Upayakan Keadilan bagi Seluruh Masyarakat, Ditjenpas & APH Sepakat Wujudkan Restorative Justice

Upayakan Keadilan bagi Seluruh Masyarakat, Ditjenpas & APH Sepakat Wujudkan Restorative Justice

Jakarta, INFO_PAS – Upaya mewujudkan restorative justice (keadilan restoratif) tak hanya menjadi agenda Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjenpas), melainkan seluruh Aparat Penegak Hukum (APH). Pasalnya, APH lainnya seperti Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri), Kejaksaan Agung, hingga Mahkamah Agung telah mulai melaksanakan praktik restorative justice ini. Hal ini diungkapkan dalam kegiatan Diskusi Panel Peningkatan Kapasitas Petugas dalam Penerapan Keadilan Restoratif dan Alternatif Pemidanaan bagi Pelaku Dewasa di Jakarta, Kamis (17/2).

Polri misalnya, telah melaksanakan 10 piloting project restorative justice di berbagai wilayah dengan capaian 46.095 kasus sepanjang 2020–2021. Dalam pelaksanaannya, Polri berkaca dari kesuksesan penerapan restorative justice di negara lain seperti Belanda, Tiongkok, dan Selandia Baru.

Direktur Bimbingan Kemasyarakatan dan Pengentasan Anak Ditjenpas, Liberti Sitinjak, mengatakan Indonesia sangat membutuhkan aternatif pemidanaan di luar pemenjaraan. Terlebih, kecenderungan pemenjaraan ini telah mengakibatkan berbagai permasalahan di Pemasyarakatan, utamanya overcrowded (kelebihan penghuni) di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) dan Rumah Tahanan Negara (Rutan).

Menurut Liberti, kelebihan penghuni di Lapas dan Rutan tidak lagi bisa ditanggulangi dengan pembangunan Lapas dan Rutan baru, melainkan dengan mendorong pidana alternatif. Selain itu, penyelenggaraan penelitian kemasyarakatan tidak hanya dilakukan kepada tersangka Anak tetapi juga tersangka dewasa.

“Ini adalah bagian tugas manusia dan kemanusiaan yang harus kita wujudkan dalam waktu dekat agar persoalan-persoalan klasik, walaupun tidak bis akita hapus sepenuhnya setidaknya dapat dikurangi. Dengan restorative justice ditambah dengan pembinaan dan pembimbingan restoratif, kita dapat mewujudkan Indonesia Tangguh Indonesia Tumbuh,” urai Liberti.

Analis Kebijakan Madya Bidang Pidana Umum Bareskrim Polri, Kombes Pol Pitra A. Ratulangi mengatakan, pemerintah telah mengatur jenis perkara yang dapat ditangani dengan restorative justice. Beberapa persyaratannya di antaranya tidak menimbulkan keresahan/penolakan masyarakat; tidak berdampak konflik sosial; tidak berpotensi memecah belah bangsa; tidak bersifat radikalisme dan separatisme; dan bukan pelaku pengulangan tindak pidana berdasarkan putusan pengadilan. “Terpenting, kasus bukan merupakan tindak pidana terorisme, korupsi, mengancam keamanan negara, dan tindak pidana terhadap nyawa orang lain,” tambahnya.

Senada, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum, Erni Mustikasari mendukung penuh pelaksanaan restorative justice. Menurutnya, ini merupakan akses keadilan bagi seluruh lapisan masyarakat dengan kesepakatan perdamaian tiga pilar, yaitu pelaku, korban, dan masyarakat. Konsep ini, menurut Erni, mengusung filosofi ikhlas dan memaafkan.

“Ini bukan perkara kompetisi lembaga mana yang lebih banyak melaksanakan restorative justice, melainkan mengutamakan penyelesaian terbaik bagi pelaku, korban, dan masyarakat,” jelas Erni.

Dalam pelaksanaan restorative justice ini, menurutnya Kejaksaan dan Pemasyarakatan dapat bekerja sama dalam memberikan dukungan dan bantuan kepada pelaku kejahatan. Langkah ini dibutuhkan untuk pemulihan pelaku menjadi sosok yang lebih baik, menurunkan menurunkan residivisme, dan mencegah kejahatan.

Sementara itu, Hakim Tinggi Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, Diah Sulastri Dewi menyebut, untuk mewujudkan pelaksanaan restorative justice di Indonesia dibutuhkan sinergi dan kerja sama antarlembaga dengan mengesampingkan ego sektoral. “Kerja sama ini harus dilaksanakan dengan prinsip integritas, kejujuran, transparansi, komunikasi, koordinasi, dan kolaborasi,” ucapnya.

Iapun mendorong penguatan peran Pendamping Kemasyarakatan Balai Pemasyarakatan sebagai pengawas pelaksanaan alternatif ini agar dapat dilaksanakan secara menyeluruh khususnya pada Anak, perempuan, dan pengguna narkotika.

Upaya APH dalam mewujudkan restorative justice mendapat dukungan dari Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). Perencana Ahli Madya Direktorat Hukum dan Regulasi Bappenas, Tanti Dian Ruhmana mendorong kolaborasi dan pembentukan kelompok kerja lintas kementerian dan lembaga untuk restorative justice ini.

Selain perwakilan dari lembaga penegak hukum, diskusi kali ini turut menghadirkan Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Prof. Harkristuti Harkrisnowo dan Kriminolog, Leopold Sudaryono. (afn/prv)

What's Your Reaction?

like
0
dislike
0
love
0
funny
0
angry
0
sad
0
wow
0