detik.com, Jakarta - Wacana tentang bilik asmara bagi para narapidana dan tahanan sudah lama disuarakan. Namun hingga kini, pemerintah belum menyediakan ruangan khusus hubungan suami istri itu.
Kakanwil Kemenkum HAM DKI Jakarta, Mardjoeki, mengatakan kebutuhan biologis para napi dan tahanan harus menjadi perhatian negara. Namun yang menjadi masalah saat ini adalah soal kebijakan yang masih dikaji terkait dampak baik dan buruknya dari adanya bilik asmara ini.
"Kebijakan dan implementasinya itu yang perlu secara selektif harus dirumuskan dengan hati-hati. Apakah secara norma sosial itu bisa di terima oleh masyarakat," ucap Mardjoeki.
Mardjoeki mengatakan hal itu di acara "Seminar Sehari Kebijakan Conjugal Rights bagi Narapidana dan Tahanan" di Graha Bhakti Pemasyarakatan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, Jl Veteran, Jakarta Pusat, Selasa (25/11/2014). Acara ini kerja sama Ditjen Pemasyarakatan dengan Komisi Penanggulangan AIDS (KPA).
Di kesempatan yang sama, Direktur Bina Kesehatan dan Perawatan Narapidana Hetty Widiastuti mengatakan kebutuhan biologis manusia itu tidak bisa dihilangkan paksa. Oleh karena itu hak pemenuhan biologis suami istri (conjugal rights) para napi harus diberikan oleh pemerintah.
"Kita pikirkan kebijakannya dulu," ucap Hetty.
Pengamat sosial Bahrul Wijaksana yang juga hadir di seminar itu ikut mengamini hal tersebut. Hanya saja menurutnya harus ada syarat ketat di mana seorang napi atau tahanan bisa mendapatkan conjugal rights.
"Untuk memenuhi conjugal rights itu tidak mudah. Seperti ketika mendapatkan conjugal rights harus dengan pasangan yang legal, sudah memenuhi prasyarat-prasyarat untuk mendapatkan hak itu seperti kelakuan baik. Jadi yang tadinya penjagaan ketat sudah menjadi penjagaan normal. Dan sebagai narapidana yang tak akan menimbulkan masalah, juga tak boleh ada catatan KDRT baik oleh suami ke istri atau sebaliknya," jelas Bahrul.
Bahrul menambahkan rencana adanya bilik asmara ini merupakan komitmen dari lembaga pemasyarakatan untuk memenuhi kebutuhan biologis para napi. Namun bukan berarti semua orang serta merta mendapatkan hak itu, ada proses dan persyaratan untuk mendapatkan hak tersebut. Seperti di Jakarta, Bahrul mengatakan penjaranya sudah melebihi kepasitas sehingga menjadi salah satu kendala untuk memberikan conjugal rights.
"Karena tak akan mudah mengaturnya," ucap Bahrul.
Tidak terpenuhnya kebutuhan dasar ini juga disinyalir menjadi penyebab terjadinya penyimpangan seksual para napi. Menurut penelitian, penyimpangan seksual ini pun menjadi salah satu faktor meningkatnya penularan HIV-AIDS di dalam lapas/rutan.
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, Direktorat Jenderal Pemasyarakatan merasa perlu untuk membuat regulasi dalam bentuk Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI (Permenkumham) yang mengatur tentang optimalisasi upaya harm reduction dengan mengatur pemenuhan conjugal rights bagi narapidana dan tahanan di lapas/rutan. Direktorat Jenderal Pemasyarakatan bekerja sama dengan KPA, mengkaji kemungkinan pemberian hak ini.
Upaya pemenuhan conjugal rights yang hanya berlaku bagi pasangan suami istri, diharapkan dapat menurunkan risiko penularan HIV secara seksual dari laki-laki melakukan seks dengan laki-laki.
sumber:Â http://news.detik.com/read/2014/11/25/152318/2758608/10/2/ditjen-pemasyarakatan-kaji-kemungkinan-bilik-asmara-bagi-napi