuah klinik tempat dimana pelayanan kesehatan diberikan sesuai fungsinya. Pada dasarnya klinik sebagai tempat pelayanan kesehatan dianggap representatif apabila telah berijin dan memiliki sertifikat hal ini untuk menghindari terjadinya malpraktik. Tentu saja untuk mendirikan klinik berijin harus memenuhi syarat standar klinik sesuai Peraturan Menteri Kesehatan. Seperti mengurai benang kusut, dari mana saya memulainya? Akhirnya keputusan awal tertuju bagaimana mendirikan sebuah klinik lapas berijin. Titik. Tantangan terbesar ketika keinginan kuat tidak dibarengi dukungan finansial. Wah, ini tentu harus kerja keras dan doa agar bisa terwujud. Saya menyadari dengan dimulainya membangun klinik tanpa perencanaan dan usulan anggaran dalam RKAK/L menjadi hal yang“impossible” karena memang anggaran untuk itu tidak tersedia dalam DIPA tahun 2014, baik anggaran untuk rehabilitasi bangunan maupun anggaran kesehatan bagi narapidana. Saya tidak menyalahkan siapapun karena pada saat mutasi sebagai Kalapas usulan RKAK/L tahun 2014 sudah final. Karena masalah ini sifatnya urgen, maka harus mencari jalan keluar yang praktis dan implementatif bagaimana mendapatkan anggaran di luar APBN, menyadari bahwa idealnya untuk mendukung reformasi birokrasi itu kinerja berbasis anggaran atau anggaran berbasis kinerja. Artinya, pelaksanaan kerja harus dibarengi oleh dukungan anggaran. Disini tergambar adanya manajemen perubahan dan manajemen harapan. Berpikir keras, terus menerus berdoa, dan berikhtiar mencari jalan keluar untuk mendapat ridha Allah SWT dengan prinsip “manjada wa jada.” Siapa yang bersungguh-sungguh, maka ia akan mendapatinya. Seiring berjalannya waktu, ternyata ada secercah harapan bahwa ada peluang sebetulnya berkaitan dengan tugas fungsi Pemasyarakatan karena Pemasyarakatan memiliki beberapa pendekatan selain sebagai law inforcement (penegakan hukum), treatment (pembinaan), education (pendidikan), participatory (partisipasi), dan aksesbilitas. Tiga diantaranya yaitu law inforcement, treatment, dan education sudah jelas, sedangkan participatory merupakan usaha Pemasyarakatan memberikan kesempatan membuka peluang kepada pihak-pihak terkait untuk secara bersama-sama memberikan dukungan bagi penyelenggaraan pembinaan di lapas. Sedangkan aksesbilitas merupakan usaha untuk mendorong/memberikan/membuka peluang pihak lain memberikan akses tertentu sesuai kebutuhan lapas. Oleh karena itu, terbuka lebar bagi siapa pun, baik instansi, lembaga/kementerian, pemerintah daerah, LSM, perbankan, BUMN, swasta, tokoh masyarakat, tokoh agama, perusahan, dan lain-lain bisa bekerja sama membangun Pemasyarakatan lebih baik. Untuk bisa menjalin kemitraan dengan pihak terkait tentu saja diperlukan trust dan commitment kita. Biasanya pihak terkait terlebih dahulu melakukan pengukuran sebelum dan sesudah adanya kesepakatan menjalin kerjasama dengan melihat indikator nilai yang melekat dalam organisasi kita. Awal yang baik di hari baik, “have a nice day.” Saat itu saya mencoba menghubungi dan berkoordinasi dengan mitra kerja Bank BRI. Beruntung ternyata saya bisa bertemu langsung Kepala Kantor Cabang BRI wilayah Veteran Palembang. Pertemuan dengan Kepala Kantor Cabang BRI  sudah yang kedua kali. Pertama kali saat mengajukan bantuan dari dana Corporation Social Responsibility (CSR)) untuk pengadaan CCTV dan tenda. Usaha pertama berhasil, selanjutnya usulan yang diminta bisa terelisasi. Mengingat pengalaman yang pertama berhasil, maka kali ini dicoba untuk mengajukan lagi. Harapan saya pada waktu itu semoga pertemuan yang kedua bisa berhasil. Pada situasi yang nyaman dan penuh persahabatan, pertemuan diawali dengan obrolan ringan seputar kesibukan tugas masing-masing. Hanya beberapa menit berlalu sampai pada inti pembicaraan bahwa tujuan saya datang ke Kantor Cabang BRI adalah meminta bantuan lagi dari dana CSR BRI. Kali ini sangat urgen, yaitu untuk merehabilitasi klinik lapas, kata saya kepada Kepala Kantor Cabang BRI dengan penuh percaya diri. Selanjutnya, setelah menyampaikan inti persoalan dengan rasa cemas dan penuh harap, tidak lama kemudian jawaban dari pihak Bank BRI kepada saya yaitu meminta saya agar bersabar menunggu karena akan mengontak kantor pusat di Jakarta yang akan memberikan keputusan dan proses ini dilakukan membutuhkan waktu agak lama karena proposal yang diajukan oleh saya itu akan dibuat rencana program kembali melalui assesmen kepada kantor pusat di tahun depan. Setelah menerima jawaban tersebut dengan penuh harap dan cemas saya mencoba untuk bisa tegar, lalu saya kembali ke lapas setelah terlebih dahulu berpamitan. Dalam perjalanan pulang saya berpikir dan bisa menyimpulkan bahwa pihak bank sebetulnya menolak secara halus proposal yang diajukan. Akhirnya saya mengambil keputusan untuk segera mencari mitra kerja lain yang mau membantu. Beberapa hari setelah itu, saya bersama staf sibuk mempersiapkan proposal/TOR beserta rencana anggaran belanja rehabilitasi klinik Lapas Wanita Palembang. Untuk kali ini sasarannya adalah CSR  Bank Mandiri. Niat awal memberanikan diri dan siap menerima konsekuensi apabila terjadi penolakan seperti yang telah saya alami dengan pihak Bank BRI. Mungkin bisa dibilang usaha “gambling.” Pikir saya, “nggak apa-apa juga sih, usaha positif.” Setelah menyelesaikan TOR-nya, saya bersama staf menghadap Kepala Kantor Bank Mandiri cabang Veteran Palembang untuk berkoordinasi dan bermitra agar tujuan membangun klinik bisa dipenuhi. Akhirnya, pada inti pembicaraan ada kesepakatan dari pihak Bank Mandiri bahwa proposal yang kami ajukan bisa dikabulkan, namun bila syarat terpenuhi. Apakah syaratnya itu? Wah, saya sedikit kecut mendengarnya. Mereka menyatakan bahwa syaratnya adalah payroll. Artinya, memindahkan pembayaran gaji pegawai Lapas Wanita Palembang dari Bank BRI ke Bank Mandiri. [caption id="attachment_44926" align="alignleft" width="305"] bantuan dana CSR untuk rehab klinik[/caption] Wow, agak terkejut tentu saja. Pikir-pikir apakah pilihannya harus saya setujui syaratnya? Selama ini hubungan Lapas Wanita Palembang dengan Bank BRI baik-baik saja. Bahkan Bank BRI pernah memberikan seperangkat alat CCTV sebanyak tujuh titik dan satu buah tenda dengan ukuran delapan meter kepada Lapas Wanita Palembang sesuai permintaan yang diajukan beberapa bulan yang lalu. Saya jadi berpikir apakah hal ini bisa menciderai hubungan baik selama ini atau istilanya Lapas Wanita Palembang menjadi “pembelot.” Kata pembelot membuat saya tersenyum lirih. Hmm.. he he..... Akhirnya dengan mengucap “Bismillah hirohman nirohim” meluruskan niat berbuat amar ma’ruf,  Insya Allah keputusan bisa diterima semua pihak. Ada perasaan haru dan bangga mendengar persetujuan Bank Mandiri mengabulkan biaya rehabilitasi klinik lapas. Namun sebagai seorang pemimpin, saya tidak bisa mengambil keputusan sendiri, mengiyakan syarat dapat dikabukannya permintaan kepada pihak Bank Mandiri. Tentu saja persetujuan dan kesepakatan seluruh pegawai sangat diperlukan. Di pagi hari yang cerah setelah apel pagi, dilakukan pertemuan dengan seluruh pegawai Lapas Wanita Palembang di ruang pertemuan lantai II Lapas Wanita Palembang. Pada pertemuan itu dibahas bahwa lapas sangat membutuhan klinik yang sesuai standar untuk menghindari malpraktik dan untuk memberikan pelayanan kesehatan secara optimal karena hal ini bersifat urgen dan segera. Maka  untuk mewujudkannya bisa diberikan dari dana CSR Bank Mandiri, namun pihak bank menyetujui asalkan payroll dari Bank BRI ke Bank Mandiri. Diskusi berjalan dengan baik tanpa ada catatan. Dengan mengucap syukur Alhamdulillah, seluruh pegawai setuju dan bisa memahami adanya payroll ke Bank Mandiri sebagai konsekuensi atas permintaan rehabilitasi klinik lapas. Dan inilah kuasa Allah SWT. Saya percaya bagi setiap manusia yang gigih dengan usaha keras semua bisa diraih. “Al-jaddu bil jiddi wal hirmanu bil-kasli, fanshab tushib an qariibin ghayatal-amali.” Artinya, rejeki didapatkan dengan kerja keras dan kemiskinan didapat karena kemalasan. Maka, bekerja keraslah, niscaya engkau akan mendapatkan apa yang engkau cita-citakan. Setelah dilakukan perjanjian, maka langkah selanjutnya dimulai dengan melakukan payroll dari Bank BRI ke Bank Mandiri. Proses yang dilakukan tidak memakan waktu lama, hanya sekitar satu bulan. Kemudian, sejak penggajian pegawai bisa berjalan lewat Bank Mandiri, maka dalam waktu kurang lebih dua bulan sejak pengajuan proposal, bantuan turun dan untuk pencairan dananya juga tidak membutuhkan waktu lama. Dana yang diminta sesuai RAB, yaitu sebesar Rp. 87.500.000,- (Delapan Puluh Tujuh Juta Lima Ratus Ribu Rupiah) bisa cair melalui dengan tiga tiga tahap pencairan sesuai progres pembangunannya. Tahap pertama dimulai dengan membongkar dua sel hunian hingga singkat cerita gedung klinik selesai direhabilitasi dalam tempo kurang lebih dua bulan dan dana terserap sehingga hasilnya klinik menjadi lebih luas sesuai standar. Tidak berhenti sampai disitu rasa berpuas diri, ternyata masih ada PR selanjutnya.Ya...dalam hati saya bergumam, memang betul sekarang kita sudah punya ruang klinik berstandar. Namun masih ada pekerjaan selanjutnya yang sangat penting, yaitu klinik harus berijin. Alasannya, dengan klinik berijin dan bersertifikat akan menghindari malpraktik. Mengutip kata-kata bijak Arab “wala huznun yaduumu wala sururun, wala ‘usrun’alaika wala rakhaaun,” artinya dan tidak ada kesedihan ataupun kebahagiaan yang kekal dan tidak ada kesulitan ataupun kemudahan bagimu yang kekal. Pemahaman bahwa dunia akan terus berputar akan membuat hati kita lebih tenang dan siap untuk menerima apapun yang terjadi. Jika kita mengalami kegagalan atau kesulitan, kita tidak akan bersedih berkepanjangan karena kita sadar saat itu bahwa perputaran itu telah datang. Seperti halnya yang saya alami, datang satu persoalan sulit, Alhamdulillah bisa terselesaikan. Lalu datang lagi persoalan baru, kali ini lebih sulit. Silih berganti persoalan hidup menghiasi perjalanan kedinasan saya sebagai Kalapas Wanita Palembang, namun saya tetap berdiri tegar meyakini seperti halnya roda berputar. Setiap kesulitan pasti bisa terselesaikan karena ia tidak kekal. Bukan hal yang mudah ketika hendak memperoleh ijin penyelenggaraan klinik. Ada proses yang harus dilakukan. Adapun ijin menyelenggarakan klinik harus berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor: 028/Menkes/Per/I/2011 tentang Klinik. Selanjutnya, langkah yang saya lakukan adalah membuat struktur organisasi Klinik Lapas Wanita Palembang dan menunjuk dokter lapas sebagai Kepala Klinik berdasarkan Surat Keputusan Kepala Lapas Wanita Palembang memberikan tugas wewenang dan tanggung jawab pengelolaan klinik berdasarkan manajemen klinik. Kepala Klinik selanjutnya yang mengurus semua proses dan persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh ijin penyelenggaraan klinik. Apa saja yang harus dipenuhi? Tenyata begitu banyak persyaratannya yang harus dipenuhi. Beberapa tahapannya antara lain, pertama adalah tahap persiapan. Tahap persiapan terdiri dari: A. Persiapan Infrastruktur Klinik, yaitu berupa pembenahan klinik yang memenuhi persyaratan, yaitu baik dari segi pembagian ruang, sanitasi, kebersihan, dan keamanan. Adapun ruangan yang diperlukan terdiri dari: 1.ruang tunggu registrasi, 2. ruang tunggu obat, 3. ruang pemeriksa dokter umum, 4. ruang periksa dokter gigi, 5. ruang tindakan umum, 6. ruang tindakan kebidanan, 7. ruang observasi, 8. gedung obat, 9. ruang farmasi, 10. ruang administrasi, 11. ruang konseling dan tindakan khusus untuk kasus TB dan HIV/AIDS, dan12. ruang pojok ASI. Sedangkan guna persyaratan sanitasi, kebersihan, dan keamanan dibutuhkan antara lain: 1. toilet, 2. wastafel di ruang periksa serta ruang tindakan yang dilengkapi dengan sabun antiseptik dan lap gantung yang bersih, 3. cairan anti septik yang diletakan di ruang periksa dan ruang tindakan, 4. kotak sampah yang terdiri dari sampah medis dan non medis, 5. safety box khusus untuk sampah medis tajam yang diletakan diruang tindakan, 6. sanitasi udara berupa AC di dalam ruangan, 7. ruang tunggu, ruang konseling dan ruang periksa dipastikan harus cukup pencahayaan terutama cahaya matahari, 8. alat pemadam kebakaran yang diletakan di dalam ruangan klinik yang telah memenuhi persyarakatan dari Badan Penanggulangan Bencana dan Pemadam Kebakaran. Dari persyaratan itu hampir semuanya bisa diatasi dan dipenuhi. Selanjutnya B. Persiapan Perlengkapan Klinik. Perlengkapan klinik yang diperlukan adalah: 1. kursi tunggu di ruang tunggu registrasi dan ruang tunggu obat, 2. meja tulis, kursi dokter, serta kursi pasien di ruang periksa dokter umum dan dokter gigi, 3. dental unit di ruang periksa dokter gigi, 4. bed pasien di ruang periksa dokter umum, ruang tindakan, dan ruang observasi, 5. bed ginekologi di ruang periksa kebidanan, 6. meja tulis dan kursi diruang administrasi, 7. strerilisator, 8. lemari arsip dan ATK, 9. lemari obat harian di ruang farmasi, 10. lemari obat simpanan di gedung obat, 11. meja instrumen, 12.tabung oksigen dan regulator, 13. alat-alat kesehatan, 14. obat-obatan umum dan obat-obatan emergency, 15. protap tata laksana penanggulangan syok anafilaktik yang dipasang di ruang tindakan. Alhamdulillah semua persyaratan perlengkapan klinik bisa dipenuhi. Untuk pengadaan sebagian alat bisa dipenuhi dari anggaran DIPA lapas dan sebagian hibah dari Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Selatan. Lalu adanya C. Persiapan Administrasi Klinik antara lain: 1. struktur oranisasi klinik, 2. daftar tenaga kesehatan klinik, 3. SK penanggung jawab klinik, 4. tampilan data kegiatan pelayanan rutin yang diperbaharui setiap bulan, 5. standard operation procedure pelayanan rawat jalan dan rujukan, 6. buku kunjungan harian, 7. kartu catatan medik, 8. blanko resep, surat rujukan, surat keterangan sakit, 9. blanko berita acara pemeriksaan kesehatan, 10. buku catatan keluar masuk obat, 11. kartu stok obat, 12. daftar inventaris barang, 13. daftar obat-obatan, 14. daftar alat kesehatan klinik, 15. laporan bulanan klinik, 16. annual report klinik, 19. jadwal piket siaga/on call. Sedangkan untuk administrasi klinik saya membentuk struktur organisasi klinik dan selanjutnya Terakhir pada tahap persiapan D. Persiapan Tenaga Sumber Daya Manusia (SDM) Klinik, semua tenaga kesehatan klinik diwajibkan mengurus izin terlebih dahulu, yaitu: 1. surat izin praktik bagi dokter umum dan dokter gigi; 2. surat izin kerja bagi perawat, perawat gigi, bidan, serta asisten apoteker dan apoteker. [caption id="attachment_44927" align="alignleft" width="273"] Kakanwil Sumut meninjau kllinik lapas[/caption] Kedua, tahap pengurusan izin setelah tahap persiapan selesai dipenuhi. Maka, secara bertahap diurus perizinannya sebagai berikut: pertama, surat perjanjian kerja sama pembakaran sampah medis infeksius. Surat ini dibuat berupa MoU dengan puskesmas terdekat yang memiliki insenerator. Kedua, izin kajian lingkungan berupa surat pernyataan pengelolaan lingkungan (APPL). Sebagai persyaratan izin ini diperlukan antara lain; 1. identitas penanggung jawab klinik, 2. bagan alir proses kegiatan klinik, 3. peta atau denah lokasi klinik, 4. foto klinik, 5. hasil survei dan rekomendasi dari Badan Lingkungan Hidup (BHL) Kota Palembang. Ketiga, izin gangguan ringan (IGR). Sebagai persyaratan izin ini diperlukan juga antara lain : 1. identitas dan foto penanggung jawab klinik, 2. surat keterangan bangunan milik pemerintah, 3.surat pernyataan pengelolaan lingkungan (SPPL), 4. peta/denah lokasi dan foto klinik, 5. rekomendasi lurah setempat, 6. rekomendasi camat setempat, 6. rekomendasi Kalapas, 7. Biaya pengurusan izin sesuai dengan luas bangunan klinik sesuai tabel dimulai dari ukuran terkecil luas 25 m2 dengan biaya terendah Rp. 200.000,- .Sedangkan untuk ukuran luas bangunan Lapas Wanita Palembang kurang lebih sebesar 100 m2  dengan biaya Rp. 375.000,- . Sebelum Klinik Lapas Wanita Palembang melakukan penyelenggaraan layanan kesehatan bagi WBP, maka langkah selanjutnya yang wajib dipenuhi yaitu syarat izin penyelenggaraan kliniknya antara lain: identitas dan foto dokter penanggung jawab klinik, surat IGR, surat pernyataan persetujuan tetangga, surat rekomendasi penyelenggaran klinik dari pimpinan Puskesmas wilayah setempat, Surat Izin Praktek dan Surat Tanda Registrasi (STR) Dokter Penanggung Jawab yang masih berlaku, daftar tenaga kesehatan, daftar peralatan, daftar obat-obatan, dan struktur organisasi klinik yang ditandatangani oleh Kalapas, SK dokter penanggung jawab klinik, surat izin kerja perawat, perawat gigi, bidan, asisten apoteker dan apoteker yang masih berlaku, ijazah semua tenaga kesehatan klinik, denah ruangan yang dibubuhi cap lapas dan ditandatangani Kepala Seksi Bimbingan Narapidan/Anak Didik, surat pernyataan kesediaan dari dokter sebagai penanggung jawab klinik (bermaterai Rp. 6.000,-), hasil survei dan rekomendasi dari Dinas Kesehatan Kota Palembang. Proses pengurusan ijin memakan waktu yang lumayan panjang, kurang lebih enam bulan. Tentu saja dengan penuh semangat dan terus bersabar tidak menjadikan saya, kepala klinik, dan seluruh jajaran pesimis dan berputus asa. Sambil memenuhi kelengkapan berkas dan peralatan kesehatan, akhirnya syukur Alhamdulillah ijin klinik yang ditunggu-tunggu terbit juga, yaitu Surat Ijin Walikota Palembang tanggal 24 November 2014 Nomor: 563/KLK.028KPPT 2014 tentang Ijin Penyelenggaraan Balai Pengobatan (Klinik). Rangkaian proses perjalanan pendirian klinik dan ijin klinik Lapas Wanita Palembang yang diawali dari mencari sponsor pendanaan, membangun, mendapatkan ijin klinik, sampai diresmikannya klinik serta terselenggaranya layanan kesehatan bagi WBP Lapas Wanita Palembang sesuai harapan merupakan “The Real Story” yang ditulis berdasarkan pengalaman yang dialami oleh saya sebagai Kalapas Wanita Palembang pada saat menjabat dengan dukungan seluruh jajaran Lapas Wanita Palembang yang memiliki dedikasi dan semangat juang tinggi untuk membangun Pemasyarakatan serta dukungan yang tidak ada hentinya dari Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Sumatera Selatan. Tulisan ini merupakan bagian dari sebuah pengalaman dan karya kecil, namun bisa kita petik pada bagian-bagian tertentu yang menyangkut manajemen, kepemimpinan, dan teknis Pemasyarakatan. Insya Allah akan dapat membakar semangat berkarya yang jauh lebih besar bagi semua khalayak, khususnya insan Pemasyarakatan.     Oleh: Dr. Rachmayanthy, M.Si Penulis adalah Kasubdit Kebutuhan Dasar dan Kesehatan Lingkungan, Dit.Perawatan Kesehatan dan Rehabilitasi, Ditjen Pemasyarakatan

What's Your Reaction?

like
0
dislike
0
love
0
funny
0
angry
0
sad
0
wow
0