Mencegah Konflik Kekerasan di Lapas dan Rutan Akibat Over Kapasitas

Mencegah Konflik Kekerasan di Lapas dan Rutan Akibat Over Kapasitas

Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) merupakan lembaga atau tempat yang menjalankan fungsi pembinaan terhadap narapidana dan Rumah Tahanan Negara (Rutan) merupakan lembaga atau tempat yang menjalankan fungsi pelayaan terhadapa tahanan (UU RI No. 22 Tahun 2022). Lapas dan Rutan memiliki peran yang sangat penting dalam sistem peradilan pidana terpadu (Integrated Justice System), terutama dalam menjalankan fungsi perawatan Tahanan dan pembinaan terhadap Narapidana. Namun, salah satu masalah yang sering dihadapi oleh Rutan dan Lapas adalah kelebihan kapasitas penghuni (over kapasitas) yang dapat memicu terjadinya berbagai permasalahan seperti konflik kekerasan di Lapas dan Rutan.

Over kapasitas Lapas/Rutan merupakan kondisi di mana jumlah penghuni melebihi kapasitas hunian yang tersedia. Menurut data dari Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan, jumlah Narapidana dan Tahanan di Rutan dan Lapas sering kali melebihi kapasitas yang telah ditentukan seperti terlihat dalam gambar berikut (data 24 Februari 2025):

Over kapasitas dapat berakibat pada lingkungan yang tidak kondusif, menimbulkan ketegangan antara penghuni maupun petugas, serta memicu konflik kekerasan yang mengganggu keamanan dan ketertiban (kamtib) di Lapas dan Rutan. Oleh karena itu, pencegahan konflik kekerasan akibat over kapasitas menjadi hal yang sangat krusial untuk dilakukan.

Menurut John Burton(1997) dalam Human Need Theory mengatakan konflik disebabkan oleh tidak terpenuhinya kebutuhan (need) akan identitas, pengakuan, identitas kelompok, dan nilai-nilai sosial. Dalam konflik, orang-orang mewakili kepentingan mereka tetapi tidak kebutuhan mendasar mereka. Namun, mereka akan menggunakan kekuasaan dan paksaan untuk memenuhi kebutuhan tersebut.

Jika kita persempit pembahasan dalam kehidupan masyarakat (di dalam penjara) kebutuhan akan identitas ini terlihat dengan adanya orang-orang yang berkelompok-kelompok di dalam penjara berdasarkan asal daerah mereka, seperti kelompok Palembang, kelompok arek, kelompok Ambon, dan lain sebagainya. Inilah kemudian yang harus menjadi perhatian pemerintah melalui pelaksana dalam tataran akar rumput untuk dapat menyikapi dan menemukan langkah yang tepat untuk dapat menemukan sebuah kebijakan strategis atau jalan keluar mencegah adanya pengelompokan Narapidana berdasarkan identitas-identitas kedaerahan. 

Burton juga menyampaikan bahwa konflik bermula dari kebutuhan manusia yang tidak terpenuhi. Kebutuhan dasar itu berupa keadilan distributif, keselamatan, keamanan, rasa memiliki, harga diri, pemenuhan pribadi, identitas, keamanan budaya, kebebasan, dan partisipasi. Jika kita telaah beberapa kejadian konflik atau kerusuhan yang terjadi di Lapas dan Rutan di Indonesia disebabkan oleh tidak terpenuhinya kebutuhan dasar mereka. 

 

Dampak Overkapasitas terhadap Kondisi Lapas dan Rutan
Over kapasitas dapat menyebabkan berbagai dampak negatif yang memperburuk kondisi di Lapas dan Rutan, di antaranya:


1.    Ketegangan yang bisa menjadi konflik antarnarapidana
Ketika jumlah Narapidana melebihi kapasitas, ruang yang semestinya digunakan untuk beberapa orang di isi dengan Tahanan/Narapidana yang lebih banyak dari yang semestinya akibatnya ruangan kamar menjadi penuh sesak. Kondisi ini sering menimbulkan ketegangan di antara penghuni yang berpotensi menyebabkan konflik baik secara verbal maupun fisik.


2.    Keterbatasan Fasilitas
Over kapasitas membuat fasilitas yang ada tidak dapat memenuhi kebutuhan penghuni secara optimal. Keterbatasan fasilitas, seperti kamar mandi dan tempat tidur, dan area olahraga dapat memperburuk ketidakpuasan Narapidana.


3.    Beban Kerja Petugas
Dengan jumlah Narapidana yang berlebihan membuat petugas Lapas dan Rutan harus bekerja dengan beban yang makin berat. Kondisi ini terjadi di sejumlah besar Lapas dan Rutan saat ini sehingga menyebabkan kelelahan, kurangnya perhatian terhadap penghuni, dan peningkatan kemungkinan terjadinya kesalahan atau ketegangan antara petugas dan Narapidana maupun sesama Narapidana akibat kurangnya pengawasan.


4.    Peningkatan Risiko Pelanggaran
Dalam kondisi over kapasitas, pengawasan terhadap Narapidana menjadi lebih sulit. Ini membuka peluang bagi tindakan melanggar aturan, baik yang melibatkan Narapidana itu sendiri maupun petugas. Selain itu, keterbatasan dalam upaya pemisahan antara Narapidana berdasarkan tingkat risiko memerlukan waktu bisa meningkatkan potensi konflik.


5.    Peningkatan Risiko Munculnya Penyakit
Kondisi over kapasitas di Lapas dan Rutan dapat memperburuk kondisi sanitasi, mempersempit ruang gerak, serta permasalahan kebersihan badan dan lingkungan kamar. Hal ini dapat memicu penyebaran penyakit menular, baik yang disebabkan oleh infeksi seperti TuberkulosisHepatitis, maupun penyakit lain akibat sanitasi buruk, seperti munculnya berbagai penyakit kulit dan penyakit menular, seperti scabies.

 

Strategi Pencegahan Konflik
Untuk mencegah terjadinya konflik di Lapas dan Rutan akibat over kapasitas, sejumlah langkah-langkah perlu diambil, baik dari segi kebijakan maupun implementasi di lapangan. Berikut beberapa strategi yang dapat diterapkan:


1.    Penerapan Restoratif Justice 
Pendekatan Restorative Justice adalah pendekatan dengan menekankan pada pelaku tindak pidana dan melibatkan korban secara langsung dalam proses penentuan keperluan hasil akhir kasus yang dialaminya. Restorative Justice merupakan salah satu jalan untuk menyelesaikan kasus pidana yang melibatkan masyarakat, korban, dan pelaku kejahatan dengan tujuan tercapai keadilan bagi seluruh pihak sehingga diharapkan terciptanya keadaan yang sama seperti sebelum terjadinya kejahatan dan mencegah kejahatan lain yang lebih lanjut. Mekanisme tata acara dan peradilan pidana yang berfokus pada pemidanaan diubah menjadi proses dialog dan mediasi untuk menciptakan kesepakatan atas penyelesaian perkara pidana yang lebih adil dan seimbang bagi pihak korban dan pelaku.


2.    Optimalisasi Sistem Pemasyarakatan
Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan mengoptimalkan Sistem Pemasyarakatan yang berbasis pada pembinaan dan pengawasan yang lebih baik. Misalnya, mengidentifikasi Narapidana yang sudah menjalani sebagian besar masa hukumannya dan memiliki risiko rendah untuk kembali melakukan kejahatan. Program Pembebasan Bersyarat atau Asimilasi di rumah dapat diberikan untuk meringankan beban Lapas dan Rutan. Selain itu, program pemberian Amnesti oleh presiden dapat menjadi alternatif dalam upaya mengatasi over kapasitas dengan solusi yang komperehensif selain juga karena alasan kemanusiaan. 


3.    Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia 
Menghadapi over kapasitas membutuhkan kuantitas dan kualitas petugas yang sepadan dan baik meskipun yang terjadi di lapangan saat ini jumlah petugas Lapas tergolong terbatas jika dibandingkan dengan jumlah Narapidana yang harus mereka jaga. Aanya pelatihan dan peningkatan kompetensi petugas Lapas dan Rutan yang dilakukan secara berkesinambungan akan membentuk petugas yang cakap, tanggap, dan mampu menyelesaikan konflik di Lapas. Petugas yang terlatih dengan baik dapat menangani ketegangan di Lapas lebih efektif dan mencegah terjadinya potensi konflik menjadi lebih besar.


4.    Pengelompokan Narapidana Berdasarkan Kriteria Tertentu.
Pemisahan Narapidana berdasarkan tingkat kejahatan, usia, dan status hukum mereka dapat mengurangi potensi konflik. Narapidana yang memiliki latar belakang kejahatan serupa bisa ditempatkan dalam kelompok yang sama, sementara mereka yang berisiko tinggi dapat dipisahkan untuk mencegah sosialisasi yang bisa berujung pada kerusuhan.


5.    Pemberdayaan Program Pembinaan
Program pembinaan yang melibatkan Narapidana dalam kegiatan positif, seperti pelatihan keterampilan, pendidikan, atau kerja sosial dapat mengurangi ketegangan akibat kebosanan atau frustrasi. Hal ini juga akan membantu mengurangi tingkat kekerasan yang terjadi akibat perasaan tidak puas atau terabaikan.


6.    Perbaikan Sistem Pengawasan
Untuk menjaga ketertiban dan mencegah pelanggaran, sistem pengawasan perlu diperkuat. Penggunaan teknologi, seperti kamera CCTV dan sistem pemantauan elektronik lainnya bisa mempermudah petugas dalam memantau kondisi Lapas dan Rutan, serta mencegah terjadinya tindakan kriminal atau konflik di dalam.


7.    Efektivitas Pemanfaatan Intelijen Pemasyarakatan
Pemanfaatan Penggunaan Intelijen merupakan Upaya deteksi dini terhadap potensi gangguan keamanan di Lapas dan Rutan. Kegiatan intelijen dapat berupa pengumpulan informasi, proses identifikasi individu atau kelompok beresiko, serta mengoptimalkan penempatan Narapidana dan mendeteksi masuknya barang-barang terlarang yang dapat menyebabkan gangguan kamtib di Lapas dan Rutan.

 

Kesimpulan
Over kapasitas di Lapas dan Rutan bukan hanya menjadi permasalahan fisik, namun juga berdampak besar terhadap kondisi psikologis dan sosial Narapidana dan keselamatan petugas Pemasyarakatan. Pencegahan konflik akibat over kapasitas memerlukan pendekatan yang komprehensif melibatkan perbaikan infrastruktur, perawatan Tahanan dan Pembinaan Narapidana yang lebih produktif, serta peningkatan kualitas petugas. Dengan langkah-langkah strategis yang tepat, diharapkan Lapas dan Rutan bisa berfungsi dengan lebih baik dalam perawatan Tahanan dan pembinaan Narapidana dibarengi dengan mengurangi potensi konflik yang dapat membahayakan kamtib di dalamnya.

 

 

Penulis: Heru Suryanto (Kasubsi Keamanan Lapas Khusus Kelas IIB Sentul)
 

What's Your Reaction?

like
5
dislike
0
love
1
funny
0
angry
0
sad
0
wow
0