Pemasyarakatan Maluku Paparkan Sejumlah Isu Strategis pada RDP Komisi XIII DPR RI

Ambon, INFO_PAS – Sejumlah isu strategis bidang Pemasyarakatan di Maluku, termasuk tantangan geografis, keterbatasan infrastruktur, dan kebutuhan peningkatan anggaran, khususnya untuk pemenuhan kebutuhan dasar Warga Binaan, menjadi bahasan Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi XIII DPR RI, Jumat (3/10). RDP tersebut merupakan bagian dari agenda Kunjungan Kerja Reses Masa Persidangan I Tahun Sidang 2025–2026 dengan tema 'Penguatan Layanan Hukum, Keimigrasian, dan Pemasyarakatan di Provinsi Maluku'.
Dalam kesempatan itu, Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjenpas) Maluku, Ricky Dwi Biantoro, hadir bersama Kepala Unit Pelaksana Teknis Pemasyarakatan wilayah Maluku. “Transportasi antarsatuan kerja yang sulit, fasilitas yang perlu revitalisasi, dan mahalnya harga barang di Maluku menjadi perhatian kami,” urainya.
Meski begitu, Kakanwil mengatakan peningkatan produk UMKM menunjukkan tren positif. "Hal ini terlihat dari hasil karya Warga Binaan dibeli sejumlah pejabat negara, seperti Direktur Jenderal Pemasyarakatan, Wakil Gubernur Maluku, dan Walikota Ambon," terangnya.
Pendapatan dari hasil penjualan tersebut juga menghasilkan premi bagi Warga Binaan. "Bila sebelumnya Warga Binaan mengharapkan kiriman uang dari keluarga, sekarang merekalah yang mengirimkan uang untuk kebutuhan hidup keluarga seperti pendidikan anak," tambah Ricky.
Tak lupa, ia mengungkapkan Kanwil Ditjenpas Maluku telah turut berkontribusi dalam pengentasan kemiskinan di mana Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat garis kemiskinan nasional pada Maret 2025 mencapai Rp 609.160 perkapita. "Angka ini mencerminkan ambang minimum kebutuhan hidup layak. Penghasilan Warga Binaan melalui tabungan premi dari hasil monitoring kami. Alhamdulilah, telah melebihi nilai perhitungan BPS tersebut," jelas Ricky.
Sebagai salah satu satuan kerja Pemasyarakatan di wilayah Maluku, Balai Pemasyarakatan (Bapas) Kelas IIA Ambon menegaskan pentingnya dukungan lintas sektor untuk memperkuat peran Bapas dalam menjalankan fungsi reintegrasi sosial. Dikatakan Kepala Bapas Ambon, Ellen M. Risakotta, hambatan geografis turut memengaruhi efektivitas pelayanan Pembimbing Kemasyarakatan (PK) dalam melakukan bimbingan di wilayah kepulauan.
“Sebagai lembaga yang memiliki mandat dalam proses reintegrasi sosial, kami dihadapkan pada tantangan medan tugas yang tidak ringan. Wilayah kerja Bapas Ambon meliputi pulau-pulau yang memerlukan akses laut dan darat yang cukup sulit dijangkau. Diperlukan dukungan anggaran operasional dan penambahan sumber daya manusia, terutama PK agar proses pendampingan terhadap Klien Pemasyarakatan berjalan maksimal,” ungkapnya.
Ellen juga menambahkan program reintegrasi sosial akan makin optimal bila didukung dengan sinergi dari instansi terkait di tingkat daerah, seperti pemerintah daerah, dinas sosial, dan Aparat Penegak Hukum. “Kami berharap Komisi XIII menjembatani kebutuhan di lapangan dengan kebijakan di tingkat pusat agar pembinaan di luar Lembaga Pemasyarakatan (Lapas), khususnya melalui pendekatan berbasis masyarakat, memberikan hasil yang lebih signifikan dalam mencegah residivisme,” harapnya.
Sementara itu, Kepala Lapas Wahai, Tersih Victor Noya, bangga atas capaian sebagai salah satu Unit Pelaksana Teknis Pemasyarakatan yang berhasil dalam program akselerasi. Ia merujuk pada keberhasilan penguatan dan peningkatan pendayagunaan Warga Binaan untuk menghasilkan produk UMKM.
"Kami memang terus berupaya untuk mendorong Warga Binaan menghasilkan produk UMKM karena dampaknya yang sangat positif untuk persiapan mereka menuju reintegrasi sosial nanti," tambah Tersih.
Pada kesempatan yang sama, beberapa poin meliputi masalah over kapasitas, pelaksanaan program pembinaan kemandirian, dan tantangan dalam reintegrasi sosial Anak Binaan turut dipaparkan. Bahkan, Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Ambon menyampaikan berbagai catatan dan dokumen terkait kondisi aktual pembinaan Anak Binaan.
Kepala LPKA Ambon, Kurniawan Wawondos, menegaskan penyampaian dokumen ini merupakan wujud transparansi dalam pengelolaan pembinaan Anak Binaan. Ia juga menyampaikan harapannya agar hasil RDP ini memberi dampak positif.
“Kami berharap masukan dan perhatian dari Komisi XIII DPR RI dan Ditjenpas menghadirkan solusi nyata sehingga pembinaan Anak Binaan makin efektif serta mereka kembali ke masyarakat dengan keterampilan dan karakter yang lebih baik,” harap Kurniawan.
Menanggapi hal-hal yang telah disampaikan, Wakil Ketua Komisi XIII DPR RI, Rinto Subekti, mengatakan RDP adalah momentum yang sangat tepat untuk menyampaikan program Pemasyarakatan di wilayah. "Capaian yang telah disampaikan dan permasalahan yang dilaporkan sudah kami catat karena kesimpulan ini sifatnya mengikat dan akan jadi rekomendasi bahan persidangan kami di Jakarta pada November mendatang," tegasnya.
RDP ditutup dengan penyusunan kesimpulan oleh Komisi XIII DPR RI dan pemberian cendera mata sebagai bentuk apresiasi atas kemitraan dan dukungan yang telah terjalin. Diharapkan hal ini menjadi simbol kolaborasi yang solid dalam meningkatkan kualitas layanan Pemasyarakatan di Provinsi Maluku. (IR)
Kontributor: Kanwil Ditjenpas Maluku, Bapas Ambon, Lapas Wahai, LPKA Ambon
What's Your Reaction?






