Memahami Urgensi Berkeluarga Saat Menjalani Hukuman Penjara

Memahami Urgensi Berkeluarga Saat Menjalani Hukuman Penjara

Pernikahan merupakan komitmen illahi yang diucapkan laki-laki dan perempuan untuk membangun rumah tangga yang sakinah (harmonis). Dalam mencapai keluarga yang harmonis, tidak luput dari kemelut konflik dan masalah rumah tangga. Harmonis bukanlah keluarga yang tidak punya masalah atau konflik. Keluarga harmonis diartikan sebagai keluarga yang cerdas dan terampil menyelesaikan setiap masalah sehingga keharmonisan rumah tangga tetap dapat terpelihara.

Kamus Besar Bahasa Indonesia mendefinisikan konflik dengan percekcokan, perselisihan, dan pertentangan, sementara masalah diartikan sebagai sesuatu yang harus diselesaikan atau dipecahkan. Dari makna leksikal di atas dapat diperoleh gambaran bahwa konflik dalam keluarga dapat muncul disebabkan adanya masalah yang tidak segera dipecahkan.

Banyak faktor yang memicu terjadinya konflik dalam rumah tangga, seperti suami mendapat hukuman kurungan penjara di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) atau Rumah Tahanan Negara (Rutan). Hal tersebut apabila tidak diselesaikan dengan segera bisa berujung pada perceraian. Terkadang ditemui ada kiriman surat gugatan cerai dari Pengadilan Agama kepada sang suami yang sedang menjalani hukuman di Lapas atau Rutan. Walaupun alasan perceraian karena suami mendapat hukuman penjara dibenarkan secara hukum (vide: Pasal 19 huruf c Peraturan Pemerintah RI No. 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang RI No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan), namun sedapat mungkin harus dihindari karena dapat menimbulkan derita nestapa bagi suami istri tersebut maupun bagi anak-anaknya di kemudian hari

Hal yang harus benar-benar dipahami pasangan suami istri adalah sebuah pernikahan mempunyai konsekuensi tersendiri bahwa konsekuensi dari pernikahan salah satunya adalah tabah dan istikamah dalam menghadapi ujian keluarga dan problematikanya sebagaimana termaktub dalam firman Allah SWT dalam surah Al-Baqarah/2: 155 yang berbunyi:

ولنبلونكم بشيء من الخوف والجوع ونقص من الأموال والأنفس واثمرات. وبشر الصبرين

 Artinya: “Dan Kami pasti akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar.”

Senada dengan itu, Michael Gurian setelah  mengadakan  penelitian  selama tidak kurang dari 20 tahun terhadap masalah perkawinan yang kemudian dituangkan dalam karyanya “What could He be Thinking? How a Man's Mind  Really Work” yang diterjemahkan penerbit Serambi dengan judul  “Apa sih yang Abang Pikirkan:  Membedah  Cara  Kerja Otak  Laki-laki” menyimpulkan bahwa setiap orang yang terikat dalam perkawinan akan mengalami beberapa  fase. Ada pasangan yang dapat menyelesaikan sampai fase terakhir, namun tidak sedikit yang berhenti pada fase tertentu. Fase-fase tersebut oleh Michael disebut dengan “peta perkawinan”. Secara ringkas fase tersebut adalah:

  1. Fase pertama, romantis. Pasangan suami istri secara umum merasakan keindahan yang luar biasa, rasa cinta dari kedua belah pihak masih begitu menggumpal. Fase ini berlangsung antara enam bulan sampai dua tahun.
  2. Fase kedua, kecewa. Ketika salah satu pihak baik laki-laki maupun perempuan melakukan sesuatu yang mengecewakan atau merasa dikecewakan pasangannya. Banyak hal yang bahkan mungkin terkesan kecil dapat mengecewakan pasangannya. Fase ini akan berlangsung antara enam bulan sampai satu tahun.
  3. Fase ketiga, rebutan kuasa. Fase ini adalah kelanjutan dari fase kedua dimana masing-masing berusaha untuk menyikapi kekecewaan yang ada dengan mencoba mengambil posisi untuk dominan dalam kehidupan rumah tangga. Fase ini termasuk fase krusial, tidak sedikit pasangan yang akhirnya kandas pada fase ini.
  4. Fase keempat, sadar. Setelah dapat melewati fase ketiga, masing-masing pihak merasa mendapat banyak ilmu bagaimana semestinya menyikapi rumah tangganya. Mereka memperoleh banyak pengetahuan dan kesadaran  setelah  menderita luka akibat kecewa dan perebutan kekuasaan.
  5. Fase kelima, krisis. Pada tahapan ini tidak setiap pasangan mengalaminya karena ketika sampai pada fase keempat, yaitu sadar mereka dapat mengambil hikmah sehingga masalah yang muncul tidak sampai mengarah kepada krisis. Namun demikian, tidak sedikit pasangan yang mengalami krisis, baik karena faktor internal seperti perubahan sikap salah satu pasangan maupun faktor eksternal, seperti suami sebagai kepala rumah-tangga mendekam di penjara.
  6. Fase keenam, cinta sejati. Pasangan yang lolos dari krisis— jika ada—kemudian berkembang normal menemukan cinta yang terus bersemi akan menjadi pasangan yang ideal karena cinta mereka tampak memancar dalam kehidupan mereka.

Masalah dan krisis dalam rumah tangga kalau pada akhirnya terus terjadi sebagai akibat dari suami menjalani hukuman penjara di Lapas atau Rutan, maka dapat ditempuh dengan jalan menggunakan mediator. Di antara ayat yang memberi petunjuk masalah ini adalah:

وإن خفتم شقاق بينحما فابعثوا حكمامن أهله وحكمامن أهلها. إن يريدا اصلاحا يوفق الله بينهما. ان الله كان عليما خبيرا

Artinya: “Dan jika kamu  khawatir terjadi persengketaan antara keduanya, maka kirimlah seorang juru damai  dari keluarga laki-laki dan seorang juru damai dari keluarga perempuan. Jika  keduanya (juru damai itu) bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami-istri itu. Sungguh,  Allah Mahateliti, Maha Mengenal.” (an-Nisā'/4: 35)

Selain cara penyelesaian mediasi dengan melibatkan juru damai dari pihak keluarga seperti yang disebutkan dalam ayat di atas, peran serta keterlibatan petugas Pemasyarakatan juga penting untuk meyakinkan pasangan suami istri yang sedang mengalami konflik bahwa menjaga keutuhan rumah tangga merupakan parameter dari ketahanan sebuah keluarga sakinah.

 

 

Penulis: Insanul Hakim Ifra (Rutan Depok)

What's Your Reaction?

like
4
dislike
0
love
1
funny
2
angry
0
sad
2
wow
3