Menggapai Tujuan Pembinaan Pemasyarakatan dengan Tanggung Jawab Sosial

Menggapai Tujuan Pembinaan Pemasyarakatan dengan Tanggung Jawab Sosial

Selama ini mungkin masyarakat awam mengenal dunia kepenjaraan atau yang istilah sekarang disebut Pemasyarakatan sebagai momok yang menakutkan penuh dengan tindakan represif dan punitif. Tentu itu sama sekali tak berdasar. Atau mungkin juga mengenal dunia Pemasyarakatan hanya bersifat rigiditas (kaku) seputar keamanan ketertiban dan rutinitas yang ajek semata.

Lebih dari itu, Sistem Pemasyarakatan menawarkan dan mengakomodasi secara prodeo, baik kebutuhan lahiriah bahkan menyentuh sampai ke yang batiniah (rohani), seperti mengajarkan mana yang haq dan bathil serta membentuk karakter kepribadian Warga Binaan Pemasyatakatan (WBP) yang bertanggung jawab melalui pembinaan rohani. Terlepas dari apa alasan WBP dulunya melakukan tindakan pidana, tentunya mempunyai dampak yang sangat destruktif dan merenggut hak masyarakat dalam lingkaran lingkungan sosialnya terhadap rasa aman dan nyaman. Maka, WBP tersebut selepas menjalani hukuman penjara mempunyai kewajiban imperatif memulihkan kembali hak masyarakat sekitarnya akan rasa aman dan nyaman sehingga WBP dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat. Oleh karenanya, petugas Pemasyarakatan dituntut bagaimana caranya agar WBP menjadi sosok yang mempunyai sikap tanggung jawab sosial individu kepada masyarakat.

Agar terwujudnya keberhasilan tujuan pembinaan dalam Sistem Pemasyarakatan secara holistis, selain menanamkan sikap tanggung jawab sosial individu terhadap WBP, diperlukan peran serta dan keterlibatan masyarakat di lingkungan WBP untuk menanamkan norma-norma (agama, hukum, kesusilaan, dan kesopanan) yang mengatur pola hubungan sesama anggota masyarakat, dalam hal ini WBP.
 

Tanggung Jawab Sosial Individu
Menurut Yusuf Al-Qaradawi, Al-Qur’an menyatakan setiap individu Muslim, selain memiliki tanggung jawab individual atas dirinya (Al-Mas’uliyah Al-Fardiyah), juga memiliki tanggung jawab sosial atas masyarakat dan lingkungannya (Al-Mas’uliyah Al-Ijtima’iyah). Beberapa ayat Al-Qur’an di bawah ini misalnya, menegaskan setiap individu manusia memiliki tanggung jawab individual atas diri pribadinya, baik di dunia maupun di akhirat. 

Allah SWT berfirman yang artinya: “setiap orang bertanggung jawab atas apa yang telah dilakukannya”. (Al-Muddasir/74: 38). Salah satu bentuk tanggung jawab sosial individu WBP kepada masyarakat adalah menjalin hubungan baik (silaturahmi) kepada sesama anggota masyarakat dengan cara tolong-menolong, membantu masyarakat yang memerlukan, dan menolongnya ketika ditimpa kesulitan. Apa yang dijarkan dalam pembinaan kepribadian dan keterampilan selama di Lembaga Pemasyarakatan/Rumah Tahanan Negara, WBP dapat menerapkannya ke dalam lingkungan masyarakatnya sehingga masyarakat sangat terbantu dan tentunya WBP tersebut diterima kembali sebagai warga yang baik.
 

Tanggung Jawab Sosial Masyarakat
Tuntutan agama Islam mengajarkan kepada pemeluknya supaya semua orang Islam menolong orang yang terkena musibah karena kejahatan orang lain dan juga menghentikan kejahatan tersebut. Ada dua hadis yang menerangkan perlunya seorang Muslim mencegah terjadinya kejahatan. 

Pertama:
Barang siapa di antara kalian melihat suatu kemungkaran, maka perbaikilah dengan tangannya (kekuasaan yang dimiliki). Jika tidak dapat, maka dengan lisan (pembicaraan baik-baik). Jika masih juga tidak dapat, maka dengan hatinya (menghindar supaya tidak terlibat) meskipun ini merupakan pertanda lemah iman. (Riwayat Al-Baihaq, Muslim, dan Ahmad dari Abū Sa‘id al-Khudr).

Kedua:
Tolonglah saudaramu yang zalim dan yang mazlum. Maka seseorang bertanya: Ya Rasulallah, saya memang menolong orang yang dizalimi, tetapi terhadap orang yang zalim bagaimana saya menolongnya? Nabi menjawab, “Anda mencegah dan menghalangi dia dari perbuatan zalim, itulah cara menolongnya.” (Riwayat Al-Bukhari, At-Tirmizi, Ahmad, dan Al-Baihaqi dari Anas).

Menurut hadis di atas, masyarakat berkewajiban untuk menghentikan perbuatan zalim atau perbuatan yang mengarah kepada kemungkaran dan pelanggaran hukum agar dapat menciptakan kehidupan yang aman, damai, dan sejahtera. Masyarakat harus berperan dalam membantu menghilangkan stigma yang telah diterima WBP, bukan menambah bebannya dengan memberikan label atau cap buruk terhadapnya. Masyarakat harus mengetahui bahwa selama menjalani hukuman di penjara, WBP dibekali dengan ajaran yang baik serta pembinaan kerohanian dan kemandirian (keterampilan) agar nantinya bisa turut serta berperan dalam pembangunan. Peran dan tanggung jawab sosial masyarakat terhadap WBP sebagai anggota masyarakat dengan cara menerima kembali WBP tersebut dan mengajak kembali kepada jalan yang dibenarkan agama dan hukum sangat menentukan terhadap keberhasilan tujuan pembinaan dan selaras dengan tuntutan agama agar senantiasa mengajak kepada yang makruf dan menjauhi dari yang munkar. Allah berfirman dalam Surah Ali Imran ayat 104 yang artinya: hendaklah ada di antara kamu satu golongan yang mengajak kepada kebaikan, menyuruh berbuat makruf, dan melarang perbuatan munkar. Dan mereka itu, ialah orang-orang yang beroleh kemenangan.  

Dengan demikian, tanggung jawab sosial WBP sebagai individu dan tanggung jawab sosial masyarakat terhadap WBP sarat kaitannya dengan ketercapaian tujuan pembinaan sebagaimana termaktub dalam Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Pemasyarakatan Nomor 12 Tahun 1995 bahwa untuk meningkatkan kualitas WBP agar menyadari kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan,serta dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab.

 

Penulis: Insanul Hakim Ifra (Rutan Kelas I Depok)
 

What's Your Reaction?

like
4
dislike
0
love
0
funny
0
angry
0
sad
0
wow
1