Ikuti Sostekpas Maluku, UPT Pemasyarakatan Dukung Implementasi Restorative Justice

Ikuti Sostekpas Maluku, UPT Pemasyarakatan Dukung Implementasi Restorative Justice

Namlea, INFO_PAS – Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas III Namlea mendukung implementasi Restorative Justice bagi jajaran Pemasyarakatan Maluku. Dikatakan Pelaksana Harian Kepala Lapas (Kalapas) Namlea, Tersih Victor Noya, ini merupakan langkah progresif dan trend penegakan hukum yang diinginkan juga bagi jajaran Pemasyarakatan Maluku guna mengurangi overcrowded.

“Kami di Lapas Namlea saat ini sudah mengalami over kapasitas. Kami dukung upaya yang dilakukan Kantor Wilayah (Kanwil) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Maluku bekerja sama dengan Aparat Penegak Hukum (APH) dalam penegakan hukum yang berkeadilan,” harap Tersih kala mengikuti Sosialisasi Teknis Pemasyarakatan (Sostekpas) secara virtual, Senin (22/8).

Ia juga menekankan semua perkara yang berimplikasi tindak pidana tidak harus selalu berakhir di Lapas. “Sepanjang perkara dapat diselesaikan lewat mediasi antara pelaku dan korban, maka tujuan Restorative Justice dapat tercapai sehingga Lapas terhindar dari overcrowded. Artinya, hukum pidana hendaknya dijadikan hanya sebagai upaya terakhir dalam hal penegakan hukum atau Ultimum Remedium," tambah Tersih.

Sostekpas tersebut dihadiri langsung oleh seluruh Kepala Unit Pelaksana Teknis Pemasyarakatan di Pulau Ambon dan secara virtual bagi yang berada di luar Pulau Ambon. Kala hadir langsung dalam acara tersebut, Pelaksana Tugas (Plt.) Kalapas Ambon, Mulyoko, mengungkapkan penerapan Restorative Justice di Lapas dapat dilihat dari pelaksanan pembinaan di tengah masyarakat, percepatan pemenuhan hak Warga Binaan Pemasyarakatan, serta pemenuhan pelayanan makanan dan kesehatan.

“Pembinaan kembali di tengah masyarakat melalui program Asimilasi, baik di rumah maupun sosial, percepatan pemenuhan hak Remisi dan Integrasi, serta pemenuhan hak makanan dan kesehatan yang baik merupakan wujud nyata penerapan Restorative Justice dan hal tersebut telah dilakukan di Lapas Ambon,” ungkapnya.

Hal senada disampaikan Kepala Rumah Tahanan Negara (Karutan) Ambon, Jose Quelo. “Diharapkan dengan adanya Restorative Justice dapat mengurangi over kapasitas di Lapas dan Rutan sehingga gangguan keamanan dapat diminimalisir,” harap Karutan.

Sebelumnya, Kepala Kanwil Kemenkumham Maluku, HM. Anwar N., dalam sambutannya menjelaskan pendekatan hukum dengan penerapan Restorative Justice berdampak signifikan dalam mengurangi jumlah over kapasitas yang terjadi. Ia juga mengimbau seluruh jajaran untuk terus bersinergi dengan APH untuk mengedukasi masyarakat di Maluku guna mendorong terwujudnya penerapan Restorative Justice.

“Masalah klasik kita adalah over kapasitas. Banyak kebijakan sudah dilakukan, namun tidak signifikan berdampak karena lebih banyak yang masuk Lapas daripada yang dikeluarkan. Oleh sebab itu, penerapan Restorative Justice harus kita dorong sebagai salah satu alternatif pemidanaan,” ajak Anwar.

Pada kesempatan tersebut, Direktur Bimbingan Kemasyarakatan dan Pengentasan Anak Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjenpas), Pujo Harinto, menjelaskan persoalan klasik yang dihadapi Ditjenpas adalah overcrowded di sejumlah Lapas dan Rutan di Indonesia. Setidaknya, 29 dari 33 kanwil mengalami kondisi overcrowded.

“Hasil riset Ditjenpas bersama Center for Detention Studies menunjukkan jika tidak dilakukan langkah-langkah progresif penanganan overcrowded melalui pengurangan jumlah narapidana yang masuk, maka prediksi overcrowded tahun 2025 bisa mencapai 136%,” kata Pujo.

Menghadapi kondisi tersebut, Ditjenpas telah melakukan langkah-langkah progresif, khususnya untuk mengurangi kepadatan hunian di Lapas, di antaranya dengan mempercepat dan memberikan kemudahan layanan Asimilasi dan Integrasi narapidana, seperti crash program Pembebasan Bersyarat, Cuti Bersyarat, dan Cuti Menjelang Bebas tahun 2019, maupun Asimilasi dan Integrasi pencegahan COVID-19 tahun 2020 hingga sekarang. 

“Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak telah menggeser paradigma dalam perlakuan terhadap Anak Berhadapan dengan Hukum di mana sejak pemberlakukan regulasi tersebut, perlakuan Anak dititikberatkan pada upaya restorasi terhadap kepentingan terbaik bagi Anak. Atas dasar keberhasilan penerapan Restorative Justice dalam penanganan perkara Anak, maka model penyelesaian perkara Anak perlu diadopsi dalam penyelesaian perkara dewasa sehingga diharapkan pemberian alternatif pemidanaan selain penjara niscaya dapat mengurangi overcrowded di Lapas/Rutan,” jelas mantan Kepala Divisi Pemasyarakatan Maluku tahun 2016 itu. 

Sostekpas Kanwil Kemenkumham Maluku berlanjut di hari kedua, Selasa (23/8). Kalapas Bandanaira, Hamdani, kala mengikuti kegiatan secara virtual menegaskan ia dan jajarannya akan berupaya mendorong terlaksananya penerapan Restorative Justice dengan baik sesuai imbauan pimpinan. "Kami akan berupaya melaksanakan dengan baik penerapan Restorative Justice dan terus bersinergi dengan APH dalam mengedukasi masyarakat di Maluku,” janjinya.

Hamdani juga berharap, dengan berjalannya penerapan sistem Restorative Justice akan mengurangi masalah over kapasitas di Lapas. "Restorative Justice tentu akan membawa dampak baik bagi kita dalam mengurangi masalah over kapasitas karena lebih banyak narapidana yang masuk Lapas daripada yang dikeluarkan. Oleh sebab itu, penerapan Restorative Justice harus bersama-sama kita dorong sebagai salah satu alternatif pemidanaan," ujarnya.

Di tempat berbeda, Sonny Tanikwele selaku Plt. Kalapas Dobo juga mengikuti giat tersebut secara virtual. “Sostekpas mengenai penerapan Restorative Justice dalam Sistem Peradilan Pidana Terpadu penting untuk dibahas mengingat saat ini beberapa Lapas dan Rutan di Maluku sudah hampir masuk ke dalam over kapasitas,” ucapnya. (IR)

 

 

Kontributor: Lapas Namlea, Lapas Ambon, Rutan Ambon, Lapas Bandanaira, Lapas Dobo.

What's Your Reaction?

like
0
dislike
0
love
0
funny
0
angry
0
sad
0
wow
0