SEJARAH

Bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila, pemikiran-pemikiran mengenai fungsi pemidanaan tidak lagi sekadar penjeraan, tetapi juga merupakan suatu usaha rehabilitasi dan reintegrasi sosial Warga Binaan yang telah ditetapkan dengan suatu sistem perlakuan terhadap para pelanggar hukum di Indonesia yang dinamakan dengan Sistem Pemasyarakatan. Istilah Pemasyarakatan untuk pertama kali disampaikan oleh Dr. SAHARDJO Menteri Kehakiman saat itu pada tanggal 5 Juli 1963 dalam pidato penganugerahan gelar Doctor Honoris Causa oleh Universitas Indonesia. Pemasyarakatan oleh beliau dinyatakan sebagai tujuan dari pidana penjara.

    Satu tahun kemudian, pada tanggal 27 April 1964 dalam Konferensi Jawatan Kepenjaraan yang dilaksanakan di Lembang Bandung, istilah Pemasyarakatan dibakukan sebagai pengganti kepenjaraan. Pemasyarakatan dalam konferensi ini dinyatakan sebagai suatu sistem pembinaan terhadap para pelanggar hukum, serta sebagai pengejawantahan keadilan yang bertujuan mencapai reintegrasi sosial atau pulihnya kesatuan hubungan hidup, kehidupan, dan penghidupan Warga Binaan di tengah masyarakat. Dalam perkembangan selanjutnya, pelaksanaan Sistem Pemasyarakatan ditetapkan melalui Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, yang menjadikan pelaksanaan Sistem Pemasyarakatan semakin optimal.

    Seiring berjalannya waktu, tuntutan tugas Pemasyarakatan sebagai bagian dari sistem peradilan pidana yang berkembang secara dinamis sesuai perubahan zaman membutuhkan perluasan peran. Melalui pengesahan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan, maka fungsi dan tanggung jawab Pemasyarakatan dalam penyelenggaraan pola perlakuan bagi Tahanan, Anak, dan Warga binaan sejak tahap pra adjudikasi, adjudikasi, dan pasca adjudikasi semakin kuat dan kokoh.

Sistem Pemasyarakatan diselenggarakan dalam rangka memberikan jaminan pelindungan terhadap hak Tahanan dan Anak serta meningkatkan kualitas kepribadian dan kemandirian Warga Binaan agar menyadari kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana, sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik, taat hukum, bertanggung jawab, dan dapat aktif berperan dalam pembangunan serta sekaligus memberikan pelindungan kepada masyarakat dari pengulangan tindak pidana.