Rupbasan Semarang Simpan Barang Sitaan Negara Senilai Rp 7 Miliar
Jakarta - Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara (Rupbasan) Kelas I Semarang saat ini menyimpan barang bukti sitaan dan rampasan negara dari 373 kasus yang nilainya cukup banyak yaitu lebih dari Rp 7 miliar. Namun banyak barang yang sudah lama teronggok dan tidak bisa dimanfaatkan.
Kepala Rupbasan Kelas I Semarang, Suharno mengatakan barang sitaan dan rampasan negara dari 373 kasus tersebut memiliki nilai taksiran di awal masuk Rp 7,7 miliar. Barang-barang tersebut titipan dari Polda Jatengm Polrestabes Semarang, Kejagung, Kejati Jateng, dan Kejari Semarang.
"Nilai taksiran awal masuk Rp 7.768.120.000," kata Suharno kepada detikcom di Rupbasan Kelas I Semarang, Jalan Dr Cipto, Semarang, Kamis (9/6/2016).
Dari pantauan detikcom di lokasi, barang yang dititipkan cukup beragam mulai dari lima truk tangki lengkap dengan isi solarnya yang penuh, ribuan tabung gas LPG 3 kg, 194 mesin jenset dari kasus narkoba di Jepara, dan barang lainnya.
Untuk perawatannya, Rupb
Jakarta - Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara (Rupbasan) Kelas I Semarang saat ini menyimpan barang bukti sitaan dan rampasan negara dari 373 kasus yang nilainya cukup banyak yaitu lebih dari Rp 7 miliar. Namun banyak barang yang sudah lama teronggok dan tidak bisa dimanfaatkan.
Kepala Rupbasan Kelas I Semarang, Suharno mengatakan barang sitaan dan rampasan negara dari 373 kasus tersebut memiliki nilai taksiran di awal masuk Rp 7,7 miliar. Barang-barang tersebut titipan dari Polda Jatengm Polrestabes Semarang, Kejagung, Kejati Jateng, dan Kejari Semarang.
"Nilai taksiran awal masuk Rp 7.768.120.000," kata Suharno kepada detikcom di Rupbasan Kelas I Semarang, Jalan Dr Cipto, Semarang, Kamis (9/6/2016).
Dari pantauan detikcom di lokasi, barang yang dititipkan cukup beragam mulai dari lima truk tangki lengkap dengan isi solarnya yang penuh, ribuan tabung gas LPG 3 kg, 194 mesin jenset dari kasus narkoba di Jepara, dan barang lainnya.
Untuk perawatannya, Rupbasan Kelas I Semarang semiliki anggaran Rp 60 juta per tahun untuk mengelola dan merawat semua barang tersebut. Selain menjaga, petugas Rupbasan memang memiliki tugas untuk merawatnya.
"Yang dikelola banyak, seperti kendaraan bermotor mobil, motor, seminggu dirawat 3 kali, mesin yang masih hidup dipanasi," sambungnya.
Namun beberapa barang tetap akan berkurang nilainya seiring berjalannya waktu seperti kayu dan minyak yang terus menguap. Kendaraan bermotor juga akan semakin rusak jika tidak digunakan. Barang-barang itu sebenarnya merupakan aset negara yang seharusnya bisa dilelang dan masuk kas negara.
"Ini yang harus dibenahi, jadi bagaimana upaya kita nanti hukumnya agar barang sitaan nanti ini bisa cepat dilelang," kata Direktur Jenderal Peraturan Perundang-undangan (Ditjen PP) Kemenkum HAM, Prof Widodo Ekatjahjana.
Saat ini Kemenkum HAM sedang mengerjakan rancangan Peraturan Presiden (Perpres) yang akan dikelola dalam satu pintu yaitu Rupbasan untuk menyelamatkan aset negara. Selama ini tidak semua kasus hukum barang sitaan atau rampasannya dititipkan di Rupbasan sehingga tidak satu pintu.
"Saya kira konsep yang sedang dibangun teman-teman kan tidak konvensional menyimpan barang-barang di bangunan seperti ini (Rupbasan). Misalnya kalau kapal di pantai bisa Rupbasan Line, kan tetap masuk wilayah sementara Rupbasan. Kan tidak mungkin bawa kapal besar yang misal disita Kementrian Perikanan dan Kelautan. Atau kayu illegal logging di tengah hutan kan susah, nah daripada lapuk kan segera dilelang," terang Widodo.
"Bagaiaman bisa lelang cepat? Mekanisme ini yang sedang kita eksplorasi untuk berikan masukan," imbuhnya.
Sementara itu salah satu anggota tim perumusan Perpres tersebut, Yenti Garnasih menyatakan kalau negara juga harus bertanggungjawab terhadap barang sitaan negara misalnya terhadap biaya perawatan. Ia mencotohkan di Rupbasan Jakarta anggaran perawatan hanya Rp 24 juta per tahun untuk merawat 175 mobil termasuk mobil mewah yang disita.
"Di Jakarta itu Rp 24 juta untuk satu tahun, dan itu ternyata sudah bertahun-tahun dibiarkan. Dari DPR RI bisa membuat undang-undangnya lagi, kesalahan masa lalu jangan dipanjang-panjangkan," terang Yenti.
Selain itu diharapkan nantinya barang sitaan bisa dimafaatkan atau segera dilelang. Ia mencontohkan bus sitaan bisa tetap beroperasi atau hotel tetap bisa beroperasi namun dengan pengelola yang sudah ditunjuk dan bermanfaat untuk negara.
"Harusnya lelang itu tidak usah menunggu inkrah. Ada visi pengelolaan hasil kejahatan bisa dikelola tidak hanya disimpan. Misal bus biar saja bisa trayek, tapi pengelolaannya bisa ditunjuk," tegasnya.(alg/aws)
Sumber : detik.com