Ditjenpas Optimalkan Pengelolaan SPPT-TI di Pulau Penjara Nusakambangan

Ditjenpas Optimalkan Pengelolaan SPPT-TI di Pulau Penjara Nusakambangan

Nusakambangan, INFO_PAS – Pulau Nusakambangan merupakan komponen penting dalam penyelenggaraan Sistem Pemasyarakatan Indonesia. Guna meningkatkan pengelolaannya, Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjenpas) laksanakan koordinasi dan optimalisasi Sistem Peradilan Pidana Terpadu berbasis Teknologi Informasi (SPPT-TI) di Nusakambangan mulai tanggal 20-22 Juli 2022

Selain dihadiri jajaran Pemasyarakatan pusat dan daerah Jawa Tengah, khususnya Nusakambangan, kegiatan juga melibatkan kementerian/lembaga lainnya, seperti Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Mahkamah Agung, Kepolisian Negara Republik Indonesia, Badan Narkotika Nasional, hingga Badan Siber dan Sandi Negara.

Direktur Teknologi Informasi dan Kerja Sama, Dodot Adikoeswanto, mengatakan sejak masa pemerintahan Hindia Belanda, Nusakambangan telah didaulat sebagai ‘Pulau Penjara’, tempat pelaksanaan pidana bagi pelanggar hukum.  Di pulau seluas 12.056 hektar ini telah beroperasi delapan Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) dan satu Balai Pemasyarakatan (Bapas). Lapas yang ada juga memiliki tingkat keamanan yang beragam mulai dari super maximum security, maximum security, medium security, hingga minimum security.

Data Ditjenpas menunjukkan per tanggal 20 Juli 2022, Lapas di Nusakambangan dihuni 2.354 Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) dari 2.466 kapasitas yang tersedia. Dari jumlah tersebut, 178 orang di antaranya merupakan WBP kasus terorisme, 1.734 WBP kasus narkotika, 440 WBP kasus pidana umum, dan dua WBP kasus tindak pidana korupsi. Adapun 226 di antaranya merupakan Warga Negara Asing.

Dodot menyebut kegiatan ini dilaksanakan untuk meningkatkan kinerja dan kerja sama Ditjenpas dengan stakeholder SPPT-TI dalam menyusun perencanaan peningkatan pengelolaan Pulau Nusakambangan. “Pengelolaan Pulau Nusakambangan dalam pelaksanaan tugas dan fungsi Pemasyarakatan masih kami rasakan belum maksimal dalam mendukung Revitalisasi Pemasyarakatan sebagaimana telah diamanatkan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI Nomor 35 Tahun 2018, khususnya terkait dengan proporsi jumlah narapidana dan pelaksanaan asesmen perilaku narapidana dalam rangka pergeseran tingkat risiko,” tuturnya.

Hal lain yang menjadi perhatian adalah keamanan pelaksanaan Pemasyarakatan di Nusakambangan. Koordinasi Aparat Penegak Hukum yang hadir dibutuhkan untuk meningkatkan keamanan melalui pembatasan akses pihak luar menjangkau Nusakambangan.

“Kita harus tutup peluang dan celah-celah bagi narapidana, khususnya kategori high risk melarikan diri melalui jalur darat maupun laut yang sudah mengalami pendangkalan,” lanjut Dodot.

Mewaspadai hal ini, Pemasyarakatan melakukan kajian terhadap Standar Operasional Prosedur, sarana prasarana, dan infrastruktur penghubung antarlapas. Tak lupa, memberikan penguatan kepada para petugas dalam penanganan kondisi darurat. (afn)

What's Your Reaction?

like
0
dislike
0
love
0
funny
0
angry
0
sad
0
wow
0