Sinergi Mahkumjakpol Carikan Solusi Penanganan Overstaying di Lapas dan Rutan

Sinergi Mahkumjakpol Carikan Solusi Penanganan Overstaying di Lapas dan Rutan

Jakarta, INFO_PAS – Fenomena overstaying (kelebihan masa huni) terjadi di seluruh Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) dan Rumah Tahanan Negara (Rutan) di Indonesia. Menanggulangi hal ini, Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjenpas) menyelenggarakan Focus Group Discussion penanganan overstaying dengan melibatkan Mahkamah Agung, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham), Kejaksaan Agung, dan Kepolisian (Mahkumjakpol), Jumat (17/6). Kegiatan dibuka oleh Direktur Pelayanan Tahanan dan Pengelolaan Benda Sitaan dan Barang Rampasan Negara Ditjenpas, Budi Sarwono.

Menurut Budi, saat ini terdapat 48.962 tahanan yang tersebar di Rutan dan Lapas di Indonesia, 29.591 di antaranya adalah tahanan overstaying. Padahal, berdasarkan hasil kajian Penelitian dan Pengembangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), negara mengalami kerugian sekurang-kurangnya Rp12,4 miliar per bulan akibat kondisi ini.

Menurut Budi, Kemenkumham melalui Ditjenpas telah mengambil langkah strategis yaitu 3 Kunci Pemasyarakatan Maju dan Back to Basics yang diperintahkan Direktur Jenderal Pemasyarakatan (Dirjenpas), Reynhard Silitonga. “Di tahun 2021, Dirjenpas mengingatkan tentang Back to Basics. Kita harus belajar apa yang diterapkan di masa lalu, tidak meninggalkan aturan yang menjadi fondasi,” imbuhnya.

Untuk mengatasi kondisi overstaying, berdasarkan rekomendasi KPK, Ditjenpas juga melaksanakan rencana aksi dengan mengubah ketentuan maksimum penempatan narapidana di Rutan yang semula 24 bulan menjadi 12 bulan. Hal ini ditetapkan melalui Surat Edaran Nomor: PAS-1152.PK.01.01.02 Tahun 2020. Langkah ini didukung dengan upaya pengembalian fungsi Rutan melalui pemindahan secara bertahap narapidana yang sisa pidananya di atas 12 bulan ke Lapas.

Budi menjelaskan, percepatan optimalisasi pengembalian fungsi Rutan ini juga dilakukan dengan piloting project di lima Rutan, yaitu Rutan Perempuan Kelas IIA Medan, Rutan Kelas IB Serang, Rutan Kelas I Salemba, Rutan Kelas I Pondok Bambu, dan Rutan Kelas IIA Pekalongan.

“Berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi di Rutan pilot project tersebut, pelaksanaan rekomendasi dari KPK tersebut berjalan dengan baik. Namun terdapat sedikit tantangan di Rutan Salemba mengingat angka hunian yang mencapi sekitar 3.000 Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP),” tambah Budi.

Sementara itu, perkembangan angka overstaying sepanjang Juni 2021-Juni 2022 cenderung stagnan, di mana angka tertinggi terjadi pada Desember 2021 sebanyak 8.507 WBP, dan terendah pada bulan Februari 2022 sebanyak 5.807 WBP. Adapun Sumatra Utara menjadi daerah dengan overstaying tertinggi yang keseluruhan mencapai 247 WBP.

Budi menilai, sinergi dengan Aparat Penegak Hukum (APH) lainnya adalah solusi utama penanggulangan overstaying. Untuk itulah diselenggarakan FGD hari ini yang melibatkan institusi Mahkumjakpol dan dihadiri seluruh Lapas dan Rutan se-Indonesia. Kegiatan ini diharapkan menemukan solusi bersama tanpa adanya ego sektoral.

“Jajaran di daerah, mari berkoordinasi dengan baik dengan aparatur yang sesuai dengan kewenangannya. Rutan wajib berkoordinasi dengan APH lain apabila putusan sudah inkracht. Apalagi kita sudah memiliki integrasi data dengan Sistem Database Pemasyarakatan yang sangat membantu,” lanjutnya.

Ia pun berharap sinergi yang baik juga terjalin antara Rutan Pemasyarakatan dengan Cabang Rutan yang ada di Kejaksaan dan Kepolisian, demi terpenuhinya hak seluruh WBP. (afn/prv)

What's Your Reaction?

like
3
dislike
0
love
0
funny
0
angry
0
sad
0
wow
0