Umar Patek. Gembong Teroris Internasional Seharga 1 Juta USD Yang Cinta NKRI

Umar Patek. Gembong Teroris Internasional Seharga 1 Juta USD Yang Cinta NKRI

Kembalinya Umar Patek alias Umar Arab alias Hisyam bin Alizein mengakui kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sudah barang tentu buah dari sepiritual panjang serta keikhlasan hati berbalut kerja keras dan sikap humanisme petugas Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) dalam melaksanakan proses deradikalisasi.

Umar Patek sang teroris yang memang terlihat mencolok dan berbeda dari narapidana lain, karena tampilan eksentrik dengan janggut panjang yang sengaja di cat berwarna merah sebelum berikrar setia kembali kepada Ibu Pertiwi disebut sebagai gembong teroris internasional jaringan Al Qaeda yang sangat ditakuti.

 

Umar mengaku lingkungan lapaslah yang membuat ia semakin yakin kembali berikrar setia kepada NKRI.

Dia berterima kasih kepada pihak Lapas Porong dan seluruh penghuni lapas tempat ia menjalani pidananya karena telah menerimanya dengan baik.

Ia ditangkap di Kota Abbotabad, Pakistan pada akhir Januari 2011, atau hanya berselang 4 bulan setelah tewasnya pemimpin Al Qaeda, Osama bin Laden, di kota yang sama.

Tak tanggung-tanggung , Umar yang di kenal gahar dan ahli senjata berikut taktik grilya itu diburu aparat keamanan dari 4 negara. Selain Indonesia, ada Filipina yang memburunya karena terlibat rangkaian teror bersama kelompok Abu Sayyaf. Australia menginginkan Patek karena terlibat bom Bali di Indonesia yang menewaskan 202 orang termasuk 88 warga Australia. Statusnya sebagai gembong teroris internasional jaringan Al Qaeda membuat kepala Patek pernah dihargai 1 juta USD oleh pemerintah Amerika Serikat.

Pria kelahiran Pemalang, Jawa Tengah, 20 Juli 1966 ini divonis pidana 20 tahun oleh PN Jakarta Barat pada 21 Juni 2012 atas kasus Bom Bali I tahun 2002 serta bom malam Natal tahun 2000. Dia dijerat pasal berlapis, di antaranya Pasal 15 juncto Pasal 9 Perpu No 1/2002 yang telah diubah menjadi UU No 15/ 2003 tentang Tindak Pidana Terorisme, Pasal 340 juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP tentang Pembunuhan Berencana, serta Pasal 266 ayat 1 juncto Pasal 55 ayat 2 juncto Pasal 55 ayat 1 karena telah membuat paspor dan identitas palsu lainnya.

 

Namun, Itu telah menjadi cerita lama. Patek kini telah sadar dan berpikir untuk kembali ke masyarakat sebagai manusia dan masyarakat normal.

 

"Setelah selesai dari sini aku akan kumpul berbaur dengan masyarakat, berdagang,” ujar Umar.

 

Ia berharap masyarakat dapat menerima dirinya selepas kembali dari Lapas untuk kembali hidup normal membina keluarga hingga berkarya di tengah-tengah masyarakat.

 

“Aku berharap dari media agar tidak terus menerus memberikan stigma-stigma negatif terhadap mantan napi teroris seperti saya. Tutup itu semua. Kami ingin hidup normal kembali nanti," protes Umar Patek yang pernah dua kali juara cerdas cermat P4 se-Karesidenan Pekalongan saat masih duduk di bangku SMA.

 

Indonesia bahkan dunia kala itu sempat gempar manakala Sang Abu Hisyam yang tengah menjalani hukuman pidana selama 20 tahun penjara berada di barisan terdepan dengan bendera Merah Putih terlipat rapi di tangan. Memimpin Pengibaran  bendera merah putih dalam rangka Hari Kebangkitan Nasional (Harkitnas), Rabu (20/5/2015).

 

Dia mengaku mengikuti upacara dan menjadi pengibar bendera karena dirinya adalah warga negara Indonesia (WNI). ''Sebagai WNI, saya harus menunjukkan bagaimana saya mencintai negara saya sendiri,'' tegasnya.

Umar menyebut keinginannya menjadi pengibar bendera adalah bukti komitmen kecintaannya kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia.

“Saya warga negara Indonesia. Sudah sepantasnya saya mencintai negara saya. Hari ini saya buktikan dengan mengibarkan bendera merah putih,” ucap mujahid yang pernah berperang di Afganistan, Iraq dan Pakistan.

 

Dia mengatakan, dalam kamus jihadnya, tidak ada niatan untuk melawan negara. Umar mengungkapkan, sejak bergabung dalam gerakan jihad, hanya tiga tahun dia berada di Indonesia. Itu pun hanya urusan bertemu keluarga.

 

“Saya berjihad dalam arti berperang membela kaum muslim yang ditindas di negara mereka. Sama sekali saya tidak pernah mempraktikkan itu di Indonesia. Sekali lagi, saya mencintai Indonesia,” tandasnya.

Patek tidak pernah ingin memerangi negara sendiri. Karena itu, setelah menjadi narapidana teroris, dia menunjukkan cintanya kepada negeri sendiri. Salah satunya dengan mengikuti berbagai kegiatan pembinaan di lapas.

 

Dalam proses pembinaan narapidana, petugas harus berpedoman pada 10 Prinsip Pemasyarakatan dan dasar filosofis Sistem Pemasyarakatan. Tetap bersinergi dan membangun soliditas antar aparatur penegak hukum dalam penguatan proses deradikalisasi pembinaan narapidana teroris.

 

Back to Bassics mengedepankan sisi humanis pembinaan memanusiakan manusia dan aspek keamanan.

Kesediaan para narapidana teroris mengikuti segala bentuk pembinaan dan kegiatan positif dalam Lapas adalah bukti keberhasilan petugas dalam membina mereka agar menjadi pribadi yang lebih baik, produktif hingga kembali ke masyarakat sebagai manusia yang berguna. Hingga yang terpenting adalah kembali kepangkuan Ibu Pertiwi dan mengakui kedaulatan  NKRI.  *** (NH)

 

 

What's Your Reaction?

like
4
dislike
0
love
6
funny
1
angry
0
sad
0
wow
3