Bapas Bogor FGD-kan “Antisipasi Kasus ABH Teroris”

 Bogor, INFO_PAS – Balai Pemasyarakatan (Bapas) Bogor mengadakan Forum Group Discussion (FGD) bertema "Antisipasi Kasus Anak Berhadapan dengan Hukum Teroris,” Senin (7/3). Peserta FGD antara lain seksi bimbingan klien anak dan dewasa Bapas Bogor, Retno yang merupakan psikolog Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A), serta dosen Universitas Indonesia, Iqrak Sulhin. Kepala Bapas Bogor, Darmalingganawati, menyebut seiring dengan perkembangan jaman, aksi terorisme yang marak terjadi di Indonesia mengalami perubahan dilihat dari pelbagai sisi. “Aksi terorisme yang saat ini terjadi cenderung dilakukan secara terang-terangan. Contohnya adalah kasus bom Sarinah. Selain itu, proses perekrutan teroris saat ini juga cenderung lebih terbuka,” tuturnya. Diakuinya, teknologi dan informasi mengalami perkembangan yang sangat pesat yang menghasilkan pelbagai dampak, baik dampak positif maupun negatif. “Dampak dari berk

Bapas Bogor FGD-kan “Antisipasi Kasus ABH Teroris”
 Bogor, INFO_PAS – Balai Pemasyarakatan (Bapas) Bogor mengadakan Forum Group Discussion (FGD) bertema "Antisipasi Kasus Anak Berhadapan dengan Hukum Teroris,” Senin (7/3). Peserta FGD antara lain seksi bimbingan klien anak dan dewasa Bapas Bogor, Retno yang merupakan psikolog Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A), serta dosen Universitas Indonesia, Iqrak Sulhin. Kepala Bapas Bogor, Darmalingganawati, menyebut seiring dengan perkembangan jaman, aksi terorisme yang marak terjadi di Indonesia mengalami perubahan dilihat dari pelbagai sisi. “Aksi terorisme yang saat ini terjadi cenderung dilakukan secara terang-terangan. Contohnya adalah kasus bom Sarinah. Selain itu, proses perekrutan teroris saat ini juga cenderung lebih terbuka,” tuturnya. Diakuinya, teknologi dan informasi mengalami perkembangan yang sangat pesat yang menghasilkan pelbagai dampak, baik dampak positif maupun negatif. “Dampak dari berkembang pesatnya teknologi dan informasi tersebut telah dialami oleh setiap individu dan kelompok, tidak terkecuali anak-anak,” lanjutnya. Sementara itu, Iqrak Sulhin dari Universitas Indonesia memaparkan apa yang harus dilakukan oleh negara terhadap anak yang orangtuanya termasuk dalam pidana terorisme. “Perlu adanya koordinasi, pencegahan radikalisme masuk dalam diri petugas lembaga pemasyarakatan (lapas), serta peranan masing-masing lembaga yang terkait dengan terorisme. Sel-sel terorisme bisa dari apa saja karena mencari orang-orang yang punya keahlian/memiliki kelebihan dan keyakinan yang setengah-setengah,” papar pria bergelar doktor itu. Dukungan serupa disampaikan Retno dari P2TP2A yang menilai anak-anak harus mempunyai  keyakinan yang begitu kuat. “Untuk menetralisir kondisi anak-anak yang sudah terpengaruh dengan paham-paham teroris, ada perbedaan konteks kultural terhadap pandangan kejahatan masing-masing negara. Pidana penjara tidak berarti aspek melindungi anak, jadi tidak dipertanggungjawabkan. Masuk lembaga pembinaan khusus anak berarti dilindungi oleh negara,” ucap Retno. Pada kesempatan yang sama, Ricki selaku Kepala Seksi Bimbingan Klien Anak Bapas Bogor menjelaskan pihaknya melakukan penelitian kemasyarakatan (litmas) orientasi awal kepada klien teroris untuk mencegah penyebaran atau pengaruh terorisme di dalam lapas. “Kami juga mengajak pekerja sosial dan psikolog untuk menambah wawancara dalam litmas mengingat target terorisme adalah anak-anak muda,” jelas Ricki. Diakhir FGD, semua pihak menyepakati bahwa adanya pertemuan ini mendorong kebijakan dan ketegasan negara mengenai tanggung jawab terhadap penanganan anak-anak yang orangtuanya terlibat terorisme. (IR)     Kontributor: Bapas Bogor  

What's Your Reaction?

like
0
dislike
0
love
0
funny
0
angry
0
sad
0
wow
0