Menjaga Marwah Pemasyarakatan

Menjaga Marwah Pemasyarakatan

Secara leksikal, marwah mempunyai arti kehormatan diri, harga diri, nama baik. Dalam pergaulan hidup sehari-hari, marwah dipadankan dengan istilah harkat-martabat. Setiap profesi maupun instansi mempunyai marwahnya tersendiri. Sebut saja, marwah seorang hakim terletak pada independensinya dalam memutuskan suatu perkara dalam arti imparsial tidak memihak. Begitupun dengan instansi Pemasyarakatan, memiliki marwah yang harus dijaga dan dijunjung tinggi oleh petugas Pemasyarakatan. 

Keberhasilan petugas Pemasyarakatan dalam melaksanakan tugas pelayanan, pembinaan, pengamanan Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) dan Rumah Tahanan Negara (Rutan) pembimbingan Balai Pemasyarakatan, serta pengelolaan benda sitaan dan barang rampasan Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara salah satunya ditentukan oleh integritas moral dan keteladanan sikap humanis dan tingkah laku petugas Pemasyarakaan. Integritas moral, sikap humanis, dan tingkah laku petugas yang baik merupakan marwah Pemasyarakatan yang harus dikawal dan dijaga.

Martabat atau marwah Lapas dan Rutan salah satunya terletak pada pembinaan dan pengamanan humanis. Artinya, perlakuan kepada Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) tidak boleh bersifat represif dan harus mengedapankan rasa kemanusiaan sebagaimana diterangkan dalam salah satu poin dari 10 Prinsip Pemasyarakatan yang berbunyi: “narapidana dan anak didik bagaikan orang sakit perlu diobati agar mereka sadar bahwa pelanggaran hukum yang pernah dilakukannya adalah merusak dirinya, keluarga, dan lingkungannya, kemudian dibina/dibimbing ke jalan yang benar. Selain itu, mereka harus diperlakukan sebagai manusia biasa yang memilki pula harga diri agar tumbuh kembali kepribadiannya yang percaya akan kekuatannya sendiri”.

Jika kita merenung, acuan bersikap humanis dalam pembinaan dan pengamanan terletak pada nilai luhur pada Tri Dharma Petugas Pemasyarakatan yang setiap pelaksanaan tugas selalu diikrarkan. Hanya saja, perlu keseriusan dalam memaknainya agar merasuk ke hati. Sejalan dengan itu, Ibnu Qayyim dalam kitabnya "Miftahu Daris-sa'adah" menerangkan kalau keempat martabat telah tercapai oleh manusia, hasil tujuannya menuju kesempurnaan hidup, yaitu: Pertama, mengetahui kebenaran lalu mengakuinya; Kedua, mengamalkan kebenaran; Ketiga, mengajarkannya kepada orang lain; Keempat, sabar di dalam menyesuaikan diri dengan kebenaran, mengamalkannya, dan mengajarkannya. 

Empat poin yang diterangkan di atas senada dengan butir-butir Tri Dharma Petugas Pemasyarakatan yang mengajarkan bahwa menjadi abdi hukum dan pembina narapidana harus didasari keilmuan dan pengetahuan agar dapat mengetahui mana yang baik/buruk serta mana yang benar/salah, bertekad menjadi suri teladan agar narapidana mencontoh dan mengamalkan ajaran dan sikap yang benar, serta tetap bersikap sabar, bijaksana, dan adil dalam memutuskan suatu perkara walaupun itu menguntungkan orang yang tidak disenangi atau merugikan orang yang disenangi.

Marwah pemasyarakatan perlu dijaga baik oleh seluruh jajaran petugas agar terhindar dari citra negatif dari luar. Tentunya dengan pembinaan dan pengamanan yang humanis, WBP secara emosional merasa diperhatikan dan diayomi sehingga peluang untuk mengajak mereka ke jalan yang benar bisa optimal dan di situlah letak benang merah marwah Pemasyarakatan. Jangan sesekali mencederai marwah tersebut dengan tindakan-tindakan represif-punitif karena hal itu bukanlah wajah Pemasyarakatan sekarang ini. Jika marwah jatuh, hilanglah wibawa. Manusia yang berakal budi senantiasa berusaha mempertinggi martabat budinya.    

 

Penulis: Insanul Hakim Ifra (Rutan Depok)
 

What's Your Reaction?

like
2
dislike
0
love
2
funny
1
angry
0
sad
2
wow
1