SURABAYA - Rutan Kelas I Surabaya Medaeng tidak pernah lepas dari problem. Salah satunya adalah problem over kapasitas. Kapasitas hunian yang hanya diperuntukkan bagi 504 orang itu saat ini diisi 1.812 penghuni. Data terakhir menunjukkan, tingkat over kapasitas rutan mencapai 360 persen, paling tinggi di antara rutan dan lapas di Jawa Timur.
Selama ini, di Jatim ada 38 penjara yang terdiri atas rutan dan lapas. Ada 27 penjara yang over kapasitas. Sisanya, sebelas penjara tidak mengalami kelebihan penghuni. Salah satu faktor yang menjadikan rutan penuh sesak adalah banyaknya narapidaan (napi) yang bertahan di dalam rutan.
Hingga kemarin (16/5) saja, di Medaeng masih ada 293 napi yang memilih mendekam di rutan. Para pelaku tindak pidana yang hukumannya telah berkekuatan hukum tetap tidak segera dipindah ke lembaga pemasyarakatan (lapas) yang menjadi tempat para napi.
Jumlah napi yang cukup tinggi itu merupakan rekor tersendiri. Sebab, tidak biasanya ada napi di rutan dengan jumlah yang cukup banyak. Biasanya, napi yang bertahan di rutan tidak tembus angka 200. Paling banyak, ada 150 orang saja.
Berdasar aturan, napi yang dapat bertahan di rutan adalah yang dipekerjakan. Artinya, para pelaku tindak pidana menjadi pendamping petugas penjara di berbagai bidang. Misalnya, bidang keagamaan hingga bekerja di dapur yang menyediakan menu masakan bagi penghuni. Untuk pidana mereka pun, ada batasannya. Yakni, kurang dari setahun penjara.
Tetapi, batasan tersebut rupanya tidak diindahkan pengelola rutan saat ini. Buktinya, banyak napi yang hukumannya tinggi, tetapi masih bertahan di rutan sampai sekarang. Sebagian besar di antaranya merupakan napi kasus narkoba dengan hukuman lebih dari setahun penjara. Bahkan, ada yang kena pidana empat tahun hingga delapan tahun.
Itu tentu menjadi persoalan di Rutan Medaeng. Para tahanan menjadi kekurangan tempat. Fasilitas-fasilitas di rutan pun digunakan secara berdesak-desakan. Namun, bagi para napi, kondisi tersebut cukup enak. Sebab, mereka masih bisa berdekatan dengan keluarga. Apalagi, bila banyak famili mereka yang tinggal di Surabaya. Itu berbeda bila mereka dipindah ke luar Surabaya. Mereka akan berjauhan dengan keluarga.
Kepala Rutan Kelas I Surabaya Bambang Irawan mengakui kondisi over kapasitas tersebut. Dia juga tidak menampik bahwa masih ada napi yang tinggal di rutan. Namun, menurut dia, hukuman para napi itu tidak tinggi. ''Yang boleh tinggal (di rutan) adalah yang hukumannya di bawah setahun penjara,'' tegasnya.
Rutan pun, ucap dia, sudah melakukan berbagai upaya untuk mengurangi jumlah penghuni tersebut. Salah satunya, mengirim napi ke berbagi lapas seperti Lapas Kelas I Surabaya (Porong), Lapas Kelas II-A Sidoarjo, Lapas Pamekasan, dan Lapas Wanita Malang.
Setidaknya, tiap pekan mereka mengirim napi ke lapas, yakni minimal sekali hingga tiga kali. Dalam seminggu, yang dipindah maksimal 90 napi. ''Setiap kali kami memindahkan 50 orang, yang masuk lebih banyak lagi,'' tuturnya. (may/git/mas)
Sumber : jpnn.com