Kajian Tafsir Al Azhar: Belajar Hidup di Penjara ala Buya Hamka

Kajian Tafsir Al Azhar: Belajar Hidup di Penjara ala Buya Hamka

Sosok Prof. Dr. Haji Abdul Malik Karim Amrullah atau yang dikenal dengan Buya Hamka adalah tokoh ulama yang sangat terkenal dengan sebuah tafsir karangannya, yakni Tafsir Al Azhar yang tebal dengan lama waktu yang cukup lama ia selesaikan. Suka dukanya, ia sendiri mengerjakan tafsir ini di dalam penjara.

Buya Hamka diterpa kenestapaan yang penuh dengan kesulitan selama di penjara, namun ia jadikansebagai pelajaran dan pengalaman hidup. Ia meyakini setiap kesulitan pasti ada kemudahan, seperti yang termaktub dalam firman Allah dalam QS:  Al-Insyiraah ayat 5 yang berbunyi:

فإن مع العسر يسرا

Artinya: “maka sesungguhnya berserta kesulitan itu ada kemudahan."

Karena ayat ini, ia mendapat pengalaman yang besar untuk meresapi inti ayat ini selama ditahan 2 tahun 4 bulan sejak 27 Januari 1964 hingga Mei 1966. Pada waktu itu, begitu banyak tahanan akibat kekacauan politik, berbeda dengan sekarang. Apa yang dialami Buya Hamka bukanlah karena ia melakukan tindak pidana kriminal, namun tidak salahnya juga apa yang beliau alami dan rasakan dapat dijadikan acuan dan percontohan bagi tahanan dan narapidana yang mendekam di balik jeruji besi.

Ia menceritakan dan mencurahkan bagaimana kesabaran dan pengalaman hidupnya dalam tafsir yang ia karang, yaitu pada bagian penafsiran Surah Al-Insyiraah ayat 5. Ia pernah mengatakan “kalau saya bawa bermenung saja kesulitan dan perampasan kemerdekaanku itu, maulah rasanya diri ini gila.Tetapi, akalnya terus berjalan. Ilham Allah pun datang. Lima hari penahanan pertama saja ia lima kali khatam Alquran. Ia pandai mengatur waktu untuk membaca dan menulis tafsir dari apa yang telah ia baca. Demikian rutinitas yang ia lakukan sehingga tidak mengetahui dan tidak banyak lagi memikirkan kapan akan keluar.

Selama penahanan yang dijalani, ia khatam Alquran lebih dari 150 kali selama dua tahun. Ia juga selesai menulis 28 juz tafsir Alquran karena juz 18 dan 19 telah ia tafsirkan sebelum ditangkap dalam masa dua tahun.

Apa yang Buya Hamka lalui dan kesibukan yang ia jalani selama di penjara sebenarnya dapat dicontoh dan diterapkan Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) dan tahanan melalui program pembinaan kepribadian yang selama ini sudah berjalan di setiap lembaga pemasyarakatan (lapas) / rumah tahanan negara (rutan) yang dibina langsung petugas Pemasyarakatan. Sudah menjadi kewajiban moril petugas terhadap WBP dan tahanan untuk meningkatkan kesadaran beragama serta memperindah akhlak dan moral dengan mengajak dan mengadakan kegiatan pembinaan kepribadian dengan ibadah dan penyucian jiwa berupa membaca Alquran..

Perlu rasanya disyaratkan bagi WBP beragama Islam yang akan bebas untuk mengkhatamkan Alquran sehingga tertanam dalam jiwanya kesadaran beragama dan menjalankan syariat dengan harapan ia dapat memperbaiki diri dan tidak mengulangi tindak pidana sebagaimana tujuan Sistem Pemasyarakatan.

Setiap orang berhak dan wajib untuk mengubah dirinya menjadi pribadi yang lebih baik setelah rentetan peristiwa nestapa yang menimpa dirinya selama proses peradilan hingga saat menjalaninya di lapas / rutan. Perubahan itu akan sangat mungkin terjadi jika pangkal pikir berdasar atas iman. Apabila demikian, penjara baginya ia jadikan tempat bersepi untuk beribadah dan menjadikan penjara sebagai sebab kebaikan bagi dirinya.

 

 

Penulis: Insanul Hakim Ifra (Rutan Depok)

What's Your Reaction?

like
7
dislike
0
love
5
funny
2
angry
0
sad
0
wow
2