VOC || Sejarah UNODC (United Nations Office on Drugs and Crime)

VOC || Sejarah UNODC (United Nations Office on Drugs and Crime)

Sahabat Pemasyarakatan,

Voice of Correction atau VOC merupakan salah satu program PASTV berbentuk siniar (podcast). Mengundang pakar dan eksper di bidangnya masing-masing, VOC diharapkan dapat memberikan pemahaman komprehensif dan holistik atas suatu isu terkait pemasyarakatan.

Dalam episode kali ini, VOC mengangkat tema "Sejarah UNODC (United Nations Office on Drugs and Crime)". Selain itu, siniar kali ini juga membahas tentang pidana alternatif, restoratif justice (keadilan restoratif), serta solusi overcrowding.

Mari simak bersama VOC episode "Sejarah UNODC" melalui video berikut

Pengenalan UNODC

Pravitea Yulia Adhiatma (Host): Berbicara soal penjara atau pemasyarakatan di Indonesia, pasti yang terbayang adalah tentang pelanggar hukum dan jenis-jenis tindak pidananya. Yang pertama kali ada di pikiran kita adalah betapa kerasnya kehidupan di dalam penjara sebagai salah satu bentuk upaya pemberian efek jera untuk pelanggar hukum. Nyatanya pemasyarakatan di Indonesia itu sendiri sudah jauh berbeda lho. Menjadi lebih humanis dan juga restoratif. Bahkan tidak jarang, pemasyarakatan di Indonesia itu menjadi perhatian di tingkat dunia. Ngomong-ngomong soal tingkat internasional, saat ini saya sedang berada di kantor UNODC di Indonesia. UNODC Indonesia sendiri turut membersamai perkembangan pemasyarakatan di Indonesia. Dan saat ini, saya sudah bersama dengan mba yang cantik dan mas yang ganteng di sini. Bisa perkenalkan dulu dirinya.

Hana Fauziyah: Halo, aku Hana. Aku Program Associate untuk Criminal Justice di UNODC Indonesia

Kristian Patrasio: Halo, saya Kristian. Saya program officer di UNODC Indonesia


Pravitea: Sebenarnya UNODC itu organisasi apa sih?

Hana: Mungkin hari ini kita sedikit belajar sejarah ya. Agak mundur ke gambaran lebih besarnya. United Nation (UN) atau Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). PBB itu sebenarnya dibentuk pada tahun 1945 setelah perang dunia II berakhir. PBB itu sendiri memiliki berbagai badan utama atau Principal Bodies. Di antaranya ada General Assembly, ada Security Council, ada Trusteeship Council, ada Economic and Social Council, kemudian International Court of Justice, dan mungkin yang paling familiar nih ada UN Secretary. Nah, UNODC ini di bawahnya UN Secretary. 

Jadi, UNODC atau United Nations Office on Drugs and Crime atau bahasa indonesianya, kantor PBB untuk urusan permasalahan narkoba dan tindak kriminal dibentuk pada tahun 1947. Dan nama kita itu dulu bukan UNODC. Nama awal kita dulu UNODCCP atau United Nations Office for Drugs Control and Crime Prevention. Nah sekarang kita berubah nama menjadi UNODC itu di tahun 2002. Jadi kantor pusat UNODC sendiri ada di Wina, Austria. Dan kurang lebih kita sekarang sudah punya 130 negara anggota di seluruh dunia. Salah satunya Indonesia.

Kristian: Dan kalau boleh menambahkan. UNODC itu sebenarnya kita bekerja di lima bidang utama. Lima itu yaitu terkait persoalan narkotika, abis itu kejahatan transnasional, yang ketiga kita bekerja di bidang antiterorisme, kemudian antikorupsi juga, dan terakhir tapi tidak kalah penting, yaitu peningkatan sistem peradilan pidana, termasuk di dalamnya sistem pemasyarakatan.


Peran UNODC bagi Pemasyarakatan

Pravitea: Pastinya negara-negara yang tergabung di UNODC ini kan pastinya banyak ya. Salah satunya Indonesia. Peranan UNODC itu sendiri di Pemasyarakatan di Indonesia itu seperti apa?

Hana: Ok jadi seperti yang tadi disebutkan. UNODC adalah kantor PBB yang spesifik berurusan dengan permasalahan narkoba dan tindakan kriminal. Jadi kita memang khusus berurusan dengan sistem peradilan pidana dan Lapas ini kan salah satunya. Jadi secara global, UNODC itu punya strategi yang disebut UN Common Position on Incarceration. Jadi ini adalah kesepakatan yang disetujui oleh semua negara anggota PBB yang timbul karena kita semua melihat ada krisis dalam pemasyarakatan, terutama krisis over-kapasitas. Nah, UN Common Position on Incarceration ini disepakati, dikeluarkan pada tahun 2021 atau satu tahun sejak pandemi Covid-19.

Jadi UN Common Position on Incarceration ini apa sih? Di dalamnya ini kita punya tiga strategi utama untuk menangani krisis di Pemasyarakatan. Jadi intinya yang pertama itu bagaimana kita bisa mengurangi jumlah orang yang masuk ke dalam Lapas dengan mengubah kebijakan ke arah sistem non-pemenjaraan. Yang kedua itu adalah memperbaiki manajemen Lapas dan kondisi di dalam Lapas. Kemudian yang ketiga, untuk mengurangi jumlah orang yang masuk lagi ke dalam Lapas (residivisme). Jadi fokusnya pada rehabilitasi dan reintegrasi. Kurang lebih itu sih strategi UNODC secara global.


Pravitea: Kalau misi yang diusung oleh UNODC sendiri terkait pemasyarakatan khususnya Indonesia. Persoalan apa saja yang menjadi fokus UNODC untuk diperbaiki atau diselesaikan?

Kristian: Misi UNODC di Indonesia terkait pemasyarakatan, yang pasti kita selalu ingin bekerja sama untuk meningkatkan dan juga memperkuat sistem pemasyarakatan. Seperti yang disebutkan tadi, salah satu masalahnya misalnya over-kapasitas atau overcrowding, tetapi kita juga memiliki misi untuk mengedepankan standar-standar internasional yang dimiliki oleh PBB seperti penanganan warga binaan. Seperti kalau misalnya pernah mendengar tentang Mandela Rules, kemudian juga Bangkok Rules. Nah itu beberapa contoh aturan yang kita berusaha untuk bekerja sama dengan pemerintah Indonesia agar bisa mengimplementasikannya dengan baik di Indonesia.

Pravitea: Bentuk-bentuk kerja samanya kira-kira apa saja, terutama yang sudah dilakukan atau sedang berjalan?

Kristian: Karena kerja sama UNODC dengan pemerintah Indonesia terkait pemasyarakatan sudah cukup lama, sepertinya sejak 2015. Itu sudah cukup banyak kerja sama yang dilakukan. Misalnya kerja sama rekomendasi kebijakan. Seperti contoh, misalnya baru-baru ini, terkait penyusunan Peraturan Menteri tentang Litmas (Penelitian Kemasyarakatan) dan juga tentang isu-isu lainnya. Kemudian juga pelatihan-pelatihan bagi petugas, penyusunan modul, dan juga dukungan-dukungan pemberian bantuan peralatan misalnya untuk mendukung tuugas-tugas rekan-rekan pemasyarakatan di lapangan.


Isu Overcrowding di Rutan dan Lapas

Pravitea: Dari tadi kita sudah bahas tentang overcrowding, tadi beberapa kali disebutkan. Permasalahan ini tuh sebenarnya cukup klasik dihadapi oleh Lapas dan Rutan yang ada di Indonesia. Bagaimana UNODC melihat hal ini. Selain misalnya, solusinya adalah dengan membangun Lapas dan Rutan yang baru, upaya-upaya lainnya yang bisa dilakukan apa ya?

Hana: Jadi sebenarnya secara global tuh kita sudah mengakui ya bahwa pembangunan Lapas baru atau Rutan baru begitu ya, itu memang bukan sebuah solusi. Jadi mau sebanyak apapun kita punya Lapas atau Rutan yang dibangun, tapi kalau sistem peradilan pidananya masih bersifat punitif, masih over-kriminalisasi, semuanya masih dikriminakan, ditangkap, dipenjarakan, semuanya masuk ke penjara. Jadi secara logika, sudah pasti masalah overcrowding ini tidak bisa diselesaikan begitu ya.

Kristian: Dan untungnya kita sebenarnya punya ada KUHP baru, ada UU Pemasyarakatan juga yang tahun lalu disahkan yang sebenarnya sudah memberikan amanat dan juga memberikan panduan untuk melakukan pemidanaan alternatif selain pemenjaraan. Sehingga tidak semua tindak pidana perlu dijebloskan ke penjara. Sehingga ada mungkin tindak pidana-tindak pidana tertentu yang bisa diberikan pidana alternatif seperti pidana sosial, pidana pengawasan, dan juga upaya-upaya restorative justice atau keadilan restoratif. Sehingga harapannya tidak semua tindak pidana perlu dikriminalkan dan dijebloskan ke penjara dan ujung-ujungnya menuh-menuhin penjara. Sehingga upaya-upaya tersebut perlu dikedepankan juga.


Isu Mitigasi Bencana di Rutan dan Lapas

Pravitea: Sepakat banget. Keadilan restoratif juga saat ini belakangan sudah mulai digencarkan di pemasyarakatan Indonesia. Kita mau bicara selain overcrowding, Lapas dan Rutan apalagi di Indonesia itu rawan dengan bencana, baik bencana alam maupun bencana non-alam. Itu menjadi salah satu momok yang juga dihadapi oleh Unit Pelaksana Teknis Pemasyarakatan yang ada di Indonesia. Kemudian dengan kondisi yang overcrowding, otomatis itu nanti akan menyebabkan dampak yang lebih besar lagi. Kira-kira mitigasi bencana yang tepat, yang baik, yang bisa dilaksanakan oleh Unit Pelaksana Teknis Pemasyarakatan yang ada di Indonesia itu seperti apa ya?

Hana: Jadi kalau kita belajar dari pengalaman gempa, likuifaksi di Palu gitu ya. Kita jadi sama-sama belajar nih melihat bahwa pada saat penanganan kebencanaan, sayangnya, sayang banget, Lapas itu seringkali jadi objek yang suka terlupakan dari sistem mitigasi bencana nasional. Jadi saat ini, yang kita kedepankan adalah bagaimana caranya supaya Lapas ini bisa diintegrasikan dalam sistem mitigasi bencana nasional, misalnya dengan BNPB, dengan BPPD agar tidak kelupaan. Jadi kalau terjadi bencana, penghuni Lapas di Indonesia ini kan ada banyak banget ya. Seperti yang tadi kita bilang, saat ini kurang lebih sekitar 260 ribuan gitu warga binaan yang ada di Lapas dan Rutan. Jadi ke depannya, kita mau mendorong supaya populasi yang sangat besar ini dan juga sangat penting, ini bisa masuk ke dalam salah satu objek vital dari sistem manajemen mitigasi bencana di Indonesia

Kristian: Dan kalau boleh, flexing dikit, sebenarnya UNODC dan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan juga sudah bekerja sama menyusun sebuah pedoman mitigasi dan penanganan bencana di UPT Pemasyarakatan. Dan pedoman ini sekarang ini sudah menjadi sebuah Kepditjen. Semoga harapannya ke depan, ini bisa mendukung rekan-rekan jajaran di UPT Pemasyarakatan di manapun di seluruh Indonesia ketika menghadapi bencana alam, mitigasi apa, dan penanganan apa yang musti dilakukan.

Pravitea: Tentunya yang tadi disampaikan, kita perlu koordinasi dan juga dukungan dari APH maupun lembaga pemerintahan yang lain juga, untuk memberikan perhatian lebih kepada Lapas dan Rutan saat terjadi bencana untuk mitigasinya


Isu Kesehatan di Rutan dan Lapas

Pravitea: Sekarang kita bicara soal kesehatan warga binaan di dalam Lapas dan Rutan yang lagi-lagi kondisinya masih overcrowding. Pandangan UNODC sendiri terkait pelayanan kesehatan narapidana di Indonesia itu seperti apa, terus kira-kira masalahnya itu apa saja, dan mungkin bisa memberikan rekomendasi perbaikan untuk pelayanan kesehatan itu sendiri

Kristian: Kalau UNODC melihat salah satu tantanganya itu sebenarnya kadang-kadang penanganan perawatan kesehatan di Lapas itu orang-orang tuh suka lupa kalau itu tuh bagian dari penanganan kesehatan masyarakatan yang secara umum. Jadi seringkali mungkin rekan-rekan jajaran di UPT, Lapas, Rutan itu harus bekerja sendiri. Padahal kalau menurut kami, perawatan kesehatan ini adalah sesuatu pekerjaan yang harus dilakukan bersama-sama menyeluruh dengan lembaga lain. Seperti contohnya, misalnya risiko-risiko penyebaran penyakit menular di dalam Rutan/Lapas seperti misalnya HIV/AIDS, TBC dan lain sebagainya. Itu kan kalau tidak ditangani dengan baik, kemudian misalnya ada warga binaan yang bebas, kembali ke masyarakat, kan bisa saja dia juga akhirnya menularkan ke masyarakat. Sehingga memang perlu ada kerja sama yang menyeluruh, tidak hanya di UPT Pemasyarakatan, tetapi juga instansi terkait lainnya.

Hana: Jadi kita belajar dari pengalaman Covid-19 kemarin. Kesiapan UPT dalam memitigasi situasi seperti tadi, misalnya pandemi, itu menjadi sangat krusial. Dan UNODC, lagi-lagi kita mau flexing, UNODC juga sebenarnya sudah bekerja sama dengan Ditjen Pemasyarakatan. Jadi kita sudah bekerja sama dalam menyusun modul, dalam penanganan penyebaran Covid-19 di UPT Pemasyarakatan. Ke depannya, kami harapkan modul ini bisa dioptimalkan dan bermanfaat khususnya untuk Ditjen Pemasyarakatan dan UPT-UPT Pemasyarakatan.


Isu Rehabilitasi dan Reintegrasi Narapidana

Pravitea: Kunci agar program integrasi dan rehabilitasi narapidana itu bisa dijalankan dengan tepat sasaran dan baik itu bagaimana sih?

Kristian: Kalau menurut pandangan UNODC sih, salah satu kuncinya adalah bagaimana menyiapkan program rehabilitasi-reintegrasi yang sesuai dengan apa yang menjadi kebutuhan dan juga minat, potensi, dari warga binaan tersebut. Bagaimana program-program yang disediakan itu bisa memenuhi kebutuhan-kebutuhan warga binaan terutama ketika mereka sudah keluar dari Lapas, kembali ke masyarakat. Kebutuhan-kebutuhan apa yang bisa dipenuhi melalui program-program tersebut sehingga bisa membantu para warga binaan ini mandiri, kembali di masyarakat, dan juga yang paling penting, tidak melakukan pelanggaran hukum kembali.

Pravitea: Itu berarti selaras dengan yang disampaikan oleh mba Hana, poin ketiga tentang mengurangi tingkat residivisme ya.


Isu Terorisme dan Kejahatan Transnasional

Pravitea: Tadi mba Hana juga sempat mention tentang terorisme dan kejahatan transnasional. Itu kan menjadi persoalan yang mengancam kedaulatan suatu negara ya. Bagaimana bentuk pendampingan yang diberikan oleh UNODC terutama untuk pemasyarakatan di Indonesia nih di saat ini. 

Hana: Jadi memang UNODC ini tidak memberikan pendampingan khusus atau secara langsung. Tetapi selama ini, kita membantu memberikan dukungan pelatihan. Misalnya melatih petugas di Lapas atau di Bapas agar kemampuan teknis mereka lebih baik lagi, lebih lengkap, lebih mumpuni untuk menangani isu ini. Jadi, dari sisi pengetahuan dan skill mereka juga akan lebih paham dan lebih tahu nih harus bagaimana dalam menghadapi warga binaan terorisme. Karena ini kan kalau ngomongin ranah terorisme, agak sangat sensitif gitu. Jangan sampai petugasnya justru ikut terpapar terorisme dari warga binaan. Jadi ini kan bisa menimbulkan kerusuhan maupun dinamika dalam lapas yang tidak baik. Jadi selama ini yang kita berikan ya semacam dukungan pelatihan, pendampingan kepada para petugas Lapas untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan tadi.


Isu Intelijen Pemasyarakatan

Pravitea: Saat ini, pemasyarakatan sendiri tengah memperkuat intelijen pemasyarakatan. Nah, UNODC sendiri memandang intelijen kami seperti apa sih?

Hana: Jadi buat kami, intelijen pemasyarakatan tuh memang sangat penting. Tapi ini mungkin agak kita klarifikasi sedikit nih antara intelijen pemasyarakatan dengan intelijen misalnya kepolisian atau aparat penegak hukum lainnya. Jadi intelijen pemasyarakatan ini menjadi sangat penting dalam memonitor kondisi di dalam Lapas itu sendiri. Gimana petugas Lapas itu bisa tahu di dalam itu ada info-info apa saja, ada gosip-gosip apa gitu, ada kelompok-kelompok apa yang terbentuk di dalam. Jadi dinamika sosial yang ada di dalam ini bisa terpantau. Dan kalau ada potensi misal kerusuhan atau perang antar kelompok, itu bisa dimitigasi di awal. Jadi pentingnya itu.

Dan salah satu kunci manajemen Lapas yang baik memang sebenarnya adalah pengaplikasian fungsi sistem keamanan yang at least itu ada dua macam. Kurang lebih ada keamanan dinamis dan juga keamanan statis. Keamanan statis itu kayak eksterior, infrastruktur, pagar, kelengkapan alat. Untuk keamanan dinamis, itu lebih ke kayak interaksi antara petugas dengan WBP. Cara memperlakukannya. Terus komunikasi yang lebih cair. Atau interaksi yang lebih cair. Sehingga petugas bisa lebih tanggap mungkin dengan dinamika yang terjadi di dalam. Dan ini sangat penting sekali sih sebenarnya.

Kristian: Intinya sih intelijen di pemasyarakatan ini jangan sampai disalahpahami seperti tadi dibilang, dianggap sama misalnya dengan intelijen kepolisian dan badan-badan keamanan lainnya. Agar tujuannya untuk mengidentifikasi dan juga mencegah risiko-risiko keamanan di dalam Lapas/Rutan itu bisa tercapai.

What's Your Reaction?

like
0
dislike
0
love
0
funny
0
angry
0
sad
0
wow
0