Perkembangan Kemampuan WBP Picu Pertumbuhan Industri di Lapas

Perkembangan Kemampuan WBP Picu Pertumbuhan Industri di Lapas

Tumbuh dan berkembang merupakan terminologi yang sampai saat ini sulit untuk dibedakan, bahkan ada yang beranggapan kedua term tersebut memiliki pengertian yang sama. Suatu objek dianggap tumbuh atau berkembang ketika terlihat perubahan secara fisik pada ob. Menjadi pertanyaan apakah perubahan fisik menjadi indikator utama sesuatu diberikan pengertian tumbuh atau berkembang.

Dalam ilmu logika menjadi sebuah kepentingan menjawab problem terminologi dengan cara mendefinisikan lebih dahulu terminologi tersebut sebab fungsi dari defenisi adalah sebagai alat penjelas, pembatas, dan pembeda agar suatu terminologi defenisinya tidak tumpang tindih dengan terminologi yang lain. Bahkan, defenisi dari defenisi itu sendiri penting untuk dijawab agar salah satu subjek ilmu logika, yaitu defenisi punya pengertian yang jelas. Defenisi dari defenisi adalah subjek ilmu logika yang berfungsi untuk menjelaskan, membedakan, dan membatasi sesuatu untuk menjawab pertanyaan dalam konteks pengertian.

 

Perbedaan Pertumbuhan dan Perkembangan?

Dalam science, pertumbuhan dapat didefinisikan sebagai suatu proses bertambahnya jumlah sel tubuh suatu organisme yang disertai dengan bertambahnya ukuran, berat, serta tinggi yang bersifat irreversible (tidak dapat kembali pada keadaan semula), sedangkan perkembangan adalah proses yang bersifat kualitatif dan berhubungan dengan kematangan seorang individu yang ditinjau dari perubahan yang bersifat progresif serta sistematis di dalam diri manusia.

Dari kedua defenisi tersebut, kita dapat mendikotomikan perbedaan pertumbuhan dan perkembangan. Secara substansi, pertumbuhan lebih bersifat kuantitatif, sedangkan perkembangan lebih mengarah pada hal-hal yang sifatnya kualitatif.

Sebelum kita membahas kaitan antara pertumbuhan dan perkembangan dengan Sistem Pemasyarakatan, terlebih dahulu kita akan membahas fase perkembangan sistem ‘penologi’ mulai dari sistem sistem kepenjaraan sampai dengan Sistem Pemasyarakatan. Sistem kepenjaraan adalah sistem perlakuan terhadap terhukum (narapidana) dimana sistem ini merupakan tujuan dari pidana penjara bagi mereka yang telah terbukti melakukan tindak pidana dan kemudian oleh pengadilan dijatuhi hukuman (pidana). Maka, oleh pengadilan orang yang dijatuhi hukuman tadi kemudian dikirim ke penjara untuk melaksanakan dan menjalani hukumannya sampai habis masa pidananya. Suasana di dalam penjara bagi orang yang bersalah tadi diperlakukan dengan sistem perlakuan berupa penyiksaan dan hukuman-hukuman badan lainnya agar si terhukum betul-betul merasa tobat dan jera sehingga tidak akan melakukan perbuatan-perbuatan yang menyebabkan ia masuk penjara lagi dengan sistem perlakuan sebagaimana yang digambarkan diatas tidak lain adalah merupakan tujuan dari pidana penjara. Pelaksanaan pidana penjara dilakukan pada suatu tempat berupa bangunan yang dirancang khusus dan kemudian diberi nama dengan bangunan penjara (Gunakaya, 1988: 41-42).

Bagi Negara Indonesia yang berdasarkan Pancasila, pemikiran-pemikiran baru mengenai fungsi pemidanaan yang tidak lagi sekedar penjeraan, tetapi juga merupakan suatu usaha rehabilitasi dan reintegrasi sosial Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) telah melahirkan suatu sistem pembinaan yang dikenal dengan nama Sistem Pemasyarakatan. Dalam Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan menyatakan bahwa Sistem Pemasyarakatan adalah suatu tatanan mengenai arah dan batas serta cara pembinaan WBP berdasarkan Pancasila yang dilaksanakan secara terpadu antara pembina, yang dibina, dan masyarakat untuk meningkatkan kualitas WBP agar menyadari kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan, dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggungjawab. Pembaharuan pelaksanaan pidana penjara dengan Sistem Pemasyarakatan didalam segi operasionalnya memerlukan sikap yang positif dari para pihak, yaitu petugas yang berwenang terutama polisi, jaksa, hakim, dan pengawal lembaga pemasyarakatan (lapas), serta masyarakat yang menjadi wadah kehidupan manusia. Sinergi para pihak yang berproses dalam pembinaan Sistem Pemasyarakatan akan menghasilkan output mantan narapidana yang menjadi anggota masyarakat kembali dan dapat menyelaraskan diri serta taat kepada hukum.

Sistem Pemasyarakatan di Indonesia terdapat tiga pilar utama untuk menunjang keberhasilan tujuan Pemasyarakatan, yakni reintegrasi hidup dalam arti luasnya pemulihan atau memulihkan kesatuan hubungan yang telah retak antara narapidana dengan masyarakat. Kesatuan hubungan itu diharapkan dapat pulih dengan melibatkan tiga pilar, yakni:

(a) Masyarakat;

(b) Petugas Pemasyarakatan;

(c) Narapidana;

Ketiga pilar tersebut harus saling terkait dan saling menjaga keseimbangan didalam memecahkan suatu permasalahan yang ada, khususnya dalam melaksanaan pembinaan untuk membentuk narapidanayang berintegrasi sosial setelah keluar dari lapas (Gunakaya, 1988:125).

 

Apakah WBP mengalami perkembangan selama menjalani kehidupan di dalam lapas?

Pertanyaan diatas dapat dijawab dengan melihat apakah program pembinaan di lapas telah berjalan secara baik atau tidak. Suatu program yang baik menurut Bintoro Tjokroamidjojo (1984:181) harus memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

  1. Tujuan yang dirumuskan secara jelas;
  2. Penentuan peralatan yang terbaik untuk mencapai tujuan tersebut;
  3. Suatu kerangka kebijaksanaan yang konsisten atau proyek yang saling berkaitan untuk mencapai tujuan program seefektif mungkin;
  4. Pengukuran dengan ongkos-ongkos yang diperkirakan dan keuntungan yang diharapkan akan dihasilkan program tersebut;
  5. Hubungan dalam kegiatan lain dalam usaha pembagunan dan program pembangunan lainnya;
  6. Pelbagai upaya dalam bidang manajemen, termasuk penyediaan tenaga pembiayaan dan lain-lain untuk melaksanakan program tersebut. Dengan demikian dalam menentukan suatu program harus dirumuskan secara matang sesuai dengan kebutuhan agar dapat mencapai tujuan melalui partisipasi dari masyarakat.

Seluruh ciri diatas output-nya akan terlihat pada hasil dari program pembinaan  yang bertujuan menyiapkan masyarakat tangguh, memiliki keterampilan, produktif, dan berdaya saing global. Saat ini dunia Pemasyarakatan telah jauh mengalami perubahan, lapas tidak lagi menjadi tempat pembinaan secara konvensional, tetapi juga dapat menjadi salah satu sarana yang mendorong dihasilkannya produk-produk berkualitas dan berdaya saing. Saat ini dunia Pemasyarakatan tidak lagi bergelut pada ranah pembinaan karakter dan perubahan mindset, tetapi Pemasyarakatan hari ini telah merambah ke dunia industri.

Saat ini tercatat misalnya di Jawa Barat telah ditetapkan dan dibangun sepuluh industri di lapas, mulai dari manufacturing, percetakan, olahan makanan, dan penggemukan sapi. Di Lapas Kelas III Warungkiara Sukabumi misalnya, kegiatan yang dilaksanakan adalah peternakan terpadu dengan kegiatan utama penggemukan sapi, Industri Plastic Injection Molding di Lapas Kelas III Bekasi, budidaya ikan air tawar dan pembuatan pakan ikan di Lapas Kelas III Gunung Sindur, pengolahan bakso dan abon di Lapas Kelas IIB Sukabumi, serta peternakan terpadu di Lapas Kelas IIA Kuningan.

Kemudian program di lapas lainnya, yakni budidaya ikan lele intensif kolam terpal pada Lapas Kelas IIA Karawang, peternakan terpadu pada Lapas Kelas IIA Cibinong, industri pengolahan daging sapi (bakso dan sosis) pada Lapas Kelas IIA Bogor, percetakan suka printing pada Lapas Kelas I Sukamisin Bandung, serta industri tekstil, konveksi, bola, dan rotan sintetis pada Lapas Kelas I Cirebon. Bahkan, di daerah Jawa Tengah, tepatnya di Lapas Kelas IIA Sragen telah diekspor 18.500 lembar keset berkarakter hasil karya WBP ke Australia pada 2018 yang lalu. Ini menjadi sebuah penanda hasil karya WBP di lingkup lapas tidak bisa diremehkan. Keberhasilan program pembinaan di lapas saat ini telah mengubah dan menggeser paradigma pembinaan. Tidak hanya sekedar memberi keterampilan sebagai bekal WBP untuk kembali ke masyarakat, tetapi mengarah pada pembinaan yang produktif dalam wujud pembangunan industri di lapas.

Keberhasilan Kementerian Hukum dan HAM, khususnya Direktorat Jenderal (Ditjen) Pemasyarakatan, tidak terlepas dari adanya kerja sama dengan para stakeholder guna membangun Indonesia yang lebih maju dan produktif, misalnya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat melalui Ditjen Bina Konstruksi bekerja sama dengan Ditjen Pemasyarakatan menyelenggarakan kegiatan peningkatan kapasitas bagi petugas dan WBP bidang jasa konstruksi di Makassar.

Dosen Program Studi Administrasi Perkantoran Vokasi Universitas Indonesia ikut andil dalam pelatihan pemasaran digital serta peluncuran website www.lapita.co.id, yaitu sebagai media yang dapat digunakan dalam pemasaran digital produk karya WBP Lapas Perempuan Kelas IIA Jakarta. Program pembinaan yang melibatkan instansi lain ini membuktikan bahwa perkembangan kemampuan WBP memicu pertumbuhan industri di lapas.

Hari ini dunia Pemasyarakatan terus mengembangkan sayapnya. Program pembinaan yang lebih terarah dan lebih sistematis membuat para WBP terus meningkatkan kemampuan. Berkembangnya kemampuan WBP inilah nantinya akan memicu terus bertumbuhnya industri di lapas.

 

 

Penulis: Salman Alfarisi (Lapas Perempuan Sungguminasa)

What's Your Reaction?

like
0
dislike
0
love
0
funny
0
angry
0
sad
0
wow
0