Gencar Perangi Narkoba Adalah Mutlak Bagi Pemasyarakatan

Gencar Perangi Narkoba Adalah Mutlak Bagi Pemasyarakatan

Zero Halinar, lapas/rutan Bebas Narkoba adalah suatu visi yang terus digaungkan oleh Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjenpas) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia (Kemenkumham RI). Ini merupakan salah satu komitmen Kemenkumham untuk berperang melawan narkoba. Memiliki 524 satuan kerja (satker) di seluruh wilayah RI menjadi suatu tantangan nyata bagi Ditjenpas untuk menyatukan visi demi mewujudkan Lembaga Pemasyarakatan (lapas) dan Rumah Tahanan Negara (rutan) bebas dari Narkoba.

Sejak digelorakannya Revitalisasi Pemasyarakatan di tahun 2018 melalui Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Permenkumham) No. 35 Tahun 2018, semakin menegaskan bahwa Ditjenpas secara proaktif terus mengoptimalkan penyelengaraan Pemasyarakatan. Semangat Revitalisasi Pemasyarakatan diimplementasikan melalui pelaksanaan tugas pokok dan fungsi Pemasyarakatan, yakni peningkatan stabilitas keamanan lapas/rutan se-Indonesia.

Pembentukan Lapas Super Maksimum Sekuriti di Pulau Nusakambangan adalah salah satu bukti bahwa Pemasyarakatan menunjukkan eksistensinya untuk mewujudkan lapas/rutan bebas dari narkoba. Namun, apakah tujuan itu sudah melekat di visi setiap lapas/rutan? Hal ini menjadi tantangan dan prioritas utama bagi Ditjenpas untuk selalu mengawasi dan mengevaluasi pelaksanaan tugas dan fungsi lapas/rutan dengan melakukan upaya preventif dan deteksi dini terhadap ancaman peredaran narkoba khususnya di dalam lapas/rutan.

 

Modus Operandi

Dilansir dari CNN Indonesia, Polri mengungkap 2.7 ton barang bukti sabu pada tahun 2019 dan meningkat menjadi 4.57 ton sejak awal 2020 hingga saat ini. Data tersebut menunjukkan bahwa peredaran narkoba di Indonesia semakin mengkhawatirkan.

Menurut Deputi Bidang Pemberantasan Badan Narkotika Nasional (BNN) Irjen. Pol Arman Depari, modus peredaran narkoba di tahun 2020 dilakukan secara manipulatif dengan cara mengirimkan bantuan logistik sembako. Cara ini juga dilakukan oleh beberapa kasus penyelundupan narkoba di banyak Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pemasyarakatan, yakni lapas/rutan dengan memanipulasi bahan logistic, terutama makanan, yang kemudian digiring dan dimasukkan ke dalam lapas/rutan.

Modusnya beragam, mulai dari bungkusan makanan, mie instan, kaleng minuman, hingga kerupuk menjadi alternatif bagi sebagian orang untuk menyelundupkan narkoba ke dalam lapas/rutan di Indonesia. Ini juga cara yang biasa dilakukan oleh sindikat dan jaringan perdagangan narkoba internasional, dengan menyabotase bahan logistik yang kemudian diedarkan ke seluruh dunia.

Humas Ditjenpas menghimpun data serta bukti dari lapangan, ditemukan banyak orang maupun pihak yang tidak bertanggung jawab dengan sengaja memasukan barang terlarang tersebut demi meraup keuntungan semata. Pelaku sebenarnya paham betul bahwa melakukan hal ini akan membuatnya dijerat sanksi dan denda, bahkan hukuman pidana. Namun dengan berbagai alasan ataupun iming-iming lainnya, pelaku bersikeras untuk tetap melangsungkan aksinya. Kurangnya deteksi dini petugas Pemasyarakatan terhadap penyelundupan narkoba ke dalam lapas/rutan mengakibatkan narapidana semakin leluasa untuk melancarkan modus-modusnya. Hal ini tentu menambah daftar hitam bagi institusi Pemasyarakatan khususnya dalam peredaran dan pengendalian narkoba di dalam lapas/rutan.

 

Pembinaan Narapidana Narkotika

Berdasarkan Sistem Database Pemasyarakatan (SDP) jumlah penghuni narapidana bandar narkoba hingga Oktober 2020 adalah 84.049 orang dan narapidana pengguna narkoba 42.225 orang. Jika dibandingkan dengan jumlah narapidana secara keseluruhan, yakni 234.788 orang, maka jumlah narapidana narkoba baik bandar maupun pengguna sudah melebihi 50% dari jumlah narapidana pada umumnya. Hal ini akan berdampak pada kondisi muatan pada lapas khusus narkotika di Indonesia yang masih sangat minim, sehingga masih banyak narapidana kasus narkoba yang masih ditempatkan di lapas dewasa atau umum.

Kondisi ini akan berdampak pada bagaimana proses pembinaan narapidana, karena sejatinya narapidana narkoba membutuhkan pembinaan khusus. Sejumlah UPT Pemasyarakatan di Indonesia telah melakukan hal ini, baik pembinaan individu yakni terapi methadone maupun pembinaan kelompok atau therapeutic community.

Pembinaan tersebut idealnya dilaksanakan di lapas khusus narkotika demi mengurangi dampak adiktif obat-obatan terlarang yang berakibat tidak hanya bagi narapidana, namun bagi petugas yang berada di lapas. Adiksi dan prisonisasi yang begitu kental menimbulkan efek kecanduan sehingga sangat dimungkinkan narapidana maupun petugas yang sebelumnya tidak kenal dengan narkoba, akan terjerumus bahkan menjadi pelaku atau korban dari barang terlarang ini. Untuk itu perlu adanya pembaharuan sistem, tidak hanya bagi pelaku ataupun korban yang terlibat, namun penting pula dilakukan pencegahan dini akan bahaya penggunaan narkoba. Dengan kesadaran dan implementasi ini, setidaknya akan menekan kenaikan angka narapidana, khususnya kasus narkoba, di lapas/rutan Indonesia.

Perangi Narkoba

Melihat fenomena ini, Ditjenpas terus melakukan pencegahan terhadap peredaran narkoba di seluruh lapas/rutan. Direktur Jenderal Pemasyarakatan (Dirjenpas), Reynhard Silitonga menegaskan melalui tiga kunci Pemasyarakatan maju, yakni deteksi dini, sinergi, dan berantas narkoba. Ketiganya makna yaitu deteksi dini terhadap gangguan keamanan dan ketertiban, bersinergi dengan aparat penegak hukum dan stakeholders, serta memberantas narkoba. Selain memerangi narkoba, tiga kunci tersebut dilakukan demi mencapai visi Pemasyarakatan maju.

"Lakukan tiga hal itu, Pemasyarakatan akan maju,” terang Reynhard Silitonga.

Sejauh ini, Pemasyarakatan telah melakukan upaya aktif dalam memerangi Narkoba, tidak hanya wacana belaka namun melalui aksi nyata. Sebut saja pemindahan ratusan narapidana bandar narkoba ke Lapas Super Maksimum Sekuriti di Pulau Nusakambangan hingga penghujung November 2020. Sebanyak 141 aksi penyelundupan narkoba ke dalam lapas/rutan digagalkan oleh petugas Pemasyarakatan, diikuti penindakan tegas kepada petugas yang terbukti terlibat dengan pemberian hukuman disiplin hingga pemecatan. Turut melibatkan masyarakat, Ditjenpas juga menghadirkan Layanan Pengaduan Narkoba melalui aplikasi LAPOR NARKOBA! yang memberikan kemudahan akses bagi masyarakat umum untuk menyampaikan laporan adanya tindak penyalahgunaan narkoba.

“Buktikan komitmen perang terhadap Narkoba di UPT Pemasyarakatan seluruh Indonesia!”. Tegas Dirjenpas.

Sistem reward and punishment turut diberlakukan, tidak hanya bagi petugas atau oknum tetapi bagi pimpinan wilayah ataupun Kepala Satker atau UPT Pemasyarakatan di Indonesia yang terlibat maupun yang berhasil melakukan upaya penggagalan penyelundupan narkoba. Melalui sistem ini Ditjenpas semakin optimis bahwasanya seluruh petugas Pemasyarakatan proaktif dalam melakukan tindakan preventif dan antisipatif.

Lebih dari itu, untuk mendukung aksi nyata tersebut Ditjenpas tentunya memerlukan dukungan dan sinergi dari aparat penegak hukum lainnya, seperti Polri, BNN, serta masyarakat umum untuk membantu upaya pencegahan penyelundupan narkoba ke dalam lapas/rutan di Indonesia. Dengan begitu, akan tercipta check and balance serta cooperative system antar aparat penegak hukum maupun masyarakat.

“Kepala Lapas bisa bersinergi dengan Kapolres, BNN, dan seterusnya. Dengan makan papeda bersama, makan pisang goreng sambal ngopi, itu menjadi awal membangun sinergi,” imbuh Reynhard.

Ditjenpas selalu menekankan akan ada tindakan tegas petugas maupun warga binaan yang terbukti secara hukum terlibat dalam peredaran narkoba dari balik jeruji. Komitmen memerangi narkoba terus dilakukan karena Pemasyarakatan sadar, perang terhadap narkoba adalah hal mutlak yang akan terus digencarkan.

 

Penulis: Okki Oktaviandi, S.Tr.Pas

What's Your Reaction?

like
0
dislike
0
love
0
funny
0
angry
0
sad
0
wow
0