Pro Kontra Pemberian Remisi Koruptor

Jakarta, INFO_PAS – Sekretaris Jenderal Forum Pemerhati Pemasyarakatan, Dindin Sudirman, ikut angkat bicara mengenai pro dan kontra pemberian remisi bagi terpidana korupsi. Menurut Dindin, isu ini menyeruak ke publik karena adanya perbedaan ilmu dan paradigma yang dipakai sebagai konstruksi berpikir diantara pihak yang pro dan kontra. “Pihak yang setuju pemberian remisi melihatnya dari sudut pandang kriminologi dan penologi aliran moden. Sementara mereka yang menolak lebih menggunakan hukum pidana aliran klasik (retributif/deterrence),” jelas Dindin saat dihubungi INFO_PAS, Rabu (18/3). Padahal secara substansial, Dindin menambahkan, kini telah terjadi pergeseran posisi ilmu pelaksanaan pidana karena adanya tujuan perubahan tujuan pidana. “Dulu ketika tujuan pidana hanya sebagai retributif dan penjeraan, maka hukum pelaksanaan pidana menjadi tidak terpisahkan dari hukum pidana. Akan tetapi ketika tujuan pemidanaan tersebut dicirikan punishme

Pro Kontra Pemberian Remisi Koruptor
Jakarta, INFO_PAS – Sekretaris Jenderal Forum Pemerhati Pemasyarakatan, Dindin Sudirman, ikut angkat bicara mengenai pro dan kontra pemberian remisi bagi terpidana korupsi. Menurut Dindin, isu ini menyeruak ke publik karena adanya perbedaan ilmu dan paradigma yang dipakai sebagai konstruksi berpikir diantara pihak yang pro dan kontra. “Pihak yang setuju pemberian remisi melihatnya dari sudut pandang kriminologi dan penologi aliran moden. Sementara mereka yang menolak lebih menggunakan hukum pidana aliran klasik (retributif/deterrence),” jelas Dindin saat dihubungi INFO_PAS, Rabu (18/3). Padahal secara substansial, Dindin menambahkan, kini telah terjadi pergeseran posisi ilmu pelaksanaan pidana karena adanya tujuan perubahan tujuan pidana. “Dulu ketika tujuan pidana hanya sebagai retributif dan penjeraan, maka hukum pelaksanaan pidana menjadi tidak terpisahkan dari hukum pidana. Akan tetapi ketika tujuan pemidanaan tersebut dicirikan punishment dan treatment, maka kedudukan hukum pelaksanaan pidana bergeser, tidak lagi menjadi bagian hukum pidana, tetapi menjadi hukum administrasi negara,” ucap Dindin yang pernah menjabat Sekretaris Direktorat Jenderal Pemasyarakatan ini. Alumni Akademi Ilmu Pemasyarakatan Angkatan ke-8 ini menyebut fenomena ini bisa dibuktikan dengan ditetapkannya Undang-Undang Pemasyarakatan (UU PAS) sebagai aturan yang kedudukan hukumnya sejajar dengan KUHP menggantikan Reglemen Penjara yang merupakan operasional pasal 29 KUHP. “Ketika rezim hukumnya berbeda, maka prinsip dan asasnya pun berbeda. Disamping itu, prosesnya pun berbeda. Proses punishment berada di area pra ajudikasi dan ajudikasi, sedangkan treatment ada di area post ajudikasi,” tambah Dindin. Ia juga menjelaskan bahwa area punishment tunduk kepada asas-assa penegakan hukum yang diatur dalam KUHAP dan KUHP, sedangkan area treatment tunduk kepada UU PAS yang juga harus tunduk kepada kecenderungan internasional SMR karena Indonesia telah meratifikasi kovenan/konvensi internasional yang terkait dengan hal tersebut. “Jadi ketika ada yang berpendapat bahwa pemberatan hukuman kepada para koruptor dapat dilakukan dengan mempersulit pengurangan remisi, itu adalah tindakan salah alamat. Justru untuk itulah UU Tindak Pidana Korupsi pasal 18d memungkinkan pemberatan dengan memberikan hukuman tambahan, termasuk pencabutan hak yang sudah dan akan diberikan kepada narapidana,” tuturnya. Ia menyayangkan telah terjadinya kesalahan konstruksi berpikir para penentang Menteri Hukum dan HAM yang mewacanakan pemberian remisi. “Bahkan kesalahan sudut pandang ini juga dilakukan para kreator Peraturan Pemerintah No. 99/2012 yang justru merupakan para ahli hukum tata negara,” pungkas Dindin.  

What's Your Reaction?

like
1
dislike
0
love
1
funny
0
angry
4
sad
0
wow
0