Seluruh rumah tahanan (RuÂtan) dan Lembaga PemasyaÂrakatan (Lapas/LP) di Sumatera Barat penghuninya over kapaÂsitas. Kelebihan penghuni bukan dalam jumlah kecil, tapi nyaris dua kali lipat dari kapasitas tersedia. Bahkan pada bebeÂrapa Rutan dan Lapas, kelebihan jumlah penghuninya lebih dua kali lipat.
Kondisi tersebut diungkapkan oleh Kepala Divisi Permasyarakatan Kanwil Kementerian Hukum dan HAM (KemenÂkumham) Sumbar Hartono, melalui Kabid Keamanan dan Pembinaan KemenÂkumham Sumbar Yusuf Sembiring akhir pekan lalu. Akibat kelebihan kapasitas tersebut maksud dan tujuan serta fungsi Rutan dan Lapas sesungÂguhnya tidak bisa diwujudkan secara optimal.
Pelayanan dan pengawasan oleh pihak rutan dan lapas terhadap tanahan dan narapidana jadi tidak maksimal. Baik layanan dalam memberikan konsumsi makanan yang bergizi, pelayanan atas kebutuhan sanitasi, pelayanan kesehatan, pembinaan kerohanian dan pengawasan atas perbuatan tercela serta yang melangÂgar hukum jadi tidak maksimal. Sebagai dampaknya banyak tahanan/napi yang sakit-sakitan akibat kurang gizi, sanitasi buruk dan pelayanan kesehatan yang seadanya. Bahkan angka kematian pada napi akibat gangguan kesehatan juga cukup tinggi.
Tak maksimalnya pembinaan mental dan kerohanian pada napi juga mengakiÂbatkan banyak di antara mereka yang begitu habis masa hukumannya dan keluar dari lapas kembali melakukan tindak kriminal. Lemahnya pengawasan di rutan dan lapas juga berakibat negatif, karena sebagian dari mereka justru mengendalikan aksi kriminal seperti perampokan dan perdagangan narkoba dari balik jeruji besi melalui ponsel dan alat komunikasi lainnya. Pada akhirnya masuk rutan dan lapas tak ubahnya sebagai wahana naik kelas bagi para penjahat.
Jawaban atas persoalan over kapaÂsitas penghuni rutan dan lapas, salah satu alternatifnya adalah menambah jumlah ruangan rutan atau pun lapas. Namun tidak cukup hanya itu. Karena, jika kejahatan dibiarkan terus tumbuh tanpa ada upaya yang sungguh-sungguh untuk menumpas dan juga menceÂgahnya, berapa pun jumlah ruangan rutan dan lapas yang disediakan tak akan pernah cukup.
Artinya pencegahan yang optimal juga akan turut menentukan jumlah orang yang melakukan tindak kriminal yang berujung ke rutan dan lapas. Pembinaan dan pengawasan optimal bagi napi selama berada dalam lapas juga akan sangat membantu menyadarkan para napi, sehingga begitu keluar dari penjara eks napi itu tidak kembali melakukan tindak kejahatan. Peredaran dan perdagangan narkoba juga mesti ditekan secara serius, sehingga kasus narkoba, jumlah napi narkoba tidak terus bertambah dan jumlahnya mendominasi di semua rutan dan lapas yang ada.
Lapas adalah tempat untuk melaÂkukan pembinaan terhadap napi di Indonesia. Sebelum dikenal istilah lapas, tempat tersebut disebut dengan istilah penjara.
Konsep pemasyarakatan pertama kali digagas oleh Menteri Kehakiman Sahardjo pada tahun 1962, di mana disebutkan bahwa tugas jawatan kepenjaraan bukan hanya melaksanakan hukuman, namun tugas yang jauh lebih berat adalah mengembalikan orang-orang yang dijatuhi pidana ke dalam masyarakat.
Sumber:Â http://www.harianhaluan.com/