Menkumham: Pecandu Narkoba di Dalam Lapas Timbulkan Banyak Mudarat
Jakarta, INFO_PAS - Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI, Yasonna H. Laoly, dorong Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan pemerintah segera mengesahkan revisi Undang-Undang Narkotika Nomor 35 Tahun 2009 untuk menekan angka overcrowded di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) dan Rumah Tahanan Negara (Rutan) di Indonesia. Perlakuan yang sama antara pecandu narkotika, penyalahguna narkotika, dan korban penyalahgunaan narkotika dengan bandar ataupun pengedar narkotika menimbulkan ketidakadilan dalam penanganannya.
“Jika kita terus mengirim pecandu ke Lapas akan menjadi lebih banyak mudaratnya. Di Lapas dia sebagai pengguna aktif bisa mempengaruhi banyak hal, contohnya bisa mempengaruhi narapidana kurir atau pengedar, bahkan oknum petugas untuk mencari dan mengusahakan barang-barang haram tersebut masuk ke :apas,” ucap Yasonna dalam Rapat Kerja Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham), Kejaksaan Agung (Kejagung), Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan, serta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan Komisi III DPR RI, Kamis (25/8).
Menurutnya, pendekatan yang harus dilakukan bagi para korban penyalahguna narkoba adalah pendekatan secara medis. Fokus penanganannya pada upaya rehabilitasi melalui mekanisme asesmen yang komprehensif dan dapat dipertanggungjawabkan. Kebijakan untuk lebih mengedepankan upaya rehabilitasi ini sejalan dengan upaya untuk mengurangi over kapasitas di Lapas dan Rutan.
Lebih lanjut, ia juga menuturkan bahwa penyalahgunaan narkoba diperkirakan sekitar 70.000 orang menghuni Lapas dan Rutan se-Indonesia. Jika dikalikan biaya makan per orang sebesar hampir Rp20.000 per-hari, maka jumlah itu akan sangat signifikan dapat meringankan beban negara dalam upaya penyediaan layanan makan bagi Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP).
“Jika kita berhasil merevisi dan segera dilakukan pengesahan Undang-Undang Narkotika yang baru ini, maka kita dapat menhemat pengeluaran negara terkait biaya makan tahanan dan narapidana dalam jumlah yang cukup besar, bahkan terbilang sangat fantastis. Belum lagi pembiayaan rehabilitasi yang dilaksanakan di Lapas. Walau sebagian bekerja sama dengan instansi lain seperti Badan Narkotika Nasional, pengurangan itu akan menghemat anggaran dengan sangat signifikan,” beber Yasonna.
Sebagai gambaran, Guru Besar Ilmu Kriminologi Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian itu menjelaskan pada peringatan Hari Ulang Tahun Ke-77 RI, Kemenkumham memberikan Remisi Umum (RU) Tahun 2022 bagi 168.196 WBP, 2.725 orang di antaranya langsung bebas. Melalui pemberian RU Tahun 2022 ini ditaksir negara menghemat anggaran makan WBP sebesar Rp259.289.610.000.
Sementara itu, Anggota Komisi III DPR Fraksi Partai Golkar, Supriansa, menyoroti anggaran makan yang hanya sebesar Rp20.000 per kepala per hari di mmana jika dibandingkan dengan instansi penegak hukum lain, seperti Kepolisian, Kejagung, dan KPK, bilangan Rp20.000 per hari tidaklah terlalu besar. Di tahanan polisi misalnya, biaya makan perhari tahanan sebesar Rp34.000 per orang. Diharapkan pemerintah dan DPR dapat mempertimbangkan untuk menaikkan anggaran makan narapidana agar lebih layak konsumsi mengingat inflasi dan kenaikan harga bahan pokok saat ini. (NH)