MANADO — Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) Kementerian Hukum dan HAM (Kemkumham) Sulut, membeber hasil penyelidikan kaburnya tiga Narapidana (Napi) dari Lembaga Pemasyarakatan (LApas) Klas IIA Manado, lalu. Menurut Kakanwil Y Ambeg Paramarta B.c IP SH MSi, Kepala Lapas (Kalapas) dan lima Petugas Lapas diberikan sanksi indispliner.
Dari pernyataan pers, kemarin, Ambeg didampingi Kepala Divisi (Kadiv) Pemasyarakatan Drs Purwadi Utomo BcIP SH mengatakan, otak dari lolosnya tiga Napi dilakukan oleh salah satu Tamping (Narapidana Pembantu Petugas Lapas, red), yang ikut kabur bersama dua Napi lainnya. “Berdasarkan hasil penyelidikan tim, upaya melarikan diri yang dilakukan ke tiga Napi, dengan mengganti gembok atau menggandakan kunci ruang tahanan, otak pelakunya adalah salah satu Tamping,†jelas Ambeg.
Dari hasil penyelidikan dan rekomendasi dari tim yang sudah dibentuk, lanjutnya, dari delapan orang yang diperiksa, enam orang diantaranya terbukti lalai dalam menjalankan tugas sesuai dengan Standart Operasional Procedure (SOP) di Lapas Manado.
Mereka adalah Kalapas, Kepala Kesatuan Personel Pengamanan Lapas (KPLP) dan empat petugas Lapas yang bertugas saat peristiwa itu terjadi. “Sanksinya berupa surat pernyataan tidak puas secara tertulis dan penundaan gaji berkala selama satu tahun. Sanksi ini jangan dilihat enteng, tetapi berpengaruh dalam pengembangan karir,†tegas Ambeg.
Sanksi yang diberikan sudah sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 53/2010 tentang Kedisplinan PNS. “Faktor lain yang ikut mendukung keberhasilan ketiga Napi melarikan diri, karena kondisi bangunan Lapas yang tidak terlalu tinggi.
Kemudian, jumlah petugas keamanan di Lapas hanya sepuluh orang, belum bisa menjangkau jumlah Napi yang ada berjumlah 450 orang. Artinya satu orang petugas Lapas harus menjangkau 45 Napi,†sebut Ambeg.
Ambeg membandingkan dengan Lapas di Negara-negara maju yang hanya dalam hitungan detik, pintu kamar Napi bisa dibuka dan ditutup. Berbeda dengan Lapas Manado, satu kunci berfungsi hanya untuk satu kamar.
“Permasalahan di dalam Lapas di Indonesia, ibarat sebuah teori gunung es. Kita harus mampu melihat fenomena taktis, struktural dan filosofis, dalam rangka menyelesaikan beragam masalah di dalam Lapas,†pungkasnya. (*)
|