Tumbuhkan Rasa Tanggung Jawab Melalui Pidana Pelatihan Kerja Pengganti Denda bagi ABH

Tumbuhkan Rasa Tanggung Jawab Melalui Pidana Pelatihan Kerja Pengganti Denda bagi ABH

Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA) Nomor 11 Tahun 2012 mengatur pidana pelatihan kerja pengganti dengan bagi anak pelaku tindak pidana. Dalam undang-undang tersebut pidana denda tidak dikenakan pada anak-anak di bawah umur dengan asumsi mereka belum memiliki penghasilan tetap. Jika putusan persidangan terdapat denda, pada akhirnya orangtua dari anak pelaku tersebut yang nantinya akan membayarnya.

Dalam hal menumbuhkan tanggung jawab anak terhadap perbuatannya dengan melihat anak yang belum bisa bekerja menghasilkan uang perlu adanya alternatif agar anak merasa bertanggung jawab dengan perbuatannya, yaitu melalui pelatihan kerja. Undang-Undang SPPA menyatakan anak yang mendapatkan putusan pelatihan kerja kepada mereka yang dijatuhi putusan subsider wajib latihan kerja adalah mereka yang dijatuhi pidana kumulatif dan denda. Tujuan SPPA sendiri, yaitu mewujudkan peradilan yang benar-benar menjamin perlindungan kepentingan terbaik terhadap Anak Berhadapan dengan Hukum (ABH) sebagaimana pidana pengganti denda bagi anak nantinya bisa memberikan keterampilan bagi anak agar dapat mandiri dan mempunyai kehidupan yang lebih baik setelah kembali berintegrasi dengan masyarakat.

 

Peran Bapas

Balai Pemasyarakatan (Bapas) tidak hanya melaksanakan bimbingan terhadap Klien Pemasyarakatan, namun juga melakukan pendampingan terhadap ABH. Bapas dalam perannya melaksanakan pendampingan terhadap ABH yang terdiri dari tiga tahapan, yaitu, Pra Ajudikasi, Ajudikasi dan Post Ajudikasi.

Anak yang telah melewati proses peradilan pidananya dan mendapat putusan pengadilan masih menjadi tugas Bapas, khususnya Pembimbing Kemasyarakatan (PK), untuk tetap mendampingi dan mengawasi sejalan dengan tugas Bapas, yaitu melaksanakan Penelitian Kemasyarakatan (Litmas), pengawasan, pembimbingan, serta pendampingan bagi anak. Atas putusan hakim berupa pelatihan kerja terhadap anak, Bapas memiliki peran untuk mengawasi dalam pelaksanaannya. Pada tahap ini, Bapas melalui PK melakukan pengawasan agar anak dapat mengikuti dan menyelesaikan pelatihan kerja tersebut dengan baik. ABH akan mendapat keterampilan hingga dapat memperbaiki perilakunya, menjadi mandiri, dan diterima ketika kembali dalam lingkungan masyarakat. Selain itu, dapat menjadi ukuran terpenuhinya hak anak ketika menjalani masa pemidanaannya.

 

Rekomendasi Pelatihan Kerja dari Bapas

Pada tahap Ajudikasi, yaitu pada saat perkara yang melibatkan ABH telah memasuki proses persidangan, PK dalam Litmasnya dapat merekomendasikan ABH dalam persidangan putusan berupa pelatihan kerja melihat beberapa hal dari data dukung hasil Litmas dengan tujuan memberikan keterampilan bagi anak. Pertimbangan rekomendasi tersebut melihat bahwa hukuman anak tidak berorientasi pada pembalasan di mana hukuman kepada anak wajib mempertimbangkan prinsip-prinsip perlindungan anak.

Dalam Undang-Undang SPPA diatur dalam Pasal 71 ayat (1):

Pidana pokok bagi anak terdiri atas:

  1. Pidana peringatan;
  2. Pidana dengan syarat: 1) Pembinaan di luar lembaga; 2) Pelayanan masyarakat; 3) pengawasan.
  3. Pelatihan kerja;
  4. Pembinaan dalam lembaga; dan
  5. Penjara.

Kemudian, dalam Pasal 71 ayat (3) Undang-Undang SPPA menyebutkan “Apabila dalam hukum materiil diancam hukuman kumulatif berupa penjara dan denda, pidana denda diganti dengan pelatihan kerja". Tujuan utama pertimbangan rekomendasi terhadap anak adalah untuk mewujudkan kesejahteraan terhadap anak. Kepentingan anak ini tidak boleh dikorbankan. Rekomendasi pelatihan kerja nantinya harus mendengar pendapat ABH dan mempertimbangkan bakat dan minatnya. Seperti dalam Undang-Undang SPPA, pidana pelatihan kerja dilaksanakan di lembaga yang melaksanakan pelatihan kerja yang sesuai dengan usia anak. Pada Pasal 78 ayat (2), “Pidana pelatihan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan paling singkat tiga bulan dan paling lama satu tahun”.

 

Menumbuhkan Rasa Tanggung Jawab Anak

Perlindungan terhadap ABH semestinya melibatkan semua pihak, seperti peran orangtua, keluarga, masyarakat, pemerintah, dan lembaga negara yang berkewajiban dan bertanggung jawab dalam kesejahteraan anak. Bisa jadi ABH adalah korban dari produk pengaruh lingkungannya. Anak yang melihat mendengar dan merasakan lingkungan sekitarnya membentuk karakter anak itu sendiri. Maka, peran beberapa pihak di atas terlibat secara langsung maupun tidak untuk karakter anak yang lebih baik.   

Pelatihan kerja bagi ABH pada akhirnya dapat memberikan pemahaman tentang arti tanggung jawab terhadap perbuatannya. Pelatihan kerja yang di dalamnya merupakan bentuk tugas yang harus diselesaikan oleh ABH hingga pada akhirnya ABH yang mendapat putusan pidana tersebut memahami dengan tidak meninggalkan tanggung jawabnya dengan menyelesaikan penjatuhan pidananya berupa pelatihan kerja yang dilaksanakan dengan baik di mana tetap mendapat pengawasan dari pihak-pihak terkait sehingga memberikan penyadaran kepada anak dengan mengakui kesalahannya dan tidak mengulangi perbuatan melanggar hukum di kemudian hari.

 

Penulis: Wiwit Putra (PK Bapas Kelas II Baubau)

What's Your Reaction?

like
2
dislike
0
love
0
funny
0
angry
0
sad
0
wow
0