Peran PK dalam Sistem Pemasyarakatan, Pemidanaan, dan Restorative Justice di Indonesia
Pembimbing Kemasyarakatan (PK) adalah suatu Jabatan Fungsional Tertentu dalam lingkup kerja Pemasyarakatan sebagaimana tertuang dalam Peraturan Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi RI Nomor 22 Tahun 2016 tentang Jabatan Fungsional PK serta Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Permenkumham) RI Nomor 24 Tahun 2019 tentang Jabatan PK dan Asisten PK. Secara hierarki, PK berada di bawah Direktorat Jenderal Pemasyarakatan dan bekerja di Unit Pelaksana Teknis Balai Pemasyarakatan (Bapas) di seluruh Indonesia.
PK memiliki tugas dan fungsi (tusi), yaitu Penelitian Kemasyarakatan (Litmas), pendampingan Anak Berhadapan dengan Hukum (ABH) dari pra-adjudikasi hingga post-adjudikasi, pembimbingan terhadap Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) yang menjalani program Reintegrasi Klien Pemasyarakatan, pengawasan terhadap Klien Pemasyarakatan yang sedang menjalani bimbingan agar tidak ada kendala yang dihadapi Klien tersebut di tengah masyarakat dan tidak melakukan pengulangan tindak pidana atau pidana baru di kemudian hari, serta Sidang Tim Pengamat Pemasyarakatan sebagai penentu dan pengambil keputusan dalam sikap yang diambil Bapas dalam mewujudkan visi dan misi Bapas tersebut.
Dari tusi di atas, PK merupakan jabatan strategis dalam Pemasyarakatan. Sebagai contoh, dalam tusi Litmas. Peran serta PK dalam contoh seorang narapidana yang dititipkan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) atau Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) untuk menjalani persidangannya harus diberikan Litmas Perawatan sebagai bahan pertimbangan Rutan/Lapas tersebut memberikan pelayanan tahanan. Ini merupakan hulu dari Sistem Pemasyarakatan. Setelah narapidana tersebut berubah status menjadi WBP, PK secara otomatis memainkan tugasnya dalam Litmas Penempatan yang menentukan klasifikasi WBP tersebut dalam penempatan kategori Lapas, baik Super Maximum Security, Maximum Security, Medium Security, dan Minimum Security serta dibuatlah Litmas Pembinaan Awal yang berisikan pembimbingan apa saja yang seharusnya diberikan terhadap WBP tersebut selama ia menjalani pembimbingan di Lapas tersebut. PK juga bertanggung jawab dalam hal Litmas Reintegrasi, yaitu :
- Pembebasan Bersyarat;
- Cuti Bersyarat;
- Cuti Menjelang Bebas;
- Cuti Mengunjungi Keluarga;
- Asimilasi di Rumah terkait Permenkumham RI No. 43 Tahun 2021 tentang Asimilasi di Rumah dalam rangka Pencegahan dan Penanggulangan Penyebaran COVID-19 di Indonesia.
Tidak kalah pentingnya, PK sangat berperan aktif dari hulu sampai hilir dalam Peradilan Pidana Anak di Indonesia. Hal ini ditegaskan dalam Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak Nomor 11 Tahun 2012. PK merupakan wujud nyata negara hadir dalam sistem pemidanaan yang dihadapi oleh seorang Anak. Dalam suatu kasus pidana Anak, PK mendampingi ABH tersebut dalam proses penyidikan (pra-adjudikasi) di Kepolisian dan juga membuat Litmas untuk persidangan yang memberi rekomendasi untuk Aparat Penegak Hukum yang lain dalam bersikap dan memutuskan perkara Anak tersebut. Hingga nantinya apabila Anak tersebut harus menjalani pidana penjara (Ultimum Remidium), PK juga turut aktif memberikan keputusan Reintegrasi dan mengawasi Anak tersebut agar tidak melakukan tindak pidana lagi.
Dari contoh kajian dua tusi PK di atas, dapat kita tarik benang merah peran dari PK ini sangat terlihat. PK dapat menjadi inspirasi bagi setiap ABH untuk berubah menjadi lebih baik dan membanggakan keluarganya karena kehadiran PK dalam setiap proses hukum yang dijalani ABH tersebut sangat berhubungan dan menginspirasi karena peran positif yang PK lakukan adalah demi kepentingan yang terbaik bagi Anak tersebut sehingga PK dapat menjadi terobosan terbaru cita-cita seorang anak di Indonesia yang memiliki tusi mulia, tidak kalah dari seorang dokter maupun pilot.
Penulis: Yoga Nugraha Liawan (PK Pertama Bapas Kelas I Tangerang)