Pelayanan Narapidana Tak Penuh Standart

JAKARTA – Persoalan over kapasitas yang terjadi di hampir seluruh lembaga pemasyarakatan di Indonesia benar-benar menjadi bom waktu. Peningkatan jumlah tahanan tiap tahunnya tenyata membuat pelayanan di dalam lapas masih  jauh dibawah standar Salah satu pelayanan ialah terkait kebutuhan makan dan pelayanan kesehatan. Menurut standar indeks kebutuhan perawatan dan pelayanan kesehatan, seorang penghuni lapas dan rutan membutuhkan biaya Rp 58.863 perharinya. Angka tersebut selama ini tak terpenuhi. Kasubdit Komunikasi Akbar Hadi Prabowo memaparkan data bahwa pada tahun ini pemerintah hanya sanggup menyediakan anggaran Rp. 29.189,-untuk kebutuhan para narapidana perharinya. “Itu berarti anggaran yang tersedia untuk memenuhi kebutuhan napi masih dibawah 50 persen dari indeks ideal,” jelas Akbar. Akbar mengatakan memang tidak mudah bagi negara untuk menanggung beban penghuni lapas yang terus meningkat tiap tahunnya. Dia mencontohkan seorang terpidana dihukum

Pelayanan Narapidana Tak Penuh Standart
JAKARTA – Persoalan over kapasitas yang terjadi di hampir seluruh lembaga pemasyarakatan di Indonesia benar-benar menjadi bom waktu. Peningkatan jumlah tahanan tiap tahunnya tenyata membuat pelayanan di dalam lapas masih  jauh dibawah standar Salah satu pelayanan ialah terkait kebutuhan makan dan pelayanan kesehatan. Menurut standar indeks kebutuhan perawatan dan pelayanan kesehatan, seorang penghuni lapas dan rutan membutuhkan biaya Rp 58.863 perharinya. Angka tersebut selama ini tak terpenuhi. Kasubdit Komunikasi Akbar Hadi Prabowo memaparkan data bahwa pada tahun ini pemerintah hanya sanggup menyediakan anggaran Rp. 29.189,-untuk kebutuhan para narapidana perharinya. “Itu berarti anggaran yang tersedia untuk memenuhi kebutuhan napi masih dibawah 50 persen dari indeks ideal,” jelas Akbar. Akbar mengatakan memang tidak mudah bagi negara untuk menanggung beban penghuni lapas yang terus meningkat tiap tahunnya. Dia mencontohkan seorang terpidana dihukum selama tiga tahun,  maka setidaknya pemerintah harus menyediakan anggaran sebesar Rp 64.5 juta/orang. “Bisa dibayangkan berapa besarnya beban yang harus ditanggung negara untuk merawat narapidana yang jumlahnya lebih dari 165 ribuan dan harus menghuni selama lebih dari 2 tahun,” papar Akbar. Minimnya anggaran itu membuat sejumlah pelayanan tidak terpenuhi dengan baik. Misalnya saja kebutuhan makan. Ternyata jatah makan untuk narapidana yang ditahan di lapas selama ini tiap harinya hanya Rp 7.500 perorang. Jumlah itu jauh jika dibandingkan anggaran makan tahanan di instansi lain seperti Rutan Kepolisian, Kejaksaan maupun KPK. Tahanan di instansi itu bisa mendapatkan jatah makan hingga Rp 40 ribu perharinya. “Ini baru soal pelayanan makanan, padahal mengurus penghuni penjara tidak sekedar diberi makan dan selesai,” ujar Akbar. Persoalan itu memang menjadi konsekuensi yang dihadapi negara ketika menjatuhkan pidana. Pemidanaan tentu tidak boleh mengabaikan hak-hak dasarnya seperti Standart Minimum Rules for Prissoners. Akbar mengatakan Kementerian Hukum dan HAM melihat upaya program percepatan pengembalian narapidana ke tengah-tengah masyarakat merupakan langkah yang sejauh ini efektif untuk mengurangi jumlah penghuni lapas dan rutan. Pengembalian narapidana itu dilakukan dengan memberikan hak remisi hingga pembebasan bersyarat. “Selain percepatan pengembalian warga binaan ke masyarakat, pemberlakuan rehabilitasi bagi pecandu narkoba juga solusi mencegah over kapasitas lapas,” ujarnya. Menurut Akbar selama ini pecandu narkoba termasuk penyumbang narapidana paling banyak di lapas. Dia mengatakan solusi terbaik bagi pecandu bukanlah penempatan di lapas. Namun para pecandu haruslah ditempatkan di pusat-pusat rehabilitas yang memang punya program mengembalikan dari ketergantungan narkotika.(gun)   Sumber: http://radarsukabumi.com/  

What's Your Reaction?

like
0
dislike
0
love
0
funny
0
angry
0
sad
0
wow
0