Memaknai Hari Pendidikan Nasional: Kehilangan Kemerdekaan Bergerak Bukan Kehilangan Kemerdekaan Belajar

Memaknai Hari Pendidikan Nasional: Kehilangan Kemerdekaan Bergerak Bukan Kehilangan Kemerdekaan Belajar

Pada Hari Pendidikan Nasional tahun ini, 2 Mei 2021, tema “Serentak Bergerak, Wujudkan Merdeka Belajar” yang dipilih Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sangat menarik untuk dielaborasi dalam perspektif Pemasyarakatan sebagai pembinaan karena pendidikan dan pembinaan sangat ekuivalen dan komplementer dalam mewujudkan tujuan Pemasyarakatan itu sendiri. Narapidana dan tahanan yang menjalani hilang kemerdekaan bergerak di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) atau Rumah Tahanan Negara (Rutan) lantas tidak membuat mereka hilang kemerdekaan dan haknya untuk mendapatkan pendidikan dan pengajaran selama menjalani pidana penjara.

Tema “Serentak Bergerak, Wujudkan Merdeka Belajar” ini sejalan dengan sistem pembinaan Pemasyarakatan yang dilaksanakan berdasarkan asas pendidikan (vide: Pasal 5 huruf C UU RI No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan). Senada dengan itu, narapidana dijamin haknya secara merdeka untuk mendapatkan pendidikan dan pengajaran sebagaimana termaktub dalam Pasal 14 ayat (1) huruf C UU Pemasyarakatan yang berbunyi: “Narapidana berhak mendapatkan pendidikan dan pengajaran”. Selain itu, pendidikan sebagai jalan terwujudnya tujuan Sistem Pemasyarakatan agar Warga Binaan Pemasyarakatan menyadari kesalahannya, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan, dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab.

Jika ditilik secara definitif, pendidikan dalam perspektif UU Pemasyarakatan dan UU Sistem Pendidikan Nasional sebagai landasan legal dalam pelaksanaan pendidikan nasional mempunyai kesamaan prospek, fungsi, dan tujuan yang menekankan terbentuknya watak, peradaban bangsa yang bermartabat, dan terbentuknya nilai luhur keagamaan agar menjadi warga yang baik dan bertanggung jawab. Pendidikan, bimbingan, dan pengajaran yang ada di Lapas dan Rutan, diberikan pendidikan agama serta diberi kesempatan dan bimbingan untuk melaksanakan ibadahnya. Kepada narapidana ditanamkan jiwa kegotongroyongan, jiwa toleransi, jiwa kekeluargaan, juga kekeluargaan antar bangsa-bangsa. Kepada narapidana harus ditanamkan rasa persatuan, kebangsaan Indonesia, harus ditanamkan jiwa bermusyawarah untuk bermufakat yang positif. Narapidana harus diikutsertakan  dalam kegiatan-kegiatan untuk kepentingan bersama dan kepentingan umum agar mampu menguasai ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni, berakhlak mulia, berbudi luhur, serta memiliki kesehatan jasmani dan rohani. Tidak kalah penting diberikan orientasi pendidikan kecakapan hidup agar institusi Pemasyarakatan mampu memberikan “harapan hidup" setelah ia bebas dan kembali ke masyarakat.

Salah satu bentuk pendidikan dan pengajaran yang ada di Lapas maupun Rutan, diantaranya  pendidikan keagamaan yang terselenggara di rumah peribadatan (masjid, gereja, vihara). Tentu masih banyak lagi jenis maupun model pendidikan dan pengajaran yang ada di Lapas maupun Rutan yang diarahkan untuk memberikan manfaat sebanyak-banyaknya, minimal untuk dirinya sendiri, sebab dampak positif dan manfaat dari pendidikan dan pengajaran yang ia dapatkan sama potensialnya dengan akibat kejahatan yang ia timbulkan terhadap lingkungan sekitarnya. Oleh karena itu, ilmu yang dibekali dari proses pendidikan dan pengajaran selama di Lapas maupun Rutan sejatinya sebagai instrumen untuk pemecahan masalah yang ia hadapi nantinya setelah bebas dalam upaya memperbaiki keretakan hubungan sosialnya dengan masyarakat lingkungannya.

Penyelenggaraan pendidikan, bimbingan, dan pengajaran bagi narapidana dan tahanan menuntut petugas Pemasyarakatan memberi contoh yang baik agar bisa diteladani layaknya seorang pendidik. Seperti beri-memberi ingat apa yang benar, tunjuk-menunjuki jalan yang benar, dan ingat-memperingatkan pula mana yang salah supaya yang salah itu sama-sama dijauhi. Itulah tugas mulia petugas Pemasyarakatan sebagai pembina sekaligus pendidik yang kelak dapat mengubah kepribadian narapidana dan tahanan ke jalan yang baik dan benar dengan penuh kesabaran sebagaimana kutipan Bapak Pendidikan Nasional Indonesia, Ki Hajar Dewantara, yang berbunyi “ing ngarso sung tulodo, ing madya mangun karso, tut wuri handayaniyang artinya “di depan memberi contoh, di tengah-tengah membangkitkan semangat, di belakang memberikan dorongan”. Maksudnya adalah, di depan, seorang pendidik harus memberi teladan atau contoh tindakan yang baik; di tengah atau di antara murid, guru harus menciptakan ide dan prakarsa; di belakang, seorang guru harus bisa memberikan dorongan serta arahan.

 

 

 

 

Penulis: Insanul Hakim Ifra (Rutan Depok)

What's Your Reaction?

like
12
dislike
0
love
4
funny
0
angry
0
sad
0
wow
1