Pidana Kerja Sosial dan Pelayanan Masyarakat: Alternatif Pemidanaan Humanis dalam KUHP Baru dan UU SPPA

Pidana Kerja Sosial dan Pelayanan Masyarakat: Alternatif Pemidanaan Humanis dalam KUHP Baru dan UU SPPA

Perubahan besar dalam sistem pemidanaan di Indonesia tengah berlangsung. Dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) baru serta berlakunya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPPA), orientasi pemidanaan tidak lagi semata-mata berlandaskan teori pembalasan. Hukuman kini dipandang bukan hanya sebagai penderitaan bagi pelaku, melainkan juga sebagai sarana pemulihan dan pendidikan agar pelaku dapat kembali ke masyarakat dengan lebih baik.

Jika KUHP lama cenderung mengedepankan single track system dengan penjara sebagai instrumen utama, maka saat ini Indonesia mulai menerapkan double track system. Dengan sistem ini, selain pidana, tersedia pula tindakan alternatif yang bersifat edukatif dan konstruktif.

 

Dari Penjara ke Pelayanan Masyarakat

Undang-Undang SPPA menjadi tonggak penting dalam perubahan paradigma tersebut. Pasal 71 mengatur bahwa Anak yang Berkonflik dengan Hukum tidak selalu harus dijatuhi pidana penjara. Terdapat opsi lain, seperti pidana peringatan, pidana bersyarat, pelatihan kerja, hingga pidana pelayanan masyarakat.

Bentuk pelayanan masyarakat sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 76 dapat berupa membantu lansia di panti, mendukung penyandang disabilitas, membersihkan fasilitas umum, hingga membantu administrasi ringan di kantor kelurahan. Tujuannya adalah membangun kepedulian anak terhadap kegiatan sosial yang bermanfaat.

Sejalan dengan itu, KUHP baru memperluas jenis pidana pokok melalui pengaturan pidana kerja sosial. Pasal 65 dan Pasal 85 menyebutkan bahwa pidana ini dapat dijatuhkan untuk tindak pidana dengan ancaman penjara kurang dari lima tahun, khususnya jika hakim mempertimbangkan penjatuhan pidana penjara paling lama enam bulan atau denda kategori II. Pelaksanaan pidana kerja sosial dapat dilakukan di rumah sakit, sekolah, panti asuhan, panti lansia, maupun lembaga sosial lainnya. Bahkan, jenis pekerjaan dapat disesuaikan dengan profesi terpidana. Dengan demikian, pidana ini tidak hanya memberikan manfaat nyata bagi masyarakat, tetapi juga tetap menjaga keberdayaan pelaku.

 

Peluang dan Tantangan

Bagi Balai Pemasyarakatan (Bapas) Kelas I Jambi, keberadaan pidana kerja sosial dan pelayanan masyarakat menghadirkan peluang sekaligus tantangan. Peluang karena keduanya dapat menjadi instrumen penting menuju sistem pemidanaan yang lebih humanis. Tantangan karena tanpa dukungan teknis, putusan hakim dapat sulit diimplementasikan.

Pelaksanaan pidana alternatif ini memerlukan sarana, prasarana, serta koordinasi lintas sektor. Pemerintah daerah memiliki peran strategis, misalnya Dinas Sosial yang dapat ditunjuk sebagai koordinator karena memiliki kedekatan dengan panti, sekolah, dan lembaga sosial lainnya. Selain itu, dukungan fasilitas yang memadai juga sangat diperlukan agar pelaksanaan pidana berjalan optimal.

Sebagai ujung tombak dalam penelitian kemasyarakatan, bimbingan, dan pengawasan Klien, Bapas Jambi siap berperan aktif dalam mengawal implementasi pidana kerja sosial dan pelayanan masyarakat. Tugas Bapas tidak hanya sebatas pengawasan, tetapi juga memastikan bahwa pidana alternatif benar-benar memberikan manfaat bagi Klien sekaligus masyarakat.

 

Menuju Pemidanaan Humanis

Kehadiran pidana kerja sosial dan pelayanan masyarakat merupakan langkah nyata Indonesia menuju sistem pemidanaan modern, yaitu sistem yang tidak hanya menghukum, tetapi juga memulihkan dan mendidik. Sistem ini memberi kesempatan kedua bagi pelaku, sekaligus manfaat nyata bagi masyarakat.

Namun, keberhasilan implementasinya sangat bergantung pada sinergi semua pihak: pemerintah, aparat penegak hukum, lembaga sosial, serta masyarakat. Jika kolaborasi dapat terwujud, pidana kerja sosial dan pelayanan masyarakat bukan hanya menjadi alternatif pengganti penjara, melainkan juga sarana membangun masyarakat yang lebih peduli, adil, dan humanis.

 

Ajakan Moral

Di balik gagasan besar ini, tersimpan pesan sederhana: masyarakat diharapkan menerima kembali mereka yang pernah berkonflik dengan hukum sebagai bagian dari komunitas sosial. Jangan menutup pintu bagi mereka yang telah menjalani pidananya dengan baik. Berikan ruang untuk bekerja, berkarya, dan berkontribusi.

Pidana kerja sosial dan pelayanan masyarakat pada akhirnya tidak hanya menyelamatkan pelaku dari jeruji besi, tetapi juga menyelamatkan masyarakat dari hilangnya potensi manusia yang masih dapat diperbaiki. Oleh karena itu, sudah saatnya diwujudkan pemidanaan yang lebih humanis, yang tidak hanya menghukum, tetapi juga memulihkan serta memberi harapan baru.

 

Penulis: Ilham Kurniadi (Bapas Jambi)

 

What's Your Reaction?

like
2
dislike
0
love
0
funny
0
angry
0
sad
0
wow
0