Hebatnya Penjara Di Indonesia

Sejarah penghukuman di Indonesia ditandai dengan diubahnya filosofi penghukuman yang semula sesuai dengan Enchylopedia of Prison and Punishment, yaitu retribution/pembalasan, penjeraan (detterence), pemenjaraan (incapalitation), dan rehabilitasi (rehabilitation) yang kemudian bermetamorfosis ke arah yang lebih baik, yakni Pemasyarakatan dengan tujuan reintegrasi sosial yang diikrarkan pada tanggal 27 April 1964 pada saat Konferensi Nasional Kepenjaraan di Lembang Bandung dengan di sepakatinya 10 prinsip Pemasyarakatan yang menjadi pedoman pembinaan WBP di Indonesia. Namun saat ini Pemasyarakatan seolah mendapat pukulan telak yang membuat citra Pemasyarakatan sebagai institusi terakhir  dalam sistem peradilan pidana terpadu (Integreted Criminal Justice Sistem)  semakin buruk di mata masyarakat dan lembaga atau instansi lainnya. Hal tersebut terlihat dari banyaknya jumlah pungli di lapas/rutan, adanya indikasi peredaran narkoba yang dike

Hebatnya Penjara Di Indonesia
Sejarah penghukuman di Indonesia ditandai dengan diubahnya filosofi penghukuman yang semula sesuai dengan Enchylopedia of Prison and Punishment, yaitu retribution/pembalasan, penjeraan (detterence), pemenjaraan (incapalitation), dan rehabilitasi (rehabilitation) yang kemudian bermetamorfosis ke arah yang lebih baik, yakni Pemasyarakatan dengan tujuan reintegrasi sosial yang diikrarkan pada tanggal 27 April 1964 pada saat Konferensi Nasional Kepenjaraan di Lembang Bandung dengan di sepakatinya 10 prinsip Pemasyarakatan yang menjadi pedoman pembinaan WBP di Indonesia. Namun saat ini Pemasyarakatan seolah mendapat pukulan telak yang membuat citra Pemasyarakatan sebagai institusi terakhir  dalam sistem peradilan pidana terpadu (Integreted Criminal Justice Sistem)  semakin buruk di mata masyarakat dan lembaga atau instansi lainnya. Hal tersebut terlihat dari banyaknya jumlah pungli di lapas/rutan, adanya indikasi peredaran narkoba yang dikendalikan di balik jeruji besi, jumlah perlarian tahanan dan narapidana yang cukup banyak dan intens, serta buruknya sarana dan prasarana di dalam lapas semakin memperburuk citra lembaga yang telah berdiri lebih dari setengah abad ini. Dan masyarakat pun mulai membandingkan dengan penjara lainnya di dunia. Seburuk itukah lapas (penjara) di negara kita itu? Kalau kita lihat dan kita pikirkan saksama ada banyak hal yang membuat kita cukup bangga dengan penjara di Indonesia yaitu:
  1. Lapas/rutan di Indonesia dibiayai oleh negara bukan swastanisasi
Banyak masyarakat mulai membandingkan penjara di Indonesia dengan penjara di luar negeri lainnya, contohnya penjara Lecben Justice Centre di Austria, penjara Sullentuna di Swedia , penjara Bustoy di Norwegia, dan penjara megah lainnya. Tapi tahukah Anda bahwa penjara tersebut dikelola oleh swasta atau pihak tertentu.  Bahkan perlu diketahui bahwa di penjara Lecben Justice Centre para calon penghuni penjara tersebut harus memesan tempat terlebih dahulu. Penjara tersebut memiliki tingkat pengamanan yang ringan (minimum security) apabila kita bandingkan dengan lapas terbuka. Swastanisasi pemenjaraan tersebut memang cukup baik dan akan mengurangi beban negara dalam pembiayaan bagi lapas dan rutan di Indonesia, bahkan mencapai Rp. 2,4 triliun pertahunnya. Namun hal tersebut akan sangat sulit dilakukan karena sulitnya mencari pihak ketiga sebagai investor dan penyedia pelatihan jasa untuk WBP yang dipekerjakan dan cukup bertentangan dengan prinsip SMR pasal 71 yang mengatakan tenaga kerja penjara tidak harus bersifat afflictive/menyengserakatan  dan pasal 72 (2) yang mengatakan bahwa tahanan tidak harus tunduk pada keuntungan dari industri dalam institusi tersebut. Sedangkan yang seperti kita ketahui 99% tujuan suatu perusahaan/industri adalah mencari keuntungan. Dengan masih stabilnya negara Indonesia dan masih dibiayainya lapas dan rutan di Indonesia oleh negara, hal tersebut merupakan suatu prestasi yang cukup baik. Bahkan perlu diketahui negara sebesar Jerman pun dulu tidak dapat membiayai sendiri penjara mereka dan sempat bangkrut akibat penjara mereka tersebut.
  1. Jumlah petugas dan penghuni lapas yang sebanding
Jumlah penghuni lapas dan rutan sampai dengan tanggal 18-5-2017 mencapai 221.339 WBP dengan jumlah petugas pengaman lapas dan rutan hanya 14.600 yang dibagi menjadi empat regu menjadi 3.400. Kalau kita bandingkan satu petugas penjagaan harus menjaga 65 orang. Hal yang cukup memprihatinkan apabila kita membandingkan dengan penjara luar negeri lainnya sebagai contoh Amerika Serikat yang merupakan negara dengan narapidana terbanyak, yaitu lebih dari 2,1 juta orang menurut World Prison Brief dimana negara tersebut memiliki penjara  San Quentin State Prison yang didalamnya terdapat sekitar 4.223 WBP yang dijaga oleh sekitar 1.718 Staf  dengan anggaran $210 Juta sebagai salah satu penjara terbesar di Amerika Serikat. Apabila kita bandingkan dengan Lapas Kelas 1 Medan saja  yang memiliki 3.105 WBP dengan jumlah petugas yang hanya sekitar 180 petugas , maka akan sangat memprihatinkan penjara/lapas di Indonesia dengan anggaran yang sangat minim. Jadi, jelas kita harus bangga dengan lapas yang tetap terus eksis dan bertahan serta terus melakukan pembaruan sampai saat ini.   JAYALAH PEMASYARAKATAN......!!!!!!!   Penulis: Marthen Butar Butar (Rutan Kelas I Bandar Lampung)    

What's Your Reaction?

like
0
dislike
0
love
0
funny
0
angry
0
sad
0
wow
0