Dirjen PAS: Konflik Lapas Kerap Terjadi Akibat Pembatasan Remisi

Jakarta - Direktur Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia I Wayan Dusak menyebutkan bahwa konflik yang kerap terjadi di lembaga pemasyarakatan bukan karena fasilitas yang masih tak memadai, melainkan karena masalah pemberian pengurangan hukuman atau remisi. "Terkait pemenuhan hak-hak dasar, itu kan sudah terpenuhi. Jadi yang berbeda menyangkut masalah pemberian remisi," kata Dusak saat ditemui di kantor Kementerian Koordintor Bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Jakarta, Senin (6/6/2016). Hak mendapatkan remisi, kata Dusak, sebetulnya sama untuk setiap narapidana seperti diatur dalam Pasal 14 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan. Perbedaan masa remisi, bergantung pada jenis-jenis kasus yang menjerat mereka. "Memang kami sepakat untuk kasus-kasus tertentu harus dibikin jera," ujar dia. Di dalam UU 12/1995 tidak menyebutkan ketentuan pengecualian pemberian remisi untuk narapidana kasus-kasus tertentu. Sedangkan p

Dirjen PAS: Konflik Lapas Kerap Terjadi Akibat Pembatasan Remisi
Jakarta - Direktur Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia I Wayan Dusak menyebutkan bahwa konflik yang kerap terjadi di lembaga pemasyarakatan bukan karena fasilitas yang masih tak memadai, melainkan karena masalah pemberian pengurangan hukuman atau remisi. "Terkait pemenuhan hak-hak dasar, itu kan sudah terpenuhi. Jadi yang berbeda menyangkut masalah pemberian remisi," kata Dusak saat ditemui di kantor Kementerian Koordintor Bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Jakarta, Senin (6/6/2016). Hak mendapatkan remisi, kata Dusak, sebetulnya sama untuk setiap narapidana seperti diatur dalam Pasal 14 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan. Perbedaan masa remisi, bergantung pada jenis-jenis kasus yang menjerat mereka. "Memang kami sepakat untuk kasus-kasus tertentu harus dibikin jera," ujar dia. Di dalam UU 12/1995 tidak menyebutkan ketentuan pengecualian pemberian remisi untuk narapidana kasus-kasus tertentu. Sedangkan pada Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 disebutkan narapidana kasus terorisme, narkotika dan prekursor narkotika, prikotropika, korupsi, kejahatan terhadap keamanan negara, kejahatan HAM berat, serta kejahatan transaksional terogranisasi lainnya tidak akan diberikan remisi kecuali memenuhi beberapa persyaratan tertentu. Aturan pada PP tersebut dianggap bertentangan dengan UU 12/1995 yang tak mengecualikan pemberian remisi. Padahal, kata Dusak, seharusnya PP mengacu pada UU. Pemberian remisi pun dianggap harus pula diberikan pada narapidana kasus-kasus tersebut untuk mengurangi kepadatan di lapas. Dusak menyebutkan, penambahan narapidana setiap bulannya bisa mencapai 1.000 orang. Salah satu cara mencegah kelebihan kapasitas di lapas adalah dengan pemberian remisi. "Dengan memberi remisi, ada gunanya kami membina. Kalau dia menghukum lagi, ditahan lagi kan. Pembinaannya tentu berbeda. Bagaimana dengan kondisi kapasitas 1.000 isinya 3.000 mau lakukan pembinaan yang benar?" tutur Dusak. Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly pun mengungkapkan keinginan merevisi PP 99/2012 tersebut untuk meminimalisasi kerusuhan di lapas. "Bagaimana pun setiap orang punya hak. Konstitusional itu. Dan kalau dari segi hak warga binaan dijamin UU 12/1995," kata Yasonna saat ditemui di kesempatan yang sama.(Nabilla) Sumber : KOMPAS.com  

What's Your Reaction?

like
0
dislike
0
love
0
funny
0
angry
0
sad
0
wow
0