Perkuat Fungsi PK dalam Penerapan SPPA, Bapas Klaten Hadirkan Hadi Utomo
Klaten, INFO_PAS – Siapa yang tidak mengenal Hadi Utomo? Sosok yang biasa disapa Pak Hadi ini adalah salah satu pemerhati anak sekaligus Ketua Yayasan Bahtera Bandung, serta Tim Verifikasi Kota Layak Anak dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. Balai Pemasyarakatan (Bapas) Klaten berkesempatan menghadirkan Pak Hadi untuk berbagi ilmu dalam peningkatan kapasitas Pembimbing Kemasyarakatan (PK), Kamis (13/1).
Kepala Bapas (Kabapas) Klaten, Eko Bekti Susanto, menyampaikan rasa terima kasihnya atas kehadiran Hadi Utomo untuk sharing dengan PK Bapas Klaten dalam penanganan Anak yang Berkonflik dengan Hukum (ABH) berdasarkan Undang-Undang Sistem Peradilan dan Pidana Anak (SPPA). “Merupakan beban moral bagi kami saat melaksanakan tugas pendampingan, banyak penanganan anak dimana PK berusaha memberikan rekomendasi terbaik bagi Anak, akan tetapi apa yang telah diperjuangkan terkadang tidak sesuai hasil putusan pengadilan,” ungkap Eko Bekti
Dengan adanya target kinerja tahun 2022, di mana diharapkan persentase Anak yang mendapatkan putusan pidana penjara menurun, mengharuskan unit kerja terutama Bapas untuk meningkatkan pelayanan terutama dalam pendampingan ABH agar terhindar dari pidana penjara. Hadirnya Pak Hadi menjadi kesempatan yang baik bagi PK Bapas Klaten untuk memperkaya pengetahuan seputar SPPA yang akan dapat dijadikan penguat argumentasi untuk memberikan rekomendasi terhadap ABH, sehingga pidana penjara benar-benar menjadi ultimum remidium.
Pak Hadi mengingatkan PK agar mampu mengungkapkan latar belakang Anak melakukan tindak pidana. Menurutnya, PK harus mampu menceritakan kondisi lapangan kepada aparat penegak hukum lain sebab di situlah kekuatan PK.
“PK diharapkan mampu memberikan analisis yang tepat sehingga rekomendasi yang dihasilkan dapat memulihkan kondisi ABH,” tuturnya.
Lebih lanjut ia mengibaratkan, ABH adalah anak yang rontok mentalnya. Menurutnya, jiwa anak-anak tersebut terlalu banyak memakan racun sebelum melakukan tindak pidana, misalnya kekerasan yang dilakukan oleh pengasuh mereka.
“Bentakan, pukulan, penelantaran, pengabaian, dan bentuk kekerasan lain adalah racun bagi jiwa mereka. Seharusnya penanganan terhadap ABH berbeda dari cara pengasuhan yang sebelumnya mereka terima. Hanya dengan memberikan gizi bagi jiwa, yaitu cinta kasih, kita dapat menumbuhkan embrio untuk menjadi lebih baik dalam diri mereka,” jelas Pak Hadi.
Penjelasan Pak Hadi memperkaya persepsi PK Bapas Klaten terkait penanganan ABH. Berbekal penguatan pemahaman mengenai perlindungan anak dalam SPPA inilah PK Bapas Klaten diharapkan semakin mumpuni dalam merumuskan rekomendasi yang tepat bagi Anak. (prv)
Kontributor: Bapas Klaten