Kejahatan yang Libatkan Anak Menurun, tapi Kualitasnya Bikin “Ngeri”

SURABAYA - Jumlah kasus pidana yang melibatkan anak-anak di Kota Surabaya, Jatim memang menurun. Namun, jangan bernafas lega dulu. Pasalnya meski kuantitasnya menurun, kualitasnya justru meningkat. Menurut catatan Balai Pemasyarakatan (Bapas) Kelas I Surabaya, sebagian besar tersandung perkara pencabulan yang ancaman hukumannya berat. Menurut Tri Pamoedjo, Kasi Bimbingan Klien Anak, pada 2013, bapas menangani 446 anak. Pada 2014, klien bapas berkurang menjadi 389 anak. "Tapi, jenis dan kualitas kejahatannya naik," ujar Tri. Sejak Januari tahun ini, kata Tri, Bapas menerima 15 anak. Mereka tersandung beragam kasus. "Kebanyakan anak-anak itu dijerat dengan Undang-Undang Perlindungan Anak," katanya. Anak yang melanggar Undang-Undang Perlindungan Anak juga beragam. Mulai pencabulan hingga melakukan hubungan seksual. Meski tindakan yang dilakukan berdasar suka sama suka ataupun kehendak dua anak itu, orang tua melaporkannya. "Mereka tidak tahu konsekuensi hukum tin

Kejahatan yang Libatkan Anak Menurun, tapi Kualitasnya Bikin “Ngeri”
SURABAYA - Jumlah kasus pidana yang melibatkan anak-anak di Kota Surabaya, Jatim memang menurun. Namun, jangan bernafas lega dulu. Pasalnya meski kuantitasnya menurun, kualitasnya justru meningkat. Menurut catatan Balai Pemasyarakatan (Bapas) Kelas I Surabaya, sebagian besar tersandung perkara pencabulan yang ancaman hukumannya berat. Menurut Tri Pamoedjo, Kasi Bimbingan Klien Anak, pada 2013, bapas menangani 446 anak. Pada 2014, klien bapas berkurang menjadi 389 anak. "Tapi, jenis dan kualitas kejahatannya naik," ujar Tri. Sejak Januari tahun ini, kata Tri, Bapas menerima 15 anak. Mereka tersandung beragam kasus. "Kebanyakan anak-anak itu dijerat dengan Undang-Undang Perlindungan Anak," katanya. Anak yang melanggar Undang-Undang Perlindungan Anak juga beragam. Mulai pencabulan hingga melakukan hubungan seksual. Meski tindakan yang dilakukan berdasar suka sama suka ataupun kehendak dua anak itu, orang tua melaporkannya. "Mereka tidak tahu konsekuensi hukum tindakannya," ujarnya. Pelanggaran UU Perlindungan Anak, kata dia, kebanyakan dipicu penyalahgunaan perangkat teknologi. Di antaranya, hanpdhone anak-anak yang duduk di bangku SD dan SMP berisi gambar-gambar porno. Tri mengatakan, ada juga anak-anak yang terlibat kasus perampokan. Itu biasanya disebabkan anak-anak mencontoh tindakan orang-orang dewasa. Jejak bandit jalanan beserta gaya hidupnya diikuti. "Jika sudah demikian, biasanya keluarga juga angkat tangan," kata pria asal Bojonegoro itu. Dia menambahkan, keingintahuan anak akan suatu hal sangatlah lumrah. Namun, anak tersebut tidak mengetahui konsekuensi hukum perbuatannya. "Orang tua tidak pernah sejauh itu mengarahkan," ujarnya. Tri mengatakan, biasanya orang tua hanya mengatakan hal itu tabu dan dilarang agama tanpa menjelaskan konsekuensi hukumnya. Untuk itu, dia mewanti-wanti agar para orang tua mengawasi perilaku anak-anaknya. (aya/c6/git) Sumber : jpnn.com

What's Your Reaction?

like
0
dislike
0
love
0
funny
0
angry
0
sad
0
wow
0