Kemenkumham Songsong Berlakunya Hukum yang Hidup dalam Masyarakat Berdasarkan UU KUHP

Kemenkumham Songsong Berlakunya Hukum yang Hidup dalam Masyarakat Berdasarkan UU KUHP

Jakarta, INFO_PAS – Kementerian Hukum dan Hak Asasi Masunia (Kemenkumham) RI  siap songsong berlakunya hukum yang hidup dalam masyarakat sesuai yang diamatkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Hal tersebut diutarakan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham), Yasonna H. Laoly, dalam seminar nasional bertajuk “Kemenkumham Menyongsong Berlakunya Hukum yang Hidup dalam Masyarakat Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP” di Graha Pengayoman Kemenkumham, Senin (24/7).

“Pengesahan RUU KUHP menjadi UU KUHP merupakan perjalanan panjang. Gagasan pembentukan RUU KUHP muncul sejak tahun 1963. Setelah sekian lama, pemerintah dan DPR mengesahkan UU KUHP.  Meski menuai pro dan kontra, KUHP merupakan produk hukum anak bangsa yang patut diapresiasi. Ini ada buah kerja keras kita bersama dalam menghasilkan sebuah produk hukum,” ujar Yasonna saat membuka seminar nasional tersebut.

Ia menambahkan, UU KUHP yang saat ini berlaku juga mengatur bagaimana hukum tidak tertulis yang berlaku dalam masyarakat dapat dimplementasikan sesuai kondisi yang ada. “Menggabungkan hukum positif dan hukum yang hidup dalam masyarakat yang disebut sebagai sistem yudifikasi hukum di mana hanya hukum tertulis saja yang berlaku. Hal ini menjadi bahan pemikiran bagaimana mengatur hukum adat sehingga menjadi petunjuk pelaksanaan KUHP yang berlaku dan implementasinya di masyarakat,” tambah Yasonna.

Terkait pemberlakukan UU KUHP, senada dengan pernyataan Menkumham, Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Edward Omar Sharif Hiariej, dalam keynote speech yang dibacakan Direktur Jenderal Hak Asasi Manusia, Dhahana Putra, menyatakan untuk memperkuat keberlakuan hukum yang hidup dalam masyarakat tersebut diperlukan peraturan pemerintah yang mengatur substansi yang mengatur mengenai tindak pidana terkait pemberlakukan hukum tidak tertulis yang berlaku dalam masyarakat. Edward melanjutkan, pemberlakukan hukum yang hidup dalam masyarakat diakui sebagai tindak pidana dan diancam dengan sanksi pidana merupakan pengecualian pemberlakuan asas legalitas dalam sistem hukum pidana di Indonesia.

“Pada ranah konstitusi, pengakuan terhadap eksistensi masyarakat hukum adat juga diberikan oleh berbagai peraturan perundang-undangan di bawah konstitusi. Bahkan, berbagai peraturan perundang-undangan yang muncul usai amandemen UUD 1945 memberikan pengakuan terhadap eksistensi masyarakat adat dari berbagai aspek,” ujar Dhahana.

Sejalan spirit yang dibangun dalam amandemen UUD 1945 tersebut, kehendak untuk mengakui eksistensi hukum yang hidup dalam masyarakat menjadi tekad segenap bangsa. Untuk itu, pembaruan hukum pidana tidak dapat mengabaikan aspek-aspek tradisi Indonesia dengan tetap mengakui hukum yang hidup dalam masyarakat, baik sebagai sumber hukum positif maupun sumber hukum yang bersifat negatif.

“Pembaruan hukum pidana pada hakikatnya harus ditempuh dengan pendekatan yang berorientasi pada kebijakan (policy-oriented approach) sekaligus pendekatan yang berorientasi pada nilai (value oriented approach),” terangnya.

Sementara itu, terkait pelaksanaan seminar nasional ini, dapat diketahui kondisi kekinian terhadap praktik hukum yang berlaku dalam masyarakat. Selain itu, juga terdapat gagasan-gagasan penting dan strategis guna mengimplementasikan secara tepat dan manfaat Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023, khususnya pada penerapan hukum yang hidup di masyarakat. Dengan demikian, tujuan negara Indonesia yang tertuang dalam UUD 1945 alinea ke-4 dapat tercapai dengan sebaik-baiknya. (yp).

What's Your Reaction?

like
0
dislike
0
love
0
funny
0
angry
0
sad
0
wow
0