Anak LPKA Samarinda Diajak Kenali Budaya & Jadi Diri Bangsa

Anak LPKA Samarinda Diajak Kenali Budaya & Jadi Diri Bangsa

Samarinda, INFO_PAS – Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Kelas II Samarinda kedatangan rombongan dari Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Provinsi Kalimantan Timur pimpinan Muslimin A.R Efendy, Selasa (23/11). Kunjungan ini merupakan rangkaian Pekan Kebudayaan Nasional (PKN) 2021 serta untuk lebih mengenalkan kepada Anak tentang budaya dan jati diri bangsa melalui tontonan film Tanah Surga..Katanya

Kepala LPKA Samarinda, Mudo Mulyanto, menyambut antusias kegiatan PKN 2021 karena sangat bermanfaat untuk pembinaan Anak, terutama dalam mengenali budaya dan jati diri bangsa. Diharapkan Anak melalui film yang diputar dapat mengambil pelajaran-pelajaran berharga yang kemudian menjadi motivasi bagi mereka,” harapnya.

Mudo menambahkan film sebagai sarana rekreasional bagi Anak sebagai tontonan bermanfaat dan membawa dampak positif bagi mereka. “Semoga kegiatan ini terus berlanjut ke depannnya bersama instansi-instansi terkait,” tambahnya.

Selanjutnya, Mudo mengajak rombongan BPCB Provinsi Kalimangtan Timur untuk berkeliling wisma hunian dan menunjukan hasil-hasil keterampilan Anak dalam program pembinaan yang telah berjalan.  

Pembukaan PKN 2021 sendiri mengangkat tema Napas Jiwa. Karya ini bercerita tentang siklus kehidupan yang meliputi kelahiran, kehidupan, dan kematian. Karya ini juga bisa dibaca dalam konteks respons terhadap situasi yang berangsur membaik.

Bumi sudah mulai menghembuskan angin segar dan manusia mulai senantiasa bernapas kembali. Di sisi lain kita tetap perlu berhati-hati dalam menghirup udara baru tersebut, khususnya ketika COVID-19 masih berada di antara kita,ucap Muslimin.

Dalam pembukaan PKN 2021, ditampilkan beberapa pertunjukan berupa video pengenalan tentang budaya yang kental dengan nuansa sandang, pangan, dan papan tradisional Indonesia. Tampak pula seni tari, musik, fashion show, acara seremonial, dan masih banyak lagi.

Adapun film Tanah Surga..Katanya yang dirilis tahun 2012 mengisahkan tentang Hasyim, mantan sukarelawan Konfrontasi Indonesia Malaysia tahun 1965. Setelah istri tercintanya meninggal, ia memutuskan tidak menikah. Ia tinggal bersama anak laki-laki satu-satunya yang juga menduda, Haris, serta dua cucunya, Salman dan Salina.

Hidup di perbatasan Indonesia dan Malaysia merupakan persoalan tersendiri bagi mereka karena keterbelakangan pembangunan dan ekonomi. Masyarakat perbatasan harus berjuang untuk mempertahankan hidup mereka, termasuk keluarga Hasyim yang tetap tinggal di Indonesia karena loyalitas pada bangsa. Haris mencoba membujuk ayahnya untuk pindah ke Malaysia dengan alasan di sana lebih menjanjikan secara ekonomi dibandingkan tetap tinggal di wilayah Indonesia. (IR)

 

Kontributor: LPKA Kelas II Samarinda

What's Your Reaction?

like
1
dislike
0
love
1
funny
0
angry
0
sad
0
wow
0