Optimalisasi Pembimbingan dalam Membantu Proses Penyesuaian Diri Klien

Optimalisasi Pembimbingan dalam Membantu Proses Penyesuaian Diri Klien

Sesuai dengan salah satu tugas Pembimbing Kemasyarakatan (PK), yaitu Penelitian Kemasyarakatan (Litmas) dan pembimbingan terhadap Klien Pemasyarakatan, PK dapat diartikan sebagai ibu bagi Klien Pemasyarakatan. Klien Pemasyarakatan lahir dari Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) yang mendapatkan Integrasi maupun Asimilasi di rumah berdasarkan hasil Litmas yang dilakukan oleh PK Balai Pemasyarakatan (Bapas). Layaknya seorang ibu yang mengetahui riwayat sejak lahir anaknya dan berusaha sebaik mungkin untuk mendampingi tumbuh kembang anaknya, PK Bapas pun melakukan hal yang sama kepada Klien Bapas. Ketika Klien Bapas mulai menjalankan kehidupannya di luar Lembaga Pemasyarakatan (Lapas)/Rumah Tahanan Negara (Rutan), diharapkan PK bisa menjadi seorang yang mampu membantu Klien memiliki modal, baik secara mental maupun sosial, untuk melaksanakan fungsi sosialnya dengan baik di tengah masyarakat.   

 

Penyesuaian Diri

Seorang Klien ketika kembali berada di lingkungan masyarakat membutuhkan adaptasi/penyesuaian diri dengan lingkungan sekitar yang bisa saja berbeda dari sebelum Klien menjalani pidana di Lapas/Rutan. Schneiders (1964) menyebutkan penyesuaian diri adalah suatu proses yang mencakup respon mental dan tingkah laku di mana individu berusaha untuk dapat berhasil mengatasi kebutuhan-kebutuhan dalam dirinya, ketegangan-ketegangan, konflik-konflik, dan frustrasi yang dialaminya sehingga terwujud tingkat keselarasan atau harmoni antara tuntutan dari dalam diri dengan apa yang diharapkan oleh lingkungan di mana ia tinggal (Ghufron & Rini, 2010).

Secara karakteristik, penyesuaian diri dapat dibagi menjadi dua, yaitu penyesuaian diri secara positif dan penyesuaian diri yang negatif (Hartinah, 2008).

  1. Penyesuaian diri positif

Seseorang yang mampu menyesuaikan diri secara positif dapat ditandai dengan hal sebagai berikut: tidak menunjukkan adanya ketegangan emosional, mekanisme-mekanisme psikologis dan frustrasi pribadi, memiliki pertimbangan rasional dan pengarahan diri, mampu dalam belajar, menghargai pengalaman, serta bersikap realistik dan objektif.

 

  1. Penyesuaian diri negatif

Ketika seseorang gagal dalam menyesuaikan diri secara positif, maka dapat menimbulkan penyesuaian diri yang salah dengan menimbulkan tiga bentuk reaksi, yaitu:

  1. Reaksi bertahan (defence reaction)

Seseorang selalu berusaha untuk menunjukkan bahwa dirinya tidak mengalami kegagalan dengan bentuk khususnya, yaitu:

- rasionalisasi, bertahan dengan mencari alasan untuk membenarkan tindakannya;

- represi, berusaha menekan pengalamannya yang dirasakan kurang menyenangkan ke alam bawah sadar;

- proyeksi, melemparkan sebab kegagalan dirinya kepada pihak lain untuk mencari alasan yang dapat diterima;

- sourgrapes atau memutarbalikkan keadaan.

 

  1. Reaksi menyerang (aggressive reaction)

Reaksi ini sifatnya menyerang untuk menutupi kegagalan di mana seseorang menggunakan reaksi ini karena tidak mau menyadari kegagalannya yang tampak dalam perilaku, seperti selalu membenarkan diri sendiri, mau berkuasa dalam setiap situasi, mau memiliki segalanya, senang mengganggu orang lain, menggertak, baik dengan ucapan maupun perbuatan, menunjukkan sikap permusuhan secara terbuka, menunjukkan sikap menyerang dan merusak, keras kepala dalam perbuatannya, bersikap balas dendam, memperkosa hak orang lain, tindakan serampangan, dan marah secara sadis.

 

  1. Reaksi melarikan diri (escape reaction)   

Seseorang akan melarikan diri dari situasi yang menimbulkan kegagalan yang muncul dalam perilaku: berfantasi, yaitu memasukkan keinginan yang tidak tercapai dalam bentuk angan-angan (seolah-olah sudah tercapai), banyak tidur, minum-minuman beralkohol, bunuh diri, menjadi pecandu narkotika, dan regresi.

 

Penyesuaian diri dapat dilihat dari tiga sudut pandang menurut Schneiders (Ali & Anshori, 2011), yaitu:

  1. Sebagai adaptasi di mana lebih mengarah pada penyesuaian diri dalam arti fisik, fisiologis, dan biologis;
  2. Sebagai bentuk konformitas, seseorang mampu menghindari suatu tekanan dari penyimpangan perilaku, baik secara moral, sosial maupun emosional;
  3. Sebagai penguasaan, kemampuan seseorang untuk merencanakan dan mengorganisasikan respon dalam cara-cara tertentu sehingga konflik-konflik, kesulitan, dan frustrasi tidak terjadi.   

Seseorang dikatakan mempunyai penyesuaian diri yang berhasil apabila ia dapat mencapai kepuasan dalam usahanya memenuhi kebutuhan, mengatasi ketegangan, bebas dari berbagai symptom yang mengganggu (seperti kecemasan kronis, kemurungan, depresi, obsesi, atau gangguan psikosomatis yang dapat menghambat tugas seseorang, frustrasi, dan konflik). Sedangkan menurut Siswanto, ada lima karakter individu yang mampu menyesuaikan diri dengan baik dan efektif, yaitu:

  1. Memiliki persepsi yang akurat terhadap realita;
  2. Kemampuan untuk beradaptasi dengan tekanan dan kecemasan;
  3. Mempunyai gambaran diri yang positif tentang dirinya;
  4. Kemampuan untuk mengekspresikan perasaannya;
  5. Relasi interpersonal yang baik.

 

Pembimbingan terhadap Klien Bapas

Dalam menghadapi kehidupan baru setelah menjalani pidana di Lapas/Rutan, disadari ataupun tidak, Klien Bapas memerlukan dukungan untuk menghadapi proses penyesuaian diri kembali, baik itu dari keluarga, masyarakat sekitar, maupun PK Bapas sebagai seseorang yang mengetahui riwayat kehidupan Klien sebelumnya selain keluarga terdekat Klien Bapas. Bimbingan rutin diharapkan mampu menjadi kesempatan PK Bapas membantu Klien menjalankan proses penyesuaian diri dengan lingkungannya. Bentuk dari bimbingan PK Bapas secara garis besar terdapat dua jenis, yaitu bimbingan kepribadian dan bimbingan kemandirian. Bimbingan kepribadian bisa diberikan kepada Klien, seperti konseling (individu maupun kelompok) dan mengikutsertakan Klien dalam pelatihan pengembangan kepribadian maupun keagamaan. Sedangkan untuk bimbingan kemandirian, seperti pelatihan kerja, pengembangan minat, bakat, dan keterampilan Klien.    

Menurut Schneiders (1964) ada lima faktor yang mempengaruhi proses penyesuaian diri, yaitu:

  1. Kondisi fisik;
  2. Kepribadian;
  3. Proses belajar;
  4. Lingkungan;
  5. Agama dan budaya.

Setiap individu memiliki cara dan reaksi sendiri dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya berdasarkan persepsi, penilaian, dan evaluasi situasi yang dihadapinya. Begitupun dengan Klien Bapas, tetapi terkadang mereka tidak menyadari hal tersebut sehingga ketika gagal dalam proses menyesuaikan diri, mereka tidak mampu mengatasi konflik yang seharusnya dihadapi yang kemudian dapat menimbulkan frustrasi. Seorang PK Bapas hendaknya bisa memahami perbedaan penyesuaian diri yang dimiliki antara satu Klien dengan Klien lainnya sehingga bisa memformulasikan program bimbingan yang tepat bagi Klien berdasarkan dari hasil Litmas yang telah disusunnya yang mana di dalam Litmas tersebut dapat diketahui berbagai hal, yaitu riwayat Klien sebelum menjalani pidana, saat menjalani pidana, hingga rencana Klien nantinya ketika telah kembali ke masyarakat serta mengenai data keluarga Klien yang menjadi penjamin dan informasi mengenai tempat tinggal Klien nantinya ketika menjalani Integrasinya di masyarakat. Hasil dari program bimbingan yang disusun PK nantinya menjadi acuan bagi PK untuk memberikan materi bimbingan kepada Klien secara rutin sesuai dengan batas waktu masa percobaan Integrasi yang telah ditentukan dalam Surat Keputusan yang dikeluarkan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI.

Ketika seorang Klien Bapas dapat menjalani proses penyesuaian diri yang baik dengan lingkungan sekitarnya, maka tentunya ada penerimaan dari lingkungan sekitar sebagai reward-nya, baik itu dalam hal mendapatkan pekerjaan, tidak dikucilkan ketika berada di tengah-tengah masyarakat sekitar, maupun adanya respon positif terhadap perilaku Klien sekecil apapun. Jika Klien Bapas gagal menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitar, seperti memiliki perilaku yang tidak ramah dengan warga sekitar tempat tinggalnya, malas untuk melakukan aktivitas di luar rumah, tidak konsisten dalam menjalani bimbingan rutin kepada PK Bapas, menarik diri dari lingkungan masyarakat, hingga kembali melakukan tindak pidana sebelumnya, maka tentunya stigma negatif mengenai seorang mantan narapidana akan tetap melekat di mata masyarakat karena perilaku Klien tersebut.

Diharapkan dengan adanya bimbingan rutin yang efektif baik itu bimbingan kepribadian maupun kemandirian serta pengetahuan yang lebih mengenai penyesuaian diri seseorang terhadap lingkungan sekitarnya, PK Bapas dapat membantu Klien Bapas lebih cepat dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya sehingga tidak terjadi permasalahan yang muncul dari perilaku Klien Bapas jika mengalami kegagalan dalam melaksanakan fungsi sosialnya.


 

 Penulis: Agata Pritasari (PK Pertama Bapas Kelas I Tangerang)

What's Your Reaction?

like
0
dislike
0
love
0
funny
0
angry
0
sad
0
wow
0