Ditjenpas Bersama Bareskrim Polri, BNN, dan PPATK Ungkap Jaringan Pengedar Narkoba Malaysia dan Indonesia Bagian Tengah
Jakarta, INFO_PAS - Direktorat Pemasyarakatan (Ditjenpas) bersinergi dengan Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri, Badan Narkotika (BNN) dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan berhasil mengungkap peredaran narkotika jenis sabu dari jaringan Malaysia dan Indonesia bagian tengah.
Pelaksana Tugas Direktur Jenderal; Pemasyarakatan (Plt. Dirjenpas), Reyhard Silitonga menyatakan bahwa terungkapnya kasus ini bermula ketika pada Oktober 2023, Ditjenpas mendapatkan laporan terkait adanya narapidana yang membuat onar dan kerusuhan di Lapas Tarakan atas nama A bin A alias H yang merupakan Narapidana kasus narkoba dengan hukuman 14 tahun.
“Berdasarkan data tersebut, Ditjen Pas memperoleh informasi soal terpidana masih kerap mengedarkan narkoba. Ditjenpas pun berkoordinasi dengan Bareskrim Mabes Polri dan BNN untuk melakukan penyelidikan. Dari hasil penyelidikan itu, terpidana atas nama tersebut ternyata benar masih melakukan pengendalian narkoba di wilayah tengah, terutama Kalimantan Utara, Kalimatan Timur, Kalimantan Selatan, Jawa Timur dan Bali. Dalam kegiatan ilegal tersebut, pelaku difasilitasi oleh oknum BNN dan Ditjenpas,” ungkap Reynhard Silitonga saat melakukan konferensi pers, Rabu (18/9).
Dari temuan tersebut, Ditjenpas melakukan penelusuran dan menemukan bahwa Narapidana tersebut masih mengendalikan narkotika sejak tahun 2017 hingga tahun 2023. Narapidana A telah memasukan narkotika jenis Sabu dari wilayah Malaysia sebanyak lebih dari tujuh ton. Berdasarkan analisa keuangan dari PPATK, perputaran uang jual beli Narkoba tersebut mencapai Rp2,1 triliun.
"Warga binaan di dalam Lapasitu ada 300.000 orang. (Dari) 300 ribu orang itu, 145 ribu orang (di antaranya) itu adalah tindak pidana narkoba. Nah tindak pidana narkoba yang di dalam (Lapas) ini, tentu menjadi bagian dari kami, dari investigasi bersama-sama dengan Bareskrim," ujar Reynhard.
Di sisi lain, pengungkapan jaringan narkotika ini juga menunjukkan tindak pidana pencucian uang yang melibatkan petugas BNN dan Ditjenpas. Narapidana A dibantu oleh TR (pengelola uang hasil kejahatan, MA dan SY (pengelola aset hasil kejahatan), CA dan AA (oknum Ditjenpas membantu pencucian uang), NMY (Adik AA yang membantu pencucian uang), RO (oknum BNN membantu pencucian uang dan upaya hukum), serta AY (kakak RO yang membantu pencucian uang dan upaya hukum).
Reynhard pun menekankan pihaknya akan menindak tegas oknum petugas yang terbukti terlibat berdasarkan ketentuan yang berlaku. Adapun terkait tindak lanjut atas kasus hukumnya, Ditjenpas menyerahkan kewenangan sepenuhnya kepada pihak kepolisian.
"(Pengungkapan) ini juga untuk memperingatkan untuk orang yang di dalam, jangan lagi bermain-main dengan narkoba, dan orang yang di luar untuk mempengaruhi yang sudah di dalam, termasuk pegawai yang juga bermain. Ini termasuk bersih-bersih yang juga bagian dari kerja sama yang dilakukan bersama-sama dengan teman-teman. Jadi sinergi sangat baik. Mari kita berantas narkoba di mana pun berada," tegas Reynhard.
Adapun modus operandi pencucian uang hasil peredaran narkotika dilakukan melalui tiga tahap, yaitu penempatan (placement) dengan menaruh uang hasil kejahatan di rekening-rekening penampung atas nama orang lain yaitu A dan M; pelapisan (layering) dengan mentransfer uang dari rekening penampung ke rekening atas nama orang lain yaitu T, MA, dan AM; serta penyatuan (integration) dengan membelanjakan uang dari rekening pelapisan menjadi beberapa aset. Untuk menyamarkan hasil kejahatan Narkoba, para pelaku telah melakukan pencucian uang dengan membeli aset berupa 21 kendaraan roda empat, 28 kendaraan roda dua, lima kendaraan laut (satu speedboat dan empat kapal), dua kendaraan jenis ATV, 44 bidang tahan dan bangunan, dua jam tangan mewah, uang tunai Rp2.100.000.000, dan deposito sebesar Rp500.000.000.