Pengawasan terhadap Residivis melalui Sistem Database Pemasyarakatan
Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) atau Rumah Tahanan Negara (Rutan) sebagai tempat pembinaan bagi Warga Binaan Pemasyarakatan bertujuan mengubah perilaku narapidana ataupun tahanan agar menjadi pribadi yang lebih baik lagi dan tidak mengulangi tindak pidana kembali. Narapidana ataupun tahanan dapat diikutsertakan dalam kegiatan-kegiatan yang ada di Lapas/Rutan, baik pembinaan kepribadian maupun kemandirian. Ketika mendapatkan Reintegrasi, diharapkan mereka mendapatkan bekal melalui pelatihan-pelatihan yang tersedia selama di Lapas/Rutan dan ilmu agama yang bermanfaat agar terhindar dari pengulangan tindak pidana.
Namun, Sistem Database Pemasyarakatan (SDP) Lapas/Rutan masih belum terintegrasi dengan SDP Balai Pemasyarakatan (Bapas). Hal tersebut membuat sulitnya mencari tahu apakah narapidana yang mendapatkan Integrasi, baik Pembebasan Bersyarat, Cuti Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, maupun Asimilasi mengulangi tindak pidana kembali. Selama ini, apabila Klien melakukan pengulangan tindak pidana, informasi tersebut hanya didapat dari instansi kepolisian.
SDP adalah sistem teknologi informasi berupa aplikasi sebagai alat bantu dalam melakukan proses manajemen terhadap proses Pemasyarakatan di Indonesia. Proses Pemasyarakatan ini meliputi pelayanan tahanan, pengelolaan benda sitaan dan barang rampasan negara, pembinaan narapidana, dan pembimbingan Klien Pemasyarakatan. Dalam hal ini, Bapas mempunyai tugas dan fungsi melakukan Penelitian Kemasyarakatan (Litmas), pendampingan, pembimbingan, pengawasan, dan Sidang Tim Pengamat Pemasyarakatan. Ketika Bapas mendapatkan permintaan dari Lapas/Rutan untuk melakukan Litmas program Reintegrasi, terkadang sulit mengetahui apakah narapidana tersebut pernah melakukan tindak pidana sebelumnya ataupun terkena hukuman disiplin tingkat berat dengan diberikannya Register F.
Pentingnya terintegrasinya antara SDP Lapas/Rutan dengan Bapas untuk mengetahui narapidana tersebut residivis atau tidak saat dilakukan Litmas sehingga sulit untuk dilakukan monitoring terhadap narapidana tersebut yang nantinya berpengaruh pada pemberian hak-hak mereka. Terlebih lagi, berdasarkan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI Nomor 24 Tahun 2021 Pasal 11 Ayat (4), “Asimilasi tidak diberikan kepada narapidana/Anak yang melakukan pengulangan suatu tindak pidana serta tindak pidana yang dilakukan sebelumnya telah dijatuhi pidana dan telah memperoleh kekuatan hukum tetap”.
Penulis: Kustiyono (PK Pertama Bapas Tangerang)