Mengoptimalkan Pengelolaan Benda Sitaan (Bagian 2)

Pemberdayaan Rupbasan secara tambal sulam melalui Perpres dengan kewenangan dan kedudukannya masih sama seperti saat ini, akan memperpanjang kegagalan Rupbasan dalam menerima titipan benda sitaan. Rupbasan saat ini bisa dikatakan belum berhasil dalam mencapai cita-cita pembuat undang-undang yaitu untuk menjadi satu-satunya tempat penyimpanan segala macam benda sitaan yang diperlukan sebagai barang bukti dalam proses peradilan. Melihat kondisi yang demikian, maka tindakan memaksakan kehendak untuk mewujudkan cita-cita tersebut, namun dengan kekedudukan dan kewenangan yang sama, maka akan banyak memakan biaya negara, seperti banyak membangun gedung Rupbasan dan meningkatkan biaya operasional serta SDM-nya. Itu semua membuat terjadinya beberapa hal yang tidak efektif dan efisien. Padahal negara bisa menghemat pengeluaran apabila menerapkan secara optimal Pasal 45 KUHAP. Sebenarnya terdapat dua poin penting dalam pasal 45 KUHAP. Pertama, benda sitaan yang terdiri atas benda yan

Mengoptimalkan Pengelolaan Benda Sitaan (Bagian 2)
Pemberdayaan Rupbasan secara tambal sulam melalui Perpres dengan kewenangan dan kedudukannya masih sama seperti saat ini, akan memperpanjang kegagalan Rupbasan dalam menerima titipan benda sitaan. Rupbasan saat ini bisa dikatakan belum berhasil dalam mencapai cita-cita pembuat undang-undang yaitu untuk menjadi satu-satunya tempat penyimpanan segala macam benda sitaan yang diperlukan sebagai barang bukti dalam proses peradilan. Melihat kondisi yang demikian, maka tindakan memaksakan kehendak untuk mewujudkan cita-cita tersebut, namun dengan kekedudukan dan kewenangan yang sama, maka akan banyak memakan biaya negara, seperti banyak membangun gedung Rupbasan dan meningkatkan biaya operasional serta SDM-nya. Itu semua membuat terjadinya beberapa hal yang tidak efektif dan efisien. Padahal negara bisa menghemat pengeluaran apabila menerapkan secara optimal Pasal 45 KUHAP. Sebenarnya terdapat dua poin penting dalam pasal 45 KUHAP. Pertama, benda sitaan yang terdiri atas benda yang lekas rusak atau membahayakan sehingga tidak mungkin disimpan sampai putusan pengadilan memiliki kekuatan hukum tetap atau jika biaya penyimpanan benda tersebut dapat menjadi terlalu tinggi maka atas persetujuan tersangka dapat dijual lelang atau dimusnahkan. Kedua, benda sitaan yang bersifat terlarang atau dilarang untuk diedarkan, namun tidak termasuk dalam poin 1, maka benda tersebut dapat dirampas untuk dipergunakan bagi kepentingan negara atau untuk dimusnahkan. Seharusnya dengan adanya Pasal 45 KUHAP tersebut, permasalahan menumpuknya barang rampasan dan barang sitaan di Rupbasan dan di tempat lainnya tidak terjadi. Dalam permasalahan ini, yakni kurangnya penerapan Pasal 45 KUHAP, saya melihat bahwa letak kelemahan itu berada di pihak penuntut umum. Dalam hal ini, penuntut umum sebagai dominis litis (pengendali penuntutan perkara) belum berperan aktif dan jeli dalam melihat dan menggunakan kewenangan yang diberikan undang-undang maupun peraturan internal kejaksaan dalam meminimalisir penumpukan benda sitaan sebagai barang bukti di Rupbasan.   Lalu bagaimana seharusnya tindakan penuntut umum dalam menerima dan mempelajari berkas perkara dari penyidik yang terkait dengan benda sitaan? Penuntut Umum harus dapat mengelompokkan secara cermat status benda sitaan menjadi tiga kelompok besar, seperti benda sitaan sebagai alat kejahatan, hasil kejahatan atau objek kejahatan. Benda sitaan sebagai alat kejahatan (tools of crime), misalnya, narkotika dan alat pengangkutnya. Benda sitaan sebagai hasil kejahatan (proceeds of crimes), misalnya, rumah/tanah/kendaraan dan sebagainya. Serta benda sitaan hasil keuntungan dari kejahatan dan benda sitaan sebagai objek kejahatan (object of crimes), misalnya, motor/mobil curian atau motor/mobil dalam kecelakaan lalu lintas. Inventarisasi dan pengelompokkan benda sitaan sebagai barang bukti perlu dilakukan dalam rangka memudahkan institusi penuntut umum seperti kejaksaan untuk melakukan optimalisasi penerapan Pasal 45 KUHAP dalam hal tindakan pelelangan, pemusnahan atau pemanfaatan serta penyelesaian tunggakan eksekusi barang bukti yang telah memiliki putusan inkracht. Upaya Kejaksaan dalam melakukan optimalisasi penerapan Pasal 45 KUHAP ini dipermudah pelaksanaannya dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri Keuangan (Permenkeu) Nomor 03/PMK.06/2011 tanggal 5 Januari 2011 tentang pengelolaan barang milik negara yang berasal dari barang rampasan negara dan barang gratifikasi.   Adapun tugas dan wewenang kejaksaan dalam Permenkeu di atas adalah sebagai berikut: Pertama, melakukan penatausahaan terhadap barang rampasan negara. Kedua, menguasakan kepada Kantor Pelayananan untuk melakukan penjualan secara lelang barang rampasan negara dalam waktu tiga bulan dan dapat diperpanjang untuk paling lama satu bulan, yang hasilnya disetorkan ke kas negara sebagai penerimaan negara bukan pajak, yakni berupa penerimaan umum pada kejaksaan. Ketiga, melakukan pengamanan administrasi, pengamanan fisik  dan pengamanan hukum terhadap Barang Rampasan Negara yang berada dalam penguasaannya. Keempat, mengajukan usul penetapan status penggunaan, pemanfaatan, pemindahtanganan, pemusnahan, dan penghapusan kepada menteri atau kepada pejabat yang menerima pelimpahan wewenang menteri sesuai batas kewenangan. Keterangannya adalah direktur jenderal atas nama menteri melimpahkan sebagian wewenangnya kepada kepala kantor wilayah dan kepala kantor pelayanan untuk menandatangani surat atau keputusan menteri dalam rangka penetapan status penggunaan, pemanfaatan atau pemindahtanganan, pemusnahan atau penghapusan barang rampasan negara. Pelimpahan wewenang itu dilakukan dengan ketentuan untuk barang rampasan negara dengan indikasi nilai di atas Rp 500 juta sampai dengan Rp 1 milyar yang didelegasikan kepada Kepala kantor wilayah. Sementara barang rampasan negara dengan indikasi nilai sampai dengan Rp 500 juta didelegasikan kepada Kepala Kantor Pelayanan Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang. Dengan demikian, upaya efisiensi pengelolaan barang bukti dapat dilakukan sesegera mungkin tanpa perlu banyak menambah beban terhadap anggaran negara untuk mengelolanya, yaitu dengan menambah atau memperluas gedung Rupbasan dan dengan penambahan SDM-nya. Namun, cukup hanya menambah biaya operasional yang diperlukan, baik untuk mengoptimalkan kegiatan penjualan lelang atau pemusnahan benda sitaan berdasarkan Pasal 45 KUHAP, serta dengan biaya operasional pemeliharaan benda sitaan di Rupbasan saja. Sedangkan penyelesaian benda sitaan yang menumpuk padahal telah memiliki putusan inkracht, maka kejaksaan harus segera menginventarisir dan menyelesaikan tumpukan permasalahan tersebut dengan percepatan melakukan jual lelang atau pemusnahan, dan atau pemanfaatannya digunakan oleh institusi pemerintah yang memerlukan. Demikian sedikit upaya saya dalam mencari solusi dari berbagai permasalahan mengenai Rupbasan. Semoga membantu. Ditulis oleh : Dr Reda Manthovani SH LLM. Dosen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Pancasila.   Sumber : tribunnews.com  

What's Your Reaction?

like
0
dislike
0
love
0
funny
0
angry
0
sad
0
wow
0