Perlu Langkah Revolusioner Agar Rampasan Negara Tak Jadi Besi Tua

Jakarta - Salah satu tujuan pemberantasan korupsi adalah mengembalikan kekayaan negara. Tapi kenyatannya, pengelolaan harta hasil korupsi itu malah dibiarkan menjadi besi tua. Hal itu seperti tampak di Rumah Barang Sitaan Negara (Rupbasan) Jakarta, banyak barang sitaan dari para terdakwa/terpidana korupsi menjadi besi tua. Seperti dari kasus Akil Mochtar, Wawan hingga Ahmad Fathanah. "Perlu langkah revolusioner. UU kita sudah sangat lama, nilai-nilainya tidak sesuai lagi dengan yang ada sekarang ini. Kalau tidak cepat-cepat, mau jadi apa. Aturan kita perlu direvolusi," kata ahli pencucian uang Yenti Garnasih saat berbincang dengan detikcom, Jumat (15/4/2016). Padahal berdasarkan KUHAP, semua barang sitaan dan barang rampasan untuk negara haruslah disimpan di Rupbasan yang berada di bawah Kemenkum HAM. Tapi pada kenyatannya, pengelolaan itu tidak berjalan sesuai peraturan dan tersebar di berbagai instansi sehingga banyak aset yang harusnya mengembalikan kekayaa

Perlu Langkah Revolusioner Agar Rampasan Negara Tak Jadi Besi Tua
Jakarta - Salah satu tujuan pemberantasan korupsi adalah mengembalikan kekayaan negara. Tapi kenyatannya, pengelolaan harta hasil korupsi itu malah dibiarkan menjadi besi tua. Hal itu seperti tampak di Rumah Barang Sitaan Negara (Rupbasan) Jakarta, banyak barang sitaan dari para terdakwa/terpidana korupsi menjadi besi tua. Seperti dari kasus Akil Mochtar, Wawan hingga Ahmad Fathanah. "Perlu langkah revolusioner. UU kita sudah sangat lama, nilai-nilainya tidak sesuai lagi dengan yang ada sekarang ini. Kalau tidak cepat-cepat, mau jadi apa. Aturan kita perlu direvolusi," kata ahli pencucian uang Yenti Garnasih saat berbincang dengan detikcom, Jumat (15/4/2016). Padahal berdasarkan KUHAP, semua barang sitaan dan barang rampasan untuk negara haruslah disimpan di Rupbasan yang berada di bawah Kemenkum HAM. Tapi pada kenyatannya, pengelolaan itu tidak berjalan sesuai peraturan dan tersebar di berbagai instansi sehingga banyak aset yang harusnya mengembalikan kekayaan negara malah terbengkalai. "Memang sengaja regulasinya tidak dicukupkan dari awal," ucap Yenti. Pandangan Yenti telah disampaikan kepada Dirjen Pemasyarakatan I Wayan K Dusak dan Dirjen Peraturan Perundangan (PP) Prof Widodo Eka Tjahjana, Kamis (14/4) kemarin. Ikut memberikan pandangan dalam Focus Group Discussion tersebut perwakilan Institute Criminal Justice System (ICJR) Anggara, perwakilan Pusat Studi Hukum dan Kebijaka (PSHK) Miko Ginting, akademisi Universitas Andalas, Lucky Raspati, guru besar Universitas Diponegoro (Undip) Prof Adji Samekto dan guru besar Universitas Sebelas Maret (UNS) Prof Hartiningsih. Menurut Yenti, Kemenkum HAM harus segera membuat terobosan hukum agar aset negara itu tidak terus menyusut. "Masalah ini sangat pentng sekali. Kan pola pemidanaan kita bukan semata-mata menjarakan orang tapi juga memulihkan kerugian yang diakibatkan dengan kejahatan itu," ujar Yenti. Adapun langkah jangka panjang, perlu mendorong UU Pemulihan Aset sehingga harta sitaan tersebut bisa dimanfatkan selama dalam penguasaan negara. "Jangan berpikir bahwa dirampas untuk negara saja. Kita sudah ketinggalan satu langkah. Beberapa negara sudah berpikir asset sharing, tidak semua kembali ke negara, sebagian untuk penegak hukum yang telah berjasa," cetus Yenti. Sebagaimana diketahui, banyak barang bukti berbagai kasus dibiarkan terbengkalai dan menjadi besi tua di Rupbasan Jakarta Timur/Jakarta Pusat. Hal itu terungkap saat sidak Dirjen PP dan Dirjen PAS ke lokasi pada Selasa (12/4/2016). Seperti mobil pemadam kebakaran yang dirampas dari kasus mantan Menteri Dalam Negeri Hari Sabarno dibiarkan 9 tahun teronggak hingga karatan dan rusak di sana-sini. Ada pula barang bukti mobil yang dikendarai Afriyani. Yang paling mencolok adalah 15 truk molen sitaan dari kasus korupsi Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan. Ada juga mobil mewah sitaan dari Akil Mochtar dan Ahmad Fathanah.(asp/fdn) Sumber : detik.com

What's Your Reaction?

like
0
dislike
0
love
0
funny
0
angry
0
sad
0
wow
0