Pengetatan Remisi Dilanjutkan

YOGYAKARTA - Kementerian Hukum dan HAM membantah 'mengobral' remisi atau pemotongan hukuman bagi terpidana kasus korupsi. Pengetatan remisi maupun pembebasan bersyarat bagi terpidana kasus khusus tersebut tetap diberlakukan. Menurut Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana, narapidana kasus tindak pidana korupsi tidak mudah mendapatkan remisi atau pembebasan bersyarat seperti yang diperkirakan masyarakat luas. "Yang dapat sebenarnya satu dua. Sementara, yang tidak dapat sebenarnya ada puluhan, bahkan ratusan, tapi tidak diberitakan media," kata Denny di Yogyakarta, Selasa (15/10). Menurut Denny, pemberian keringanan hukuman tersebut pada dasarnya telah diperketat bagi napi koruptor sejak dikeluarkannya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99 Tahun 2012 tentang Pengetatan Remisi. Dalam PP tersebut, kata dia, disebutkan bahwa napi tidak akan memperoleh remisi atau pembebasan bersyarat, kecuali dirinya berperan sebagai saksi pelaku (justice collaborator).

Pengetatan Remisi Dilanjutkan
YOGYAKARTA - Kementerian Hukum dan HAM membantah 'mengobral' remisi atau pemotongan hukuman bagi terpidana kasus korupsi. Pengetatan remisi maupun pembebasan bersyarat bagi terpidana kasus khusus tersebut tetap diberlakukan. Menurut Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana, narapidana kasus tindak pidana korupsi tidak mudah mendapatkan remisi atau pembebasan bersyarat seperti yang diperkirakan masyarakat luas. "Yang dapat sebenarnya satu dua. Sementara, yang tidak dapat sebenarnya ada puluhan, bahkan ratusan, tapi tidak diberitakan media," kata Denny di Yogyakarta, Selasa (15/10). Menurut Denny, pemberian keringanan hukuman tersebut pada dasarnya telah diperketat bagi napi koruptor sejak dikeluarkannya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99 Tahun 2012 tentang Pengetatan Remisi. Dalam PP tersebut, kata dia, disebutkan bahwa napi tidak akan memperoleh remisi atau pembebasan bersyarat, kecuali dirinya berperan sebagai saksi pelaku (justice collaborator). "Kalau bukan justice collaborator, tidak akan diberikan. Jadi, sesungguhnya lebih sulit dibanding sebelum adanya PP 99," kata dia. Sementara itu, terkait dengan adanya dorongan dari berbagai pihak, termasuk KPK untuk menghapusakan remisi atau PB bagi napi koruptor, menurut dia, hal itu cukup problematik. Karena, kebijakan pemberian remisi atau PB telah diatur terlebih dahulu dalam Undang-Undang Pemasyarakatan. "Dalam UU Pemasyaratan menyebutkan bahwa pemberian remisi atau PB itu hak bagi napi," kata dia. Sementara itu, Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Abdul Haris Semendawai mengatakan, perlakuan khusus diperlukan untuk saksi yang menjadi justice collaborator. Ini agar saksi pelaku dapat secara maksimal memberikan informasi untuk membongkar kasus kejahatan yang sulit diungkap aparat penegak hukum. Menurut Haris, penanganan khusus tersebut, antara lain, dapat diwujudkan dengan melakukan pemisahan tempat penahanan antara saksi pelaku yang bekerja sama dengan tersangka, terdakwa, atau narapidana yang diungkap tindak pidananya. Pertimbangannya, saksi pelaku yang bekerja sama selama ini rentan mengalami serangan balik dari pihak-pihak tertentu, termasuk tersangka lainnya. "Kalau tidak dipisah, ada potensi saksi pelaku akan menerima ancaman atau intimidasi," kata dia. Kebijakan tersebut, kata dia, sesuai dengan pascadirevisinya Undang-Undang (UU) Perlindungan Saksi dan Korban nomor 13 tahun 2006. Setelah adanya revisi tersebut, terdapat perubahan substansial mengenai perlindungan terhadap saksi yang bekerja sama.   Sumber: http://www.republika.co.id/

What's Your Reaction?

like
0
dislike
0
love
0
funny
0
angry
0
sad
0
wow
0