Bapas Jakarta Pusat Kembali Gelar Kegiatan Pascarehabilitasi Klien PAS
Jakarta, INFO_PAS – Balai Pemasyarakatan (Bapas) Kelas I Jakarta Pusat kembali menyelenggarakan giat pascarehabilitasi periode kedua bagi klien Pemasyarakatan mantan pecandu, pengguna, dan penyalahguna narkotika yang sedang menjalani pembimbingan integrasi, Rabu (5/8). Apalagi mengutip jurnal Pusat Penelitian, Data, dan Informasi Badan Narkotika Nasional (BNN) Tahun 2018, penyalahguna narkotika di Indonesia mencapai 1,77% atau 3.367.154 orang pada kelompok usia 10-59 tahun.
Udur Martionna selaku Kepala Seksi Bimbingan Klien Anak Bapas Jakarta Pusat menyampaikan jika seorang mantan penyalahguna narkotika kembali ke lingkungan pecandu, hal tersebut membuka peluang bagi dirinya untuk kembali menjadi pecandu. “Keluarga harus menempatkan klien dalam lingkungan yang mendukung dan klien harus berkomitmen dan berusaha keras menguasai diri,” pesannya.
Pascarehabilitasi adalah layanan yang diberikan kepada pecandu narkotika, pengguna narkotika, dan penyalahgunaan narkotika sebagai tahap pembinaan lanjutan setelah menjalani rehabilitasi (medis dan sosial). Pemulihan kesehatan dan pengembalian fungsi sosial adalah target program rehabilitasi, sedangkan pascarehabilitasi menekankan pembinaan untuk mencegah potensi kambuh dan melatih kemampuan pengambilan keputusan dalam suatu masalah.
Dokter Nadiah selaku narasumber dari BNN Provinsi DKI Jakarta memberikan pemahaman kepada peserta bahwa proses pemulihan mantan penyalahguna narkotika berlangsung seumur hidup. Selain faktor dekatnya klien dengan lingkungan pecandu, banyak mantan penyalahguna kembali menggunakan narkotika sebagai penambah stamina untuk memenuhi tuntutan target pekerjaan dan mengalihkan diri dari permasalahan berat.
Oleh karena itu, keterlibatan keluarga dalam pascarehabilitasi sangat penting karena keluarga adalah lingkungan terdekat yang menjadi agen pendukung utama mantan pecandu narkotika menghadapi masa pemulihan dan masa kekambuhan.
“Kami membuka kesempatan klien untuk menjadi agen perubahan. Salah satu peran agen perubahan adalah mengubah stigma masyarakat. Mantan pengguna narkotika kerap diasosiasikan sebagai individu yang tidak punya masa depan, jahat, berdosa, hingga pelaku kriminal seumur hidup. Stigma-stigma tersebut kerap menjadi perilaku diskriminasi yang membuat pengguna narkotika kesulitan untuk mengakses pertolongan medis ataupun dukungan dari lingkungan sekitar,” urai Nadiah.
Bersama keluarga, klien juga harus memahami adiksi narkotika adalah family disease karena merusak pranata keluarga dari aspek emosi keuangan, dan hubungan sosial. “Keluarga harus peka terhadap fase-fase relapse klien sehingga dapat ditangani dengan cara tepat. Adiksi tidak dapat disembuhkan dengan isolasi. Keluarga adalah elemen penting dalam recovery,” pungkas Nadiah.
Kontributor: Adityo Mukti