Aku Membawa Karena Takut dan Tidak Tahu

Aku Membawa Karena Takut dan Tidak Tahu

Ada kalimat pembuka menarik dalam tulisan kal ini yang saya catut dari salah satu buku terjemahan “The Life- Giving Sword” dari Yagyu Munenori.” Senjata adalah alat dari niat jahat. Jalan Surga menggapnya tidak bisa diterima. Jalan Surga hanya menggunakannya saat diperlukan”. Munenori sendiri adalah  seorang ahli pedang di Jepang pada zaman Edo dimana samurai masih “menghamba” pada shogun, dan seorang ronin mengembara mencari pekerjaan. Makna dari kalimat di atas adalah ketika zaman Edo, para samurai tidak diperkenankan menarik katana dari sarungnya terlebih dahulu, kecuali dalam keadaan terancam. Lalu bagaimana ketika bukan seorang ahli, dan kondisi jiwanya masih dalam keadaan labil membawa senjata penikam tersebut?

Baru-baru ini saya diperintahkan mengambil data Anak Berhadapan Dengan Hukum (klien Anak) untuk proses persidangan berjumlah dua orang dalam waktu berbeda di daerah yang sama dengan kasus membawa dan atau memiliki senjata tajam yang diatur dalam Undang-Undang Darurat No 12 Tahun 1951. Tidak bisa dianggap sepele memang ketika seorang remaja yang jiwanya masih penuh kegundahan, bahkan menurut Hurlock fase ini disebut fase negative, karena segala sesuatu yang ada dilingkungannya ia cerna begitu saja dan teman dekat adalah segalanya bagi hidupnya dibandingkan orang tua yang telah membesarkan dirinya.

Pada opini kali ini saya tidak menguliti kedua kasus anak tersebut dari sisi hukum, tetapi sisi lain dari seorang remaja yang memiliki perbedaan yang sangat mencolok dengan manusia lainnya. Kedua anak ini sedang memasuki fase perkembangan remaja. Pada fase ini manusia sedang memasuki transisi untuk mencapai manusia dewasa dimana perubahan hormonal secara ilmiah mempengaruhi perilaku keseharian. Erikson (Soubur,2010) menyebutnya tahap identitas vs kebingungan identitas karena pada fase ini sedang memikirkan ingin menjadi seperti apa.

Keberadaan senjata dan pengaruhnya terhadap  perilaku agresif ini sudah pernah dilakukan studi penelitian pada tahun 67-an dimana beberapa pakar peneliti yang juga adalah psikolog di Amerika bernama Leonard Berkowitz dan Anthony LePage menegeluarkan teori mengenai weapon effect. Pada percobaan tersebut peneliti membagi dua kelompok. Para partisipan disediakan senjata di atas meja dan kelompok kontrol diberikan raket dan kok. Hasil dari penelitian tersebut berkesimpulan bahwa manusia ketika dalam keadaan marah dan terdapat senjata berupa pistol akan lebih meningkat perilaku agresifnya daripada kelompok kontrol yang hanya disediakan kok dan raket. Jumlah stimulasi yang berbentuk kejutan listrik pada penelitian tersebut juga dengan frekuensi yang sama, tetapi bentuk perilaku agresif lebih terlihat pada kelompok yang di atas meja terdapat senjata.

Lalu apa jadinya apabila seorang manusia yang sedang memasuki fase transisi ini, membawa senjata tajam, jawaban tepatnya adalah tergantung situasi. Hal ini bisa terlihat dari kasus yang penulis alami, tergantung situasi disini termasuk di mana senjata ini disimpan, Tujuan dari membawa, apabila di dalam jok motor, atau dalam bagasi mobil, kemungkinan menggunakan sangat kecil. Dua perkara anak yang kami tangani, mempunyai situasi yang berbeda. Kedua klien menyimpan senjata penikam berupa katana (klien anak A) dan sejata tajam berupa pisau kecil (klien anak B). Mereka berdua menyimpan benda tersebut di dalam jok motor untuk waktu kejadian klien anak A siang hari dan klien anak B malam hari. Keluarga klien A perhatian sekali terhadap anaknya, sedangkan untuk klien anak B kurang karena pelbagai faktor ekonomi. Letak perbedaan kedua kasus ini ada dua.

Pertama, tujuan membawa senjata tersebut. Klien anak A memiliki tujuan untuk berjaga-jaga, klien anak B karena tidak mengetahui. Perbedaan kedua, pada respon terhadap stimulus yang mereka terima. Menariknya, klien anak A yang ia prediksikan tejadi. Ia hampir terkena bogem mentah dari orang yang ia cari. Selanjutnya respon dia tidak langsung mengambil senjata tersebut tetapi diam dan diamankan oleh pihak kepolisian karena dikepung oleh masyarakat. Hal ini seharusnya  menyebabkan anak berperilaku agresif, entah dengan menusuk atau memotong. Berbeda dengan klien anak B yang tertangkap karena mau ke acara joget menggunakan sepada motor dari temannya dan terkena razia ternyata di dalam jok motor temannya terdapat sebilah pisau dengan bentuk yang tidak pada umumnya.

Putusan kepada hakim perkara anak, beberapa hakim di kabupaten Y, yang wilayah kerjanya mencakup daerah X, sering menjatuhkan putusan dengan pidana penjara dengan alasan daerah tersebut masih terdapat anak yang membawa senjata tajam. Ini semacam pengeneralan masalah tanpa melihat kondisi dari anak, termasuk lingkungan keluarga. Putusan hakim belum melihat faktor-faktor pemantik anak menarik senjata tersebut dari tempatnya. Beberapa hakim juga memilih pertimbangan terkait penanggulangan.

Dari rentetan tulisan dan hasil pengambilan data yang penulis dapatkan di lapangan, penulis menarik kesimpulan bahwa para penegak hukum, termasuk Pembimbing Kemasyarakatan, harus mengedepankan perbaikan pola pikir anak dengan cara  pendekatan cognitive behavior therapy dimana anak diajarkan dalam situasi tertentu harut bertindak seperti apa dan konsekuensi bagi dirinya. Kedua, penulis juga menganggap perlu mengenai keputusan hakim perkara anak mengenai kasus ini. Walaupun beberapa jurnal ilmiah pernah menyebutkan bahwa dalam perkara dengan dua keadaan anak yang beberda akan lebih bijak, para wakil Tuhan di dunia ini melihat dari sisi keberadaan senjata dan laporan hasil litmas, beberapa kasus yang penulis alami mengenai anak yang dijerat dengan Undang-Undang Darurat menghadirkan saksi penegak hukum yang menangkap dirinya pada saat kejadian. Terakhir, sebagai umat beragama setidaknya mempunyai pikiran bahwa ada kekuatan pelindung bagi diri kita sendiri. Pada pengujung tulisan ini penulis mohon pamit dan ditutup dengan salah satu pribahasa Zen pada buku yang ditulis oleh Munenori. “Tebas rumputnya dan buat si ular ketakutan.”

 

Penulis: Muhammad Radhi Mafazi (PK Bapas Kelas II Baubau)

What's Your Reaction?

like
0
dislike
0
love
0
funny
0
angry
0
sad
0
wow
0