Melongok Kerajinan Tenun Songket dari Balik Tembok Lapas Wanita Palembang

Menenun songket jadi salah satu kegiatan di balik tembok tinggi Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Wanita Klas II A Palembang. Dua warga binaan di sana, Titin (35) dan Dahlia (32) menjadi motor produksi kain khas Palembang oleh para tahanan dan nara pidana (napi) wanita. Tak setiap orang punya keahlian dan keterampilan membuat kain tenun songket. Keterampilan itu dikuasai oleh dua napi Lapas Wanita Palembang. Dan hasil tenun keduanya tak kalah dari karya perajin songket kebanyakan.   Bahkan, istri Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkum HAM) RI, Denny Indrayana, pun menyukai kain tenun “made in” Lapas Wanita Klas II A Palembang ini. Informasi menarik itu disampaikan Kepala Lapas Wanita Palembang, Dr Rachmayhanty, kemarin.   “Songket yang diporduksi dari dalam Lapas Wanita ini banyak dicari dan diburu orang luar, termasuk istri Wamenkum HAM,” ucapnya. Pembuatan songket di Lapas Wanita sudah dilakukan beberapa tahun terakhir. Tapi untuk produksi keluar,
Melongok Kerajinan Tenun Songket dari Balik Tembok Lapas Wanita Palembang

Menenun songket jadi salah satu kegiatan di balik tembok tinggi Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Wanita Klas II A Palembang. Dua warga binaan di sana, Titin (35) dan Dahlia (32) menjadi motor produksi kain khas Palembang oleh para tahanan dan nara pidana (napi) wanita. Tak setiap orang punya keahlian dan keterampilan membuat kain tenun songket. Keterampilan itu dikuasai oleh dua napi Lapas Wanita Palembang. Dan hasil tenun keduanya tak kalah dari karya perajin songket kebanyakan.   Bahkan, istri Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkum HAM) RI, Denny Indrayana, pun menyukai kain tenun “made in” Lapas Wanita Klas II A Palembang ini. Informasi menarik itu disampaikan Kepala Lapas Wanita Palembang, Dr Rachmayhanty, kemarin.   “Songket yang diporduksi dari dalam Lapas Wanita ini banyak dicari dan diburu orang luar, termasuk istri Wamenkum HAM,” ucapnya. Pembuatan songket di Lapas Wanita sudah dilakukan beberapa tahun terakhir. Tapi untuk produksi keluar, dimulai 2013 lalu. Semula, ada ahli tenun yang mengajarkan keterampilan menenun kepada penghuni lapas.   Lalu, ada tiga napi yang akhirnya menguasai keterampilan ini. Namun, salah seorang telah selesai menjalani masa pidananya. “Dua yang ada sekarang terus berusaha menularkan keterampilan mereka kepada napi-napi wanita lain. Saat ini, total ada 220 warga binaan,” imbuhnya saat menemani Sumatera Ekspres melihat ruang tempat pembuatan kain songket di lantai II Lapas Wanita.   Masuk ke ruang itu, terlihat ada dua perempuan sedang sibuk menarik benang sutera. Kedua orang itulah, titin dan Dahlia. “Ini tinggal pembuatan selendangnya saja. Mungkin dalam beberapa hari ke depan selesai,” kata Rachmayhanty.   Sesekali ia memperhatikan Titin dan Dahlia menyelesaikan pembuatan songket. Titin diketahui napi dalam kasus narkoba yang harus menjalani pidana selama lima tahun. Sedangkan Dahlia divonis bersalah dengan pidana 4,5 tahun dalam kasus pembunuhan.   Sesekali terdengar hentakan kayu perangkat alat tenun. Perlahan tapi pasti mulai terlihat corak selendang yang dibuat keduanya. Menurut Rachmayhanty, sudah ada lima kain songket yang diproduksi dan telah dikirim ke beberapa pameran. “Sudah ada songket yang dibeli istri pak Wamen (Wamenkum HAM) saat beliau berkunjung ke sini (Lapas Wanita Palembang), beberapa waktu lalu,” jelasnya.   Tiap kali ada pameran di Jakarta, songket hasil karya warga binaan Lapas Wanita Palembang selalu jadi magnet perhatian pengunjung. Mungkin karena kualitasnya yang sangat bagus dibanding songket karya warga binaan Lapas Wanita lain di Indonesia. “Makanya banyak yang suka sehingga kami terus memproduksi songkt-songket ini. Harga jualnya juga murah, satu kain songket Rp 1 juta,” tutur wanita yang mengenakan jilbab biru dongker itu.   Untuk membuat satu kain songket, diperlukan waktu selama satu bulan. Memang dibutuhakn kesabaran untuk menghasilkan songket terbaik. Menurutnya, pihaknya terus melakukan kaderisasi agar saat Titin dan Dahlia bebas, ada napi lain yang jadi penerusnya.   Nantinya, Lapas Wanita Palembang akan menjalin kerja sama dengan pihak lain untuk pengadaan alat tenun. Dengan potensi sumber daya manusia (SDM) yang ada, rasanya sangat sayang kalau hanya ada dua alat tenun saja.   “Tapi alat tenun itu harganya mahal. Karena itu, saat ini baru ada dua unit. Dengan kerja sama, kami mencoba menambah peralatan tenun,” imbuhnya. Dengan begitu kerajinan tenun songket dapat terus dikembangankan dan dilestarikan dari balik tembok penjara.   Rachmayhanty dan jajarannya sengaja menciptakan suasana lapas yang nyaman seperti rumah sendiri. Kondisi ini membuat warga binaan dapat terus mengembangkan skill yang dimiliki sesuai bidangnya. “Ini juga bekal bagi mereka setelah keluar nanti. Keterampilan yang didapat dapat membantu mereka meningkatkan perekonomian keluarga, atau menjadi wanita mandiri dan produktif,” tukasnya. (*/ce4)   Sumber : lemabang.wordpress.com

What's Your Reaction?

like
0
dislike
0
love
0
funny
0
angry
0
sad
0
wow
0