Ditjenpas Susun Dokumen Manajemen Risiko Pemasyarakatan

Ditjenpas Susun Dokumen Manajemen Risiko Pemasyarakatan

Jakarta, INFO PAS - Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjenpas) susun dokumen Manajemen Risiko (MR) Pemasyarakatan berkolaborasi dengan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan PPM Manajemen. Penyusunan dokumen tersebut merupakan salah satu rangkaian Rapat Kerja Teknis (Rakernis) Pemasyarakatan 2024 yang berlangsung di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta, pada Selasa (27/2) hingga Kamis (29/2).

(Baca: Dirjenpas Tegaskan Pentingnya Akuntabilitas Demi Wujudkan Good Governance)

Sebelum penyusunan dokumen MR, seluruh peserta Rakernis mendapatkan penguatan materi bertema “Penguatan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) di Lingkungan Ditjenpas” dari narasumber Direktur Pengawasan Bidang Politik dan Penegakan Hukum BPKP, Ikhwan Mulyawan. Ia menyebut SPIP dan MR merupakan amanat Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara dan Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang SPIP. Dalam penerapannya, setiap pemimpin harus meningkatkan pemahaman MR untuk seluruh pegawai secara menyeluruh. Selain itu, setiap pihak harus mampu melakukan pengendalian tambahan pada area yang masih terdapat temuan berulang.

“Seberapa bagus sistem yang dibangun, hal itu sangat bergantung pada manusianya. Lingkungan kondusif itu tergantung pengendalian. Pengendalian itu bergantung pada teladan kepemimpinannya. Oleh karena itu, pemimpin harus memberikan keteladanan. Sangat terasa apa yang kita lakukan itu berdampak pada organisasi. Bila ada yang masih bolong, kita harus tambal agar risiko itu tidak terjadi,” tegas Ikhwan.

Setelah pemaparan dari BPKP, seluruh peserta Rakernis mendapatkan materi khusus tentang MR dari narasumber Kepala Bagian Riset dan Konsultasi PPM Manajemen, Alphieza Syam. Dalam kesempatan tersebut, Alphieza menegaskan risiko adalah suatu kejadian yang mungkin terjadi dan dapat mengakibatkan tidak tercapainya tujuan organisasi seperti yang direncanakan. Risiko itu mungkin terjadi, artinya tidak pasti terjadi dan tidak mustahil terjadi.

“Masalah dengan risiko berbeda. Masalah itu sudah terjadi dan upaya keluarnya disebut manajemen krisis. Risiko mungkin terjadi dan upaya keluarnya disebut MR. Oleh karena itu, risiko harus dianalisis dan diukur agar kemungkinan penyebab terjadinya bisa ditekan atau preventif. Apabila risiko itu terjadi, dampak kerugiannya menjadi minim. Yang harus ditekankan, semua orang di organisasi menjadi pemilik risiko dan ini harus ditanamkan. Di sisi lain, pemimpin adalah pemegang akuntabilitas risiko,” jelas Alphieza.

Alphieza juga menerangkan peristiwa risiko bukan negasi dari apa yang diharapkan. Maka, standar itu menjadi penting pula untuk disusun agar seluruh komponen organisasi tidak meraba-raba dalam menjalankan tugas dan fungsinya. 

“Bagaimana jika pimpinan dan bawahan melihat risiko dalam sudut pandang berbeda? Di sinilah pentingnya leadership dan commitment. Pemimpin yang punya komitmen untuk MR harus memahami teknis dan bisa menelaah risiko di lapangan, bahkan risiko terkecil sekalipun,” ungkap Alphieza.

Setelah penyampaian materi, seluruh peserta Rakernis melaksanakan musyawarah dalam bentuk Focus Group Discussion yang terbagi menjadi tujuh komisi. MR yang disusun diharapkan menggambarkan fenomena di lapangan sehingga kesamaan persepsi pada level pusat, wilayah, hingga Unit Pelaksana Teknis Pemasyarakat dapat tercipta. Nantinya, hasil diskusi dari setiap komisi akan dipaparkan dan disusun menjadi satu kesatuan dokumen MR yang akan disahkan dan ditetapkan melalui Keputusan Direktur Jenderal Pemasyarakatan. (RI)

What's Your Reaction?

like
0
dislike
0
love
1
funny
0
angry
0
sad
0
wow
0