Aksiologis Hukum dalam Penerapan Restorative Justice di Indonesia

Aksiologis Hukum dalam Penerapan Restorative Justice di Indonesia

Menurut Kamus Besara Bahas Indonesia, kata aksiologi berasal dari kata “axios” yang berarti “nilai”. Kata tersebut ditambah dengan kata “logos” berarti”ilmu. Jadi, aksiologi adalah teori tentang nilai. Maka dari itu, aksiologi membahas mengenai suatu nilai dalam ilmu pengetahuan di mana ilmu pengetahuan tersebut dapat diketahui kegunaannya. Secara moral dapat kita telaah apakah nilai tersebut dapat meningkatkan kualitas dari manusia. Nilai-nilai berkaitan dengan apa yang memuaskan keinginan atau kebutuhan seseorang, kualitas, dan harga sesuatu atau tanggapan apresiatif. Dapat kita pahami bahwa suatu nilai berkaitan dengan kepuasan di mana kepuasan tersebut didasari kualitas yang baik karena suatu nilai menandakan suatu bentuk yang berharga dan berkualitas.

Dalam pergaulan masyarakat akan kita temui aneka hubungan antara anggota masyarakat, yaitu hubungan yang ditimbulkan oleh kepentingan-kepentingan anggota masyarakat. Oleh karena itu, para anggota masyarakat memerlukan aturan-aturan yang dapat menjamin keseimbangan agar dalam hubungan yang terjadi tidak mengalami kekacauan. Aturan-aturan hukum itu dibuat dan diadakan atas kehendak dan keinginan dari tiap-tiap anggota masyarakat. Peraturan-peraturan hukum bersifat mengatur dan memaksa anggota masyarakat. Setiap hubungan kemasyarakatan tidak boleh bertentangan dengan ketentuan-ketentuan dalam peraturan hukum yang ada dan berlaku dalam masyarakat. Setiap pelanggar peraturan hukum yang ada akan dikenakan sanksi berupa hukuman sebagai reaksi terhadap perbuatan melanggar hukum yang dilakukannya.

Untuk menjaga agar peraturan-peraturan hukum itu dapat berlangsung terus dan diterima oleh seluruh anggota masyarakat, maka peraturan-peraturan hukum yang ada harus sesuai dan tidak boleh bertentangan dengan asas-asas keadilan dari masyarakat tersebut. Dengan demikian, hukum dibuat dan diadakan bertujuan menjamin adanya kepastian hukum dalam masyarakat dan harus bersendikan keadilan Restorative Justice.

 

Aksiologis Restorative Justice

Keadilan Restoratif adalah model penghukuman yang dijatuhkan oleh pengadilan berdasarkan pemulihan hak korban. Hukuman yang dijatuhkan kepada pelaku bertujuan semaksimal mungkin mengembalikan kepada korban tindak pidana sebelum terjadinya peristiwa pidana. Dalam sistem peradilan pidana sebaiknya diterapkan prinsip Keadilan Restoratif karena selama ini pidana penjara dijadikan sebagai sanksi utama pada pelaku kejahatan yang terbukti bersalah di pengadilan.

Seperti yang sudah dipaparkan sebelumnya, konsep Keadilan Restoratif mengedepankan dialog yang dilakukan para pihak yang bersangkutan, seperti pelaku, korban, dan masyarakat atau komunitas. Namun, yang perlu diperhatikan bahwa konsep aksiologis Restorative Justice ini perlu adanya kesadaran para pihak untuk menemukan solusi dan tindakan tepat atas dampak dari tindakan pelaku kejahatan tersebut.

Dalam Keadilan Restoratif, pelaku tindak kejahatan harus menunjukkan rasa menyesal dan rasa bersalahnya kepada korban sehingga korban dapat melihat rasa penyesalan tersebut dan mengetahui lebih dalam latar belakang pelaku melakukan tindakan kejahatan. Dengan demikian, konsep Keadilan Restoratif lebih berfokus pada tindakan, bukan pada pelaku.

 

Penerapan Restorative Justice

Penerapan konsep Restorative  Jutice tertuang secara jelas pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPPA) yang mengatur secara eksplisit tentang penyelesaian perkara pidana yang dilakukan anak di bawah umur dengan tidak hanya berfokus pada pelaku, namun juga melibatkan korban, keluarga pelaku/korban, dan pihak lain yang terkait (Pasal 1 angka 6 UU SPPA). Penerapan konsep Restorative Justice hingga kini telah mengalami perkembangan yang cukup pesat dengan dikeluarkannya berbagai peraturan, salah satunya peraturan terbaru dari Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2021 tentang Penanganan Tindak Pidana Berdasarkan Keadilan Restoratif.

Restorative Justice sendiri memiliki makna keadilan yang merestorasi. Apa yang sebenarnya direstorasi? Dalam proses peradilan pidana konvensional dikenal adanya restitusi atau ganti rugi terhadap korban, sedangkan restorasi memiliki makna yang lebih luas. Restorasi meliputi pemulihan hubungan antara pihak korban dan pelaku. Pemulihan hubungan ini bisa didasarkan atas kesepakatan bersama antara korban dan pelaku. Pihak korban dapat menyampaikan mengenai kerugian yang dideritanya dan pelaku pun diberi kesempatan untuk menebusnya melalui mekanisme ganti rugi, perdamaian, kerja sosial, maupun kesepakatan-kesepakatan lainnya. Kenapa hal ini menjadi penting? Karena proses pemidanaan konvensional tidak memberikan ruang kepada pihak yang terlibat, dalam hal ini korban dan pelaku, untuk berpartisipasi aktif dalam penyelesaian masalah mereka. Setiap indikasi tindak pidana, tanpa memperhitungkan eskalasi perbuatannya, akan terus digulirkan ke ranah penegakan hukum yang hanya menjadi jurisdiksi para penegak hukum. Partisipasi aktif masyarakat seakan tidak menjadi penting lagi. Semuanya hanya bermuara pada putusan pemidanaan atau punishment tanpa melihat esensi.

Setiap penanganan perkara pidana lebih mencerminkan rasa keadilan bagi masyarakat. Pendekatan humanis yang lebih adil harus didorong dan diutamakan daripada pendekatan formal legalistik kaku yang tidak menciptakan keadilan di masyarakat karena sejatinya yang dicari dalam sebuah proses pemidanaan pun adalah keadilan sehingga sang pemutus nantinya bisa menciptakan putusan berdasarkan keadilan, bukan berdasarkan hukum. Sama seperti pepatah yang populer,Fiat Justisia Ruat Coelum”, walau langit runtuh, keadilan harus ditegakkan.

 

Penulis: Khaerudin (PK Petama Bapas Kelas I Tangerang)

What's Your Reaction?

like
0
dislike
0
love
1
funny
0
angry
0
sad
0
wow
0