Siapkah Petugas Pemasyarakatan dengan Amnesti?

Siapkah Petugas Pemasyarakatan dengan Amnesti?

Baru-baru ini Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan, Agus Andrianto, di Kota Medan, Sumatra Utara, Selasa (17/12) menyatakan kepada media bahwa pemerintah akan memberikan ampunan (amnesti) kepada 44.088 Warga Binaan yang kini mendekam di 631 Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) dan Rumah Tahanan Negara (Rutan) di seluruh Indonesia. Kita tahu, amnesti adalah salah satu kebijakan yang sering kali diambil oleh pemerintah untuk memberi pengampunan kepada individu atau kelompok atas tindakan tertentu yang dianggap melanggar hukum.

Menteri Hukum, Supratman Andi Agtas, juga menegaskan pemberian amnesti untuk kasus narkoba hanya untuk pengguna. Menteri menekankan tidak ada amnesti bagi pengedar ataupun bandar narkoba. "Sama sekali kita tidak akan memberi amnesti kepada mereka yang berstatus pengedar, apalagi bandar. Tidak akan ada amnesti buat itu," kata Supratman kepada media di Kompleks Istana Kepresidenan, Jumat (13/12) terkait status pengguna narkoba. 

Supratman merujuk pada SE Mahkamah Agung, yakni bisa dikatakan pengguna jika memakai maksimal satu gram. "Pengguna yang sementara diverifikasi adalah sesuai SE Mahkamah Agung, satu gram ke bawah. Apabila ada perubahan SE Mahkamah Agung, maksimal 5 gram, mungkin jumlahnya akan lebih banyak,“ lanjutnya.

Saran Presiden Prabowo Subianto agar Narapidana pengguna narkoba penerima asesmen berusia produktif diberi kegiatan terkait swasembada pangan. Jika sudah bebas, Presiden menyarankan untuk diikuti komponen cadangan. "Kalau nanti dianggap sudah bebas, Presiden menyarankan untuk bisa ikut dalam komponen cadangan bagi yang umur produktif dan masih kuat," kata Supratman.

Sebuah langkah pembaruan hukum yang sangat progresif sekaligus menjadi suatu peluang dan tantangan. Perlu menjadi kajian serius dan harus dilihat dari berbagai dimensi.

Data terakhir menujukkan jumlah kasus narkotika di Lapas dan Rutan kurang lebih 109.065 (Direktorat Jenderal Pemasyarakatan tahun 2022). Data ini menujukkan kasus yang mendominasi di Lapas dan Rutan adalah kasus narkoba. Inilah mungkin yang menjadikan pertimbangan perlu ada suatu kebijakan yang progresif berupa amnesti sebagai bagian solusi overcrowded di Lapas dan Rutan.

Kita tahu sesuai Undang-Undang RI No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika adalah zat yang atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan yang dibedakan ke dalam golongan golongan sebagaimana terlampir dalam undang-undang ini (pasal 1 ayat 1) dan tak mudah untuk mengklasifikasikan antara pengguna dan pengedar. Banyak hal yang harus dievaluasi berkaitan dengan Undang-Undang RI No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika ini.

Masalah narkotika di Indonesia merupakan masalah bersama dan negara ini termasuk daerah yang rawan. Ada dua faktor yang berpengaruh, yaitu kondisi geografis dan kondisi demografis. Negara kepulauan merupakan potensi masuk barang-barang ilegal. Tentu saja ini membuka peluang kejahatan narkoba menjadi meningkat.

Masih banyak kasus penemuan narkoba di Lapas di Indonesia. Berikut beberapa kasus yang pernah terungkap:
1.    Kasus narkoba di Lapas Cipinang (2020): Petugas Lapas menemukan 15 paket narkoba jenis sabu-sabu di sel tahanan.
2.    Kasus narkoba di Lapas Tangerang (2019): Polisi menemukan 100 gram narkoba jenis sabu-sabu dan 100 pil ekstasi di dalam Lapas.
3.    Kasus narkoba di Lapas Sukamiskin (2018): Petugas Lapas menemukan 14 paket narkoba jenis ganja dan sabu-sabu di sel tahanan.

Sumber:
- Kementerian Hukum dan HAM RI.
- Badan Narkotika Nasional (BNN).
- Berita online terkait kasus narkoba di Lapas.

Berlatar belakang hal tersebut, ini sangat berpengaruh kepada kesiapan tugas Pembimbing Kemasyarakatan (PK) yang melakukan pendampingan Klien kasus narkoba di dalam dan di luar proses peradilan serta mempersiapkan Klien untuk proses integrasi sosial (pasal 1 angka 11 Undang-Undang RI No. 1 Tahun 2023). Berdasarkan data terakhir, jumlah PK seluruh Indonesia ada 2.800 orang dan 94 Balai Pemasyarakatan (Bapas) yang berada di seluruh provinsi di Indonesia. 

Berdasarkan data Direktorat Pembimbingan Kemasyarakatan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Desember 2024) perkara pelanggaran tertinggi adalah kasus narkoba sebanyak 1.578 orang dan perkara pencabutan Pembimbingan Bersyarat sebanyak 2234 orang, merupakan tantangan tugas yang berat bagi Pemasyarakatan.  Selama ini Pemasyarakatan berharap ada sinergi dengan BNN sebagai aparatur represif untuk melakukan penangkapan terhadap pengguna narkotika. Dalam Undang-Undang Narkotika Tahun 2009 pasal 70 huruf I dan 75 huruf g, pada pasal 70 huruf I menyatakan "melaksanakan administrasi penyelidikan dan penyidikan dan penyidikan terhadap perkara penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan prekusor narkotika". Sementara itu, pasal 75 huruf g menyatakan "menangkap dan menahan orang yang diduga melakukan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika".

Selanjutnya, bargaining Tim Asesment Terpadu (TAT) kurang terjalin sinergi. Adapun TAT terdiri dri unsur BNN, Polri, dan Kejaksaan dengan melibatkan Bapas sebagai tim hukum dan dokter spesialis forensik dan psikolog sebagai tim kesehatan. TAT bertugas melakukan analisis dan identifikasi seseorang dalam kasus narkotika. Faktanya, TAT hanya berfungsi memberi simpulan dan analisis hukum dan kesehatan serta memberikan rekomendasi tindakan lanjutan terhadap seseorang, namun tidak memiliki daya ikat yang kuat sehingga Aparat Penegak Hukum bisa mengambil keputusan lainnya (Tim BPHN, 2018).

Hal lainnya perlu menjadi suatu kajian serius terhadap kasus-kasus pengguna narkotika ini adalah sumber daya manusia dalam Sistem Peradilan Pidana belum memadai berdasarkan hasil penelitian ICJR (Penelitian Litmas dalam Pembaruan Peradilan Pidana, Petrus Putut) menggambarkan bahwa 38 sampel perkara peredaran gelap narkotika yang serupa hampir 65,8% terdapat disparitas. Kemudian, dari sisi besaran pidana penjara pada perkara penyalahguna narkotika menggambarkan dari 88 sampel, 63,6% menunjukkan adanya disparitas pemberian besaran pidana penjara (IJRS, 2022).

Seperti yang dijelaskan di awal, saran Presiden Prabowo agar Narapidana pengguna narkoba penerima asesmen yang berusia produktif diberi kegiatan terkait swasembada pangan sangat memungkinkan Warga Binaan/Klien bisa melaksanakan program rehabilitasi sosial di beberapa Lapas Terbuka yang ada di beberapa wilayah Indonesia. Ini memungkinkan dibuka Lapas Terbuka lainnya dan sinergi dengan program Sarana Asimilasi dan Edukasi yang ada di Lapas dan terkoneksi simultan dengan program di Bapas, yaitu program pemberdayaan Kelompok Masyarakat Peduli Pemasyarakatan (Pokmas Lipas) untuk pelaksanaan Keadilan Restoratif dan adanya pembentukan Griya Abhipraya.

Data menunjukkan sudah ada 402 Pokmas, 46 Griya Abhipraya, 157 kegiatan di 25 wilayah piloting yang didukung 147 pemerintah daerah. Semoga dengan adanya partisipasi berbagai pihak, apa yang menjadi kekhawatiran masyarakat terjadinya pengulangan pidana narkoba tidak terus meningkat.

 

Penulis: Darmalingganawati (PK Ahli Madya Direktorat Jenderal Pemasyarakatan)
 

What's Your Reaction?

like
0
dislike
0
love
6
funny
0
angry
0
sad
1
wow
0