Paradigma Perubahan Pembinaan Anak di Indonesia

Paradigma Perubahan Pembinaan Anak di Indonesia

Mungkin di antara kita lupa, apalagi Aparatur Sipil Negara jajaran Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) yang masuk setelah tahun 2015, tidak mengetahui kapan sejarah perubahan paradigma pembinaan Anak dalam Sistem Pemasyarakatan di Indonesia terjadi.

Kembali mengingatkan kita bahwa sejarah perubahan paradigma pembinaan Anak dimana sebelumnya Anak Didik Pemasyarakatan dalam Sistem Pemasyarakatan dibina di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Anak. Maka, seiring diberlakukan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, sistem pembinaan Anak dalam Pemasyarakatan telah berubah. Lapas Anak berganti menjadi Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA). Anak yang menjalani penahanan juga ditempatkan pada lembaga yang berbeda, yaitu Lembaga Penempatan Anak Sementara (LPAS).

Paradigma pembinaan Anak juga berbeda. Hal ini sesuai hasil konferensi yang diselenggarakan di Lapas Anak Bandung (sekarang LPKA Bandung) pada tanggal 4 Agustus 2015 yang dihadiri pejabat Kemenkumham pusat dan wilayah Jawa Barat, instansi terkait, serta para pemerhati Anak. Dalam konferensi yang juga dihadiri Sekretaris Jenderal Kemenkumham, Bambang Rantam Sariwanto, itu menghasilkan 10 Prinsip Pembinaan Anak atau yang lebih dikenal dengan Piagam Arcamanik.

“Mengapa disebut piagam Arcamanik? Karena lokasi LPKA Bandung tempat pendeklarasian berada di Jalan Arcamanik Bandung,” ungkap Priyadi yang waktu itu menjabat Direktur Bimbingan Kemasyarakatan dan Pengentasan Anak Direktorat Jenderal Pemasyarakatan.

Piagam Arcamanik berisikan 10 Prinsip Pembinaan Anak sebagai berikut:

  1. Anak adalah amanah Tuhan Yang Maha Esa. Generasi penerus bangsa wajib mendapatkan kesempatan yang seluas-luasnya untuk dapat tumbuh dan berkembang secara optimal;
  2. Penahanan dan penjatuhan pidana penjara bagi Anak merupakan upaya terakhir dan dilakukan paling singkat dengan memperhatikan kepentingan terbaik bagi Anak;
  3. Tujuan sistem pembinaan dan pembimbingan Anak adalah keadilan restoratif berbasis budi pekerti;
  4. Pemberian pidana penjara bukan merupakan bentuk balas dendam dari negara;
  5. Selama menjalankan pembinaan dan pembimbingan tidak boleh diasingkan dari keluarga dan masyarakat;
  6. Dalam proses pembinaan dan pembimbingan, Anak berhak mendapatkan perlindungan dari kekerasan dan segala bentuk diskriminasi lainnya sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan;
  7. Pendidikan merupakan intisari pembinaan dan pembimbingan bagi Anak dalam rangka meningkatkan kecerdasan intelektual, emosional dan spiritual, pengembangan potensi diri, serta pelatihan keterampilan dalam upaya pengembangan minat dan bakat;
  8. Pembinaan dan pembimbingan Anak wajib diarahkan untuk sesegera mungkin dikembalikan kepada keluarga dan masyarakat dalam bentuk program asimilasi dan integrasi;
  9. Negara menjamin perlindungan dan pemenuhan hak-hak Anak melalui penyediaan sumber daya dan sarana prasarana yang ramah Anak;
  10. Pembinaan dan pembimbingan terhadap Anak dilaksanakan secara sinergi antara pengasuh, pembimbing kemasyarakatan, keluarga, dan masyarakat.

Sehari berselang pada tanggal 5 Agustus 2015 dilakukan peresmian LPKA dan LPAS di Lapas Anak Bandung oleh Menteri Republik Indonesia Hukum dan HAM RI, Yasonna H. Laoly. Turut hadir Yohana Yembise selaku Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, perwakilan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Dedy Mizwar selaku Wakil Gubernur Jawa Barat, para Pejabat Eselon I dan II di lingkungan Kemenkumham RI, I Wayan Sukerta selaku Kepala Kantor Wilayah Kemenkumham Jawa Barat, Agus Toyib selaku Kepala Divisi Pemasyarakatan Jawa Barat, Kepala Unit Pelaksana Teknis se-Jawa Barat, serta tamu undangan lainnya.

Mari kita wujudkan sistem pembinaan Anak sebagaimana tertuang dalam piagam tersebut. Semangat akan perubahan sistem pembinaan Anak bukan saja pada sisi perubahan kebijakan dan aturan-aturan, tapi yang paling substansi adalah bagaimana mengubah pola pikir dan budaya kerja para petugas, khususnya memahami pentingnya penyelenggraan pendidikan berbasis budi pekerti serta pengasuh Anak yang berada di LPKA. Petugas harus memiliki sensitivitas tersendiri dengan pola pendekatan pengasuhan.

 

 

Penulis: Giyanto (Kepala Bapas Pati)

What's Your Reaction?

like
1
dislike
0
love
3
funny
0
angry
0
sad
0
wow
1