Nusakambangan, INFO_PAS - Sebanyak 44 pamong narapidana teroris dari lembaga pemasyarakatan (lapas) dan balai pemasyarakaratan (bapas) wilayah Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Yogyakarta saling bertukar ide dan pengalaman mereka dalam menangani narapidana teroris di unit masing-masing. Mereka berkumpul pada
"Konsultasi Teknis Perlakuan Narapidana Dalam Rangka Peningkatan Keamanan dan Ketertiban di Lapas dan Rutan" yang digelar di Lapas Batu, Kamis (12/1).
Mereka juga berkesempatan berdialog dengan Direktur Jenderal Pemasyarakatan (Dirjen PAS), I Wayan K. Dusak, khususnya terkait penanganan narapidana teroris di unit masing-masing. Acara tersebut dihadiri pula oleh sekretaris dan para direktur di lingkungan Ditjen PAS, serta perwakilan UNICRI, TAF, dan CDS.
"Momentum ini untuk dialog penanganan narapidana teroris, baik petugas pembina maupun pembimbing bapas. Sampaikan
unek-unek dan ide-ide baru agar ditindaklanjuti," pesan Direktur Bimbingan Kemasyarakatan dan Pengentasan Anak, Djoko Setiono, saat membuka acara.
Dipandu oleh Direktur Keamanan dan Ketertiban, Sutrisman, acara dilanjutkan dengan pengarahan Dirjen PAS kepada para pamong narapidana teroris. "Saat ini kondisi lapas/rutan
over crowded sehingga terjadi ketidakteraturan. Belum lagi masalah lain," tuturnya.
Terkait keberadaan narapidana teroris di lapas/rutan, Dirjen PAS menuturkan apakah hal tersebut masuk domain Pemasyarakatan atau Badan National Penanggulangan Terorisme (BNPT) . "Apakah dimungkinkan bila kita buat tim yang khusus menangani narapidana teroris serta membuat program deradikalisasi versi Pemasyarakatan sebagai acuan di seluruh lapas/rutan.," tambah Dusak.
Ia berharap pertemuan ini akan bermanfaat dalam menentukan program dan pola penanganan narapidana teroris. "Kita buat klasifikasinya karena masing-masing narapidana teroris itu beda. Penanganannya juga beda," tandas Dirjen PAS.
Saat sesi penyampaian testimoni, pamong narapidana teroris dari Lapas Batu, Edi Warsono, mengungkapkan petugas butuh kesiapan mental dan ilmu dalam menangani kasus ini. "Petugas pengamanan lebih berat karena kontak langsung. Bahkan bisa merubah
mindset," ujar Kepala Seksi Bimbingan Kemasyarakatan Lapas Batu ini.
Sementara itu, Siswanto dari Bapas Surakarta menjelaskan saat ini ada 11 klien teroris yang dibimbing bapas. "Kami bekerja sama dengan BNPT,
Common Ground, dan Yayasan Prasasti Perdamaian melakukan teknik dari hati ke hati serta mengunjungi keluarga klien teroris untuk menjalin komunikasi," jelasnya.

Eko Siswanto dari Lapas Kembang Kuning mengungkapkan bahwa narapidana umum diberikan bimbingan rohani sebanyak-banyaknya untuk menghindari pengaruh dari narapidana teroris yang gemar berdakwah di lapas. "Bila mereka kenyang pembinaan rohani akan susah didoktrin," tutur Eko yang merupakan pengelola pembinaan rohani di Lapas Kembang Kuning.
Pihaknya juga fokus dalam pembinaan kesadaran berbangsa bernegara serta mengajak narapidana teroris di kegiatan kemandirian.
Pada kesempatan yang sama, Fajar Sodiq dari Lapas Semarang menjelaskan ada 11 narapidana teroris di lapas tersebut. Mereka ditempatkan bersamaan dengan narapidana umum karena Lapas Semarang sudah
over kapasitas.
"Mereka di-
assessment oleh psikolog untuk identifikasi dan klasifikasi penentuan program pembinaan.
Ada pula pendampingan psikologis kepada keluarga narapidana teroris selain kegiatan kerohanian dan kemandirian," ungkap Fajar.
Walau secara umum kooperatif, Fajar mengakui ada dua narapidana teroris yang tidak kooperatif. Satu saat mereka mendatangi petugas agar diberikan remisi susulan padahal tidak mengikuti program deradikalisasi dengan baik.
"Kami beri pengertain bahwa harus ada rekomendasi dari BNPT dan harus ikuti pembinaan dengan baik," ujar Fajar.
Diakhir acara, Dirjen PAS kembali mengingatkan pentingnya pembuatan modul dalam penanganan narapidana terorisme. "Harus perhatikan pola penempatan, mekanisme, strategi, sistem pembinaan, pengawasan, pengamanan, dan SDM," tegas Dusak.
Ia juga mengingatkan bahwa hingga detik ini momok Pemasyarakatan adalah keberadaan
handphone. "Jangan meminjamkan/membawa
handphone ke narapidana teroris dan narkoba. Bila masih terjadi, berarti ada petugas yang berkhianat dengan profesinya," pungkas Dirjen PAS.