Ditjenpas-Australia Sikapi Serius Penanganan Radikalisme dan Ekstemisme

Ditjenpas-Australia Sikapi Serius Penanganan Radikalisme dan Ekstemisme

Jakarta, INFO_PAS - Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjenpas) dan Australia Departement of Home Affairs serius sikapi radikalisme dan ekstremisme kekerasan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas). Hal tersebut direalisasikan melalui pertemuan antara perwakilan Ditjenpas dan delegasi Australia Departement of Home Affairs di Ruang Rapat Saharjo, Kantor Pusat Ditjenpas, Kamis (23/2).

“Pembinaan narapidana teroris (napiter) adalah upaya terpadu dilakukan dengan melakukan pendampingan dan pengawasan secara khusus terhadap perubahan pemahaman dan sikap perilaku napiter untuk mengurangi kemampuan, niat, dan keterlibatan mereka terhadap ekstremisme kekerasan, mengembalikan mereka untuk  dapat  hidup dan berinteraksi  kembali  dengan  masyarakat, serta mampu menghidupi  diri  dan  keluarganya  tanpa  bergantung lagi kepada kelompok/jaringannya,” terang Direktur Pembinaan Narapidana dan Latihan Kerja Produksi, Erwedi Supriyatno.

Pada kesempatan tersebut, Erwedi memaparkan pada pembinaan napiter di Indonesia diterapkan sistem penempatan dan keamanan napiter, yakni Lapas Super Maximum Security, Lapas Maximum Security, Lapas Medium Security, dan Lapas Minimum Security. Kategori tersebut berdasarkan tingkat risiko napiter terkait. Erwedi juga menjelaskan peran asesmen yang diterapkan untuk menentukan kelas sesuai sistem tersebut.

Penanganan napiter di Indonesia telah dilakukan sesuai ketentuan yang berlaku. Meski begitu, masih ditemukan beberapa tantangan dalam pembinaan napiter, antara lain ketidakmauan napiter untuk berubah karena masih memegang kuat ideolaginya serta sebagian napiter takut akan ancaman kelompok atau jaringannya karena membahayakan keselamatan diri dan keluarganya. Tantangan lainnya adalah adanya kekhawatiran akan ketidakmampuan secara finansial setelah bebas, kemungkinan terpengaruh untuk bergabung dengan kelompok/jaringannya, dan kurangnya partisipasi masyarakat dalam mendukung reintegrasi sosial napiter.

Sementara itu, Deputy Commonwealth Counter-Terrorism Coordinator, Richard Feakes, menyampaikan kedatangan mereka adalah untuk membahas upaya bersama Indonesia-Australia dalam isu radikalisme dan ekstremisme kekerasan di Lapas serta mencari solusi terhadap tantangan dalam pembinaan napiter di Lapas Indonesia. “Napiter di Indonesia berjumlah jauh lebih besar daripada di Australia. Tantangan di Australia, salah satunya adalah sulit menemukan bantuan mentor. Mentor dipastikan hanya berfokus pada keterampilan kerja serta mengembalikan hubungan dengan keluarga, tetapi tidak bisa membina ideologi mereka karena terlalu kompleks, dan tidak dapat menemukan mentor yang dapat membimbing,” ujarnya.

Selanjutnya, untuk meningkatkan kerja sama Indonesia-Australia, diskusi ini akan ditindaklanjuti  lebih lanjut oleh Counselor Law and Justice Australia. (yp)

What's Your Reaction?

like
0
dislike
0
love
0
funny
0
angry
0
sad
0
wow
0